Share

Bab 8. Edo Bertemu Christy

Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina.

"Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya.

"Masuk, Sayang."

"Pa, aku mau tidur di sini."

"Tumben minta tidur sama papa."

"Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond.

"Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."

Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.

'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy.

"Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya.

"Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya orang yang mendukung papa di saat berada di titik terendah dalam hidup papa. Om Daffa membantu papa merawatmu saat itu. Papa belum berani mempercayakan kamu pada orang lain dalam pengasuhan." Paparan seperti itu sebenarnya bukan lah untuk pertama kali dia dengar. 

Daffa yang merasa berjasa selalu mengingatkan bahwa dengan bantuan dia lah, Raymond dapat mencapai cita-citanya sebagai dokter anak. Bahkan, Daffa lebih sering menginap di rumah Raymond daripada di rumahnya sendiri untuk menemani Christy.

Saat proses perceraian antara Raymond dengan mantan istrinya, diwarnai dengan perebutan hak asuh atas Christy. Sedangkan Raymond saat itu sedang menghadapi ujian akhir semester. Untuk itu, Raymond membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya untuk menjaga Christy agar tidak dibawa pergi oleh mantan istrinya.

Hati Christy makin terluka dengan pengakuan dari Raymond. Bagaimana bisa seseorang yang merawat dari kecil, justru yang berusaha untuk merusaknya.

Apakah mungkin, Christy berani menceritakan segalanya ke Raymond? Kebimbangan kembali melanda hati Christy. Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak mengungkapkan apa yang pernah terjadi pada dirinya.

"Loh, Bi, mana Daffa?" tanya Raymond saat pagi hari tidak menemukan Daffa di ruang makan.

Dalam hati, Christy bersyukur pagi ini tidak bertemu dengan sahabat papanya itu.

"Tadi pagi sudah pulang, Tuan," jawab Bi Minah asisten rumah tangga yang juga orang kedua yang dipercayai oleh Raymond dalam pengawasan dan pengasuhan Christy. Bi Minah segara ke dapur mengambil makanan untuk sarapan Raymond dan Christy.

Bi Minah adalah adik dari asisten rumah tangga yang bekerja di rumah orang tua Daffa. Jadi dia sangat dipercaya oleh Raymond. Mengingat hubungan kekerabatan dari mereka 

"Orang itu, pulang gak kasih tahu!" dengus Raymond yang kesal karena Daffa pulang tanpa mengatakan apapun. 

Pukul tujuh pagi, seperti biasa Christy menjalani pembelajaran homeschooling-nya. Mentor yang dipilih oleh Raymond ini sudah membantu Christy dalam memberikan materi-materi pendidikan dari saat Christy memutuskan untuk belajar di rumah.

Christy yang kehilangan ibunya sejak berusia sembilan tahun, merasa tertekan karena ucapan teman-teman dan juga ibu mereka. Dia sadar bahwa dibalik ucapan mereka mungkin benar murni memberikan dukungan untuk dirinya, tetapi banyak yang mengasihi dirinya. 

Dia sama sekali tidak suka dengan tatapan mata yang ditujukan padanya. Seolah-olah dia seperti anak kucing terlantar di jalanan yang perlu belas kasihan orang.

Selama satu tahun belajar di sekolah setelah perceraian papa dan mamanya, membuat kondisi mentalnya semakin terpuruk. Akhirnya Raymond memutuskan memenuhi saran dari seorang psikolog yang menangani Christy untuk memberikan pendidikan akademis secara homeschooling. Christy tetap mendapatkan pendidikan informal dan juga kedamaian dalam dirinya.

Sementara itu di rumah Zerlina, terlihat Edo yang sedang duduk dan makan bersama tuan rumah. 

"Wah, pasti masakan Asih mantap rasanya," goda Edo pada asisten rumah tangga harian yang membantu Zerlina.

"Tentu saja … Asih," gurau wanita muda itu menanggapi Edo sambil menyendok nasi goreng ikan teri ke dalam piring Edo.

"Sudah, Sih, jangan kamu ladeni ocehan Edo. Bisa habis nasi gorengnya," ucap Zerlina pada Asih. "O, iya hari ini kamu bisa pulang cepat dan nggak usah masak lagi. Saya mau ke kantor dan takut pulang malam hari ini, sayang kalau masakannya gak ada yang makan."

"Baik, Non."

Asih sudah bekerja bersama Zerlina sejak dia tinggal di perumahan ini. Ya, sekitar dua tahunan lah. Awal perkenalan mereka saat Asih sedang berusaha menghindar dari pukulan dan tendangan suaminya di pinggir jalan. Kebetulan Zerlina melihat aksi tak terpuji dari seorang laki-laki yang memukuli seorang wanita. Zerlina tidak tinggal diam, dia menegur dan memperingatkan tentang hukum KDRT pada suami Asih.

Asih merasa ancaman dari Zerlina adalah jalan keluar untuk penderitaannya selama ini. Dia memutuskan untuk meminta bantuan pendampingan hukum pada Zerlina. Gugatan Asih dikabulkan oleh hakim. Dia juga mendapatkan hak asuh dua anaknya. Asih bekerja dari pagi hingga sore hari saja, terkadang sampai malam, tapi sering juga pulang lebih cepat tergantung keinginan Zerlina.

"Do, ayo cepat kita ke ruang kerjaku," ajak Zerlina setelah selesai sarapan.

Ruang kerja Zerlina berada di lantai dua. Berhadapan dengan kamar tidur Zerlina.

"Asih itu betah juga kerja di sini," sindir Edo begitu masuk ke dalam ruangan yang terlihat elegan dengan wallpaper berwarna putih dan krem yang menghiasi dinding. Ada sofa panjang ada di sebelah kanan dan sofa kecil di sampingnya. Meja kayu yang cukup lebar di ujung tengah sedikit ke belakang ruangan. Sebuah kursi berwarna hitam yang terlihat nyaman untuk diduduki berada di depan meja itu. Di arah sebaliknya ada sebuah kursi kerja berwarna senada dengan warna di ruangan itu. 

Ada satu lemari buku dan pajangan yang cukup besar berada di belakang kursi hitam. Ada rahasia dibalik lemari besar itu. Hanya Zerlina dan papanya yang tahu tentang hal itu. Karena mereka lah yang merancang desain lemari itu.

"Betah lah, siapa dulu, Bos-nya, gue gitu loh!" kelakar Zerlina. "Sudah, urusan nggak penting. Ayo kita bahas yang kemarin."

Zerlina mulai membeberkan rencana yang akan dia lakukan untuk membantu Christy. Edo tampak mendengarkan dengan baik dan mencatat apa yang dianggap penting. 

Edo memakai komputer milik Zerlina untuk mulai mencari tahu latar belakang, pekerjaan, pendidikan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Daffa. 

Zerlina membuka ponselnya dan mulai mencatat berkas-berkas yang akan diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sedang menunggu di kantor. 

"Zerlin, ini gue udah tahu siapa Daffa, tapi gue nggak yakin kalau ini akurat. Gue pulang dulu aja ya. Komputer gue sepertinya lebih canggih daripada di sini, jadul!" sindir Edo sambil berdiri dan beranjak pulang.

"Ya, sudah, lo pulang aja. Gue juga sepertinya harus ke kantor."

"Lo, bawa mobil?" tanya Edo.

"Ya, iya lah, masa jalan kaki."

"Gue nebeng ya."

"Sorry, gak bisa. Gue masih satu jam-an buat persiapan berkas yang gue mau siapkan untuk kasus Christy."

Akhirnya Edo pulang dengan menggunakan ojek online yang dia pesan melalui ponselnya.

"E–eh, Do, tunggu sebentar. Gue ikut. Baru buka email, ternyata ada kasus baru dan gue harus diskusi dengan atasan gue." Ucap Zerlina sambil bergegas membereskan isi tasnya. 

"Gue udah pesan ojek, Zerlina," gerutu Edo.

"Batalin aja, nanti Asih yang kasih ongkosnya. Ayo buruan, jadi nebeng nggak?"

"Iya, gue ikut lo."

Saat di Zerlina mengeluarkan mobil dari carport, tampak Christy sedang berjalan menuju ke arah rumahnya. 

"Kakak mau pergi ya?" tanya Christy setelah sampai di samping pintu mobil Zerlina.

"Iya, Sayang. Kamu mau ketemu sama Kakak atau mau main sama Ven-Ven?" timpal Zerlina sambil membuka pintu mobil lalu keluar dari mobilnya.

"Ooo, iya, kenalkan itu teman Kakak. Do, ini Christy, adik angkat gue," papar Zerlina sambil melihat ke arah Edo.

Edo yang terkejut melihat kemiripan dari sosok gadis remaja di depannya dengan sahabat yang sudah lama menghilang tak tahu kabar beritanya. Reaksi Edo sama dengan Zerlina saat pertama kali bertemu dengan Christy, sehingga Zerlina memaklumi Edo dengan reaksi seperti itu.

"Hai!" panggil Zerlina sambil melambaikan tangan di depan muka Edo. "Udah bengongnya." 

"Eh, iya kenapa bisa mirip banget," celetuk Edo spontan. 

"Iya memang, gue juga kaget pertama kali lihat mukanya," bisik Zerlina pelan. "Kenalin, ini adik angkat gue, Christy. Christy, ini musuh, Kakak."

"Eh, jadi sekarang gue musuh lo!" pekik Edo.

Terdengar suara tawa Christy dan Zerlina secara bersamaan. Melihat raut muka Edo yang kelihatan sok imut itu.  

"Hai, Gadis cantik. Nama kakak, Kak Edo ganteng tiada duanya, baik hati, dan tidak sombong," goda Edo pada Christy.

"Christy," kekeh Christy sambil menyambut uluran tangan Edo. 

"Kamu punya saudara yang bernama …." Ucapan Edo terhenti karena Zerlina memanggilnya. 

"Do …."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status