Share

Bab 2. Sherly Keguguran

"Lo dimana sekarang?" tanya Edo pada Zerlina melalui telepon genggamnya.

"Gue masih di rumah sakit," jawab Zerlina lalu menceritakan secara singkat keadaan Sherly.

"Ya udah, gue ke rumah sakit sekarang dan Lo jangan kemana-mana sebelum gue datang," ancam Edo pada Zerlina dan menyudahi pembicaraan mereka.

Sementara itu, Zerlina masih berada di rumah sakit memantau perkembangan keadaan Sherly. Zerlina mencoba untuk menghubungi kedua orang tua Sherly untuk memberitahukan keadaan Sherly. Sekarang Sherly sedang berada di ruang ICU dengan keadaan kritis. Niatnya urung dilakukan saat dia melihat suster yang keluar dari ruang ICU. 

"Bagaimana keadaan pasien, Sus?" tanya Zerlina pada suster itu.

"Dengan keluarga pasien?" tanya suster itu.

"Bukan, Sus. Saya pengacara Ibu Sherly dan orang yang membawanya ke sini," jelas Zerlina pada suster itu agar mau memberikan penjelasan bagaimana keadaan Sherly.

"Saya membutuhkan persetujuan tindakan kuretase secepatnya karena keadaan pasien yang sedang kritis karena keguguran yang dialaminya sudah cukup lama terjadi tanpa penanganan yang tepat," terang suster menjelaskan permintaannya.

"Baik, saya yang akan memberikan tanda tangan persetujuan tindakan kuretase itu," sahut Zerlina. 

"Baik, silahkan tanda tangan di sini," ujar suster itu sambil menyodorkan selembar kertas persetujuan tindakan kuretase pada Sherly. "Dan di sini juga." 

"Baik, terima kasih atas tanda tangannya. Nona bisa menunggu di ruang tunggu di depan ruang operasi di sebelah sana. Pasien akan langsung dibawa ke ruang operasi, " ucap suster itu lalu pergi masuk kembali kedalam ruang ICU.

Zerlina berjalan menuju tempat yang di maksud oleh suster tersebut sambil terus mencoba menghubungi kedua orang tua Sherly kembali. Baik telepon papa Sherly ataupun mama Sherly tidak ada satu pun yang bisa dihubungi. Terpaksa Zerlina mengirimkan pesan di kedua nomor itu. 

Sambil menunggu tindakan kuretase, Zerlina menghubungi atasannya untuk menceritakan semua yang terjadi serta tindakan apa yang akan diambilnya. Rencana yang akan dilakukannya itu mendapatkan larangan dari atasannya dengan dalih tidak ada persetujuan tertulis dari pihak Sherly untuk dilakukan pembelaan setelah pencabutan tuntutan dan pembatalan kerjasama pendampingan hukum.

Zerlina terus memberikan sanggahan dan berusaha untuk terus memberikan penjelasan kepada atasannya itu. Akhirnya usaha Zerlina menyakinkan atasannya itu berbuah keberhasilan. Atasan Zerlina bersedia mengikuti dan menyetujui rencana Zerlina untuk membantu menyelesaikan kasus KDRT yang diterima Sherly dengan beberapa syarat. 

"Gimana keadaan Sherly?" tanya Edo setelah bertemu dengan Zerlina di depan ruang operasi.

"Seperti yang tadi gue bilang, dia dalam keadaan kritis dan harus menjalani kuretase karena janinnya sudah meninggal di dalam cukup lama," jelas Zerlina.

"Punya suami yang hiperseks dan gila bisa bertahan sampai lima tahun. Sherly hebat banget! Btw, hebat atau super bego ya?!" sarkas Zerlina sambil memperhatikan pintu ruang operasi yang masih tertutup dan tersenyum miring membayangkan kehidupan rumah tangga Sherly. 

"Kita gak tahu apa yang membuat Sherly bertahan sampai sekarang," ucap Edo.

"Dok, bagaimana keadaan pasien?" tanya Zerlina saat seorang dokter membuka pintu ruang operasi dan keluar dari sana.

"Proses kuretase berjalan dengan baik dan puji Tuhan rahimnya tidak mengalami kerusakan yang berarti. Tapi, keadaan pasien masih kritis pasca pemerkosaan yang dialaminya," terang dokter itu. 

"Apa?! pekik Zerlina kaget.

Ingatan Zerlina terbang jauh ke masa di mana dia mengalami peristiwa yang membuat dirinya berada di titik terendah dalam hidup.

Banyak orang yang tidak tahu kejadian sebenarnya, tetapi berucap memfitnah dirinya. Bahkan teman-teman di sekolah ikut mengeluarkan statement yang memojokkannya.

Sejak kejadian itu, sikap Zerlina mulai berubah. Dari yang periang menjadi pendiam, dari yang mudah bergaul dengan siapa saja, sekarang agak menutup diri dari lingkungan sekitar, dan tidak mudah percaya pada orang lain terutama kaum adam, kecuali Edo.

Kekecewaan, kebencian, dan kemarahan kembali dirasakan oleh Zerlina. Edo yang melihat Zerlina mulai tidak nyaman setelah mengetahui kejadian yang menimpa Sherly segera mengelus punggung Zerlina. Edo mencoba untuk menenangkannya. Edo tahu persis apa yang pernah dialami oleh sahabatnya itu. 

"Dok, saya mohon bantuannya untuk memberikan keterangan terkait rekam medis Bu Sherly. Jika di kemudian hari diperlukan, untuk membantu memberikan keadilan bagi Bu Sherly." Permintaan Zerlina pada dokter yang menangani operasi Sherly setelah berhasil menekan perasaan gundahnya. 

"Baik. Saya akan memberikan informasi yang diperlukan. Sudah tidak ada lagi yang akan ditanyakan?" ucap dokter itu.

"Untuk sementara ini, tidak ada, Dok. Saya mewakili Bu Sherly mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongannya hari ini, Dok," ucap Zerlina mengakhiri percakapan mereka.

"Sama-sama. Sudah menjadi tugas saya untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Mari, saya undur diri untuk melakukan kegiatan yang lainnya," pamit dokter itu.

Selama dua puluh empat jam lebih Sherly betah menutup matanya. Tampak tenang, seakan tertidur pulas tanpa beban. Selama kondisi Sherly yang seperti itu, Zerlina setia menunggu untuk menemani dan memantau perkembangan kesehatan Sherly.

Ada rasa empati yang dirasakan oleh Zerlina atas keadaan yang dialami Sherly. Sampai sekarang tidak ada kabar berita tentang keberadaan kedua orang tua Sherly. Edo membantu mencari tahu tentang bagaimana keadaan yang sebenarnya tentang kedua orang itu.

Zerlina merasakan ada gerakan pada jari-jari Sherly. 

"Sher--Sherly," panggil Zerlina sambil menyentuh tangan yang tadi bergerak.

"Sherly. Kamu sudah sadar. Tunggu, saya panggilkan suster dulu," ucap Zerlina sambil memencet tombol untuk memanggil suster yang berjaga di lantai ruang rawat inap di rumah sakit itu. Lalu Zerlina memberikan air minum untuk Sherly.

"Kak Ana," panggil Sherly lirih. 

"Terima kasih sudah datang ke rumah dan menolong saya," ucap Sherly dengan suara parau dan mata sudah mulai mengembun. 

"Maaf. Maafkan saya, karena sudah mencabut tuntutan dan kembali bersama Hendrik lagi," sesal Sherly yang sudah berurai air mata.

Zerlina langsung memeluk tubuh Sherly dan menepuk tepuk bahunya untuk menenangkan. Zerlina menebak jika kehamilan Sherly yang menjadi alasan memutuskan kembali pada suaminya itu.

Kedatangan suster bersama dengan dokter jaga membuat Zerlina segera melerai pelukannya. Zerlina bergeser dari tempatnya untuk memberikan ruang pada dokter untuk memeriksa keadaan Sherly. 

"Bu Sherly sudah keluar dari masa kritis, hanya saja karena baru menjalani kuretase, ada baiknya Bu Sherly banyak istirahat dan tidak stress agar masa pemulihannya berjalan dengan baik. Banyak makanan bergizi untuk menunjang pemulihan dengan cepat," terang dokter jaga yang baru saja memeriksa keadaan Sherly.

"A--Apa? Kuretase? Anakku …! Tidak, itu tidak mungkin. Dokter, katakan kalau ini cuma mimpi. Please, dokter … katakan … anakku … oh … itu tidak mungkin!" raung Sherly yang shock mengetahui kondisi janinnya yang sudah tidak ada. 

Sherly terus menangis dan menjerit karena kesedihan yang mendalam dan penyesalan yang besar. Sherly menyalahkan dirinya sebagai penyebab kematian anaknya. 

Sherly terus memukuli dirinya, sehingga dokter jaga segera memberikan suntikan obat penenang yang telah dibawakan oleh suster setelah melihat kondisi Sherly yang sangat terpuruk karena baru mengetahui bahwa anak yang telah dinantikan begitu lama terpaksa harus meninggalkan dirinya sebelum sempat dilahirkan.

"Sabar, Sher…. Please, yang tabah. Saya mengerti apa yang kamu alami saat ini sangat berat. Namun, pikirkan baik-baik tubuh kamu sendiri. Kamu harus kuat untuk bisa menghukum pelaku yang sudah melakukan itu semua sama kamu," Zerlina terus memeluk dan memberikan dukungan serta semangat buat Sherly.

Perlahan Sherly mulai tenang karena pengaruh suntikan yang diberikan kepadanya. 

"Di-dia harus bertanggung jawab dan dihukum," ucap Sherly lirih dan tertidur. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status