Share

Bab 4

Author: Fadila_mla
last update Last Updated: 2024-11-28 15:35:16

Malika berjalan menuju dapur. Perutnya lapar,  sejak siang tadi belum terisi sama sekali.

Ketika langkah nya masih di ambang pintu samar Malika mendengar pembicaraan kerabat ibunya yang julid mengomentari nasib Adisty yang setelah beberapa bulan lulus sekolah malah dipinang seorang preman yang keluarganya juga mereka nggak tau ada dimana. 

Menurut penuturan Bagas kemarin, pria itu hidup sebatang kara sejak ibunya meninggal. Bagas masih memiliki ayah tapi sudah menikah lagi. Bagas juga bilang ibu tirinya itu kejam. Layaknya ibu sambung yang ada di film protagonis bawang putih merah itu lah kenyataan pahit yang Bagas alami. Makanya Saidah tidak mempermasalahkan wali Bagas ketika akad nikah. 

"Ini terbukti kalau anak mbak yuh, nggak jauh lebih baik dengan anak saya. Walaupun cuman lulus pendidikan dasar, anak saya itu dapet mandor kebun teh. Yah cukuplah penghasilannya buat memenuhi kebutuhan mereka, nggak nyusahin kayak Adisty. Makan masih numpang lah malah nambahin beban ngangkut gelandangan yang entah dari mana asalnya. Mana dinikahin karena buat aib keluarga. Mau di taruh mana muka mbak yuh  nantinya" 

Orang yang baru berbicara itu adalah Bude Aminah - adik ipar Saidah yang tinggal di desa sebelah. Ia memang sering berkunjung ketika ada hal penting saja. Alasan Aminah tentu saja menyaksikan menantu pilihan Saidah yang katanya seorang preman. Aminah penasaran dengan rupa akan sosok Bagas yang sudah menjadi buah bibir sampai ke negeri sebrang.  

Bagas di kenal bukan karena Budi pekerti nya melainkan kenakalan yang ia perbuat yang sampai detik ini sekecamatan pun tidak dapat mentolerir ulah nya yang melebihi batas. Itu dikarenakan Saidah kerap membela pria itu yang di anggap sebagai keponakan nya.  Dan semua warga Desa menghargai Saidah karena istri dari sesepuh di kampung itu, makanya tidak ada satu pun yang berani mengoloknya seperti Aminah. 

"Jangan ditanya, Nah. Lah muka mbak yuh mu ini masih utuh. Tambah ayu malahan sebab nggak pernah membicarakan kejelekan orang lain apalagi dulur-nya sendiri." Sahut Saidah tenang. Ia sudah biasa mendengar semburan kata pedas dari Aminah yang tidak pernah memujinya. Wanita itu kerap menjatuhkannya di depan anggota keluarga lain ketika berkumpul. Yah seperti sekarang ini, di saat jamuan makan malam Aminah malah mengatakan hal tidak pantas yang seketika membuat selera makan Saidah menghilang. 

Aminah hanya melengos, mengunyah makanan yang di suapnya secepat kilat sebelum menahan Saidah. 

"Mbak yuh, mau kemana. Makanan mbak yu juga belum habis udah main pergi aja. Mubazir kalo di buang. " Cecar Aminah berhasil menghentikan langkah Saidah yang langsung berbalik menatapnya 

"Kan ada si Sapin yang bisa abisin makanan nya. Kayaknya dia lebih cocok duduk di sana ketimbang saya. "

Menghindari perdebatan, Saidah memutuskan untuk pergi dan menggantikan Sapin kucing kesayangan Malika di sana. 

Saidah sempat berpapasan dengan Malika di dekat pintu dapur yang tampak mematung di tempatnya. Saidah cukup terkejut dan mengusap air matanya cepat. Di depan Malika ia harus lebih kuat. Saidah tidak tau saja sebenarnya Malika sudah mendengar pembicaraan keduanya, ia merasakan sakit hati sama dengan apa yang Saidah rasakan saat ini. Ia bersumpah akan membalas kejulitan Aminah nantinya. Tapi ia juga bingung bagaimana caranya sebab apa yang dikatakan Aminah memang benar, Malika hanya di persunting seorang preman kere yang makan pun harus memalak orang di pasaran. 

Malika ingin menyapa sang ibu, tapi langkah wanita paruh baya itu sudah berlalu begitu saja. Malika tau perbuatannya sekarang sudah mencoreng nama baik keluarga. Wajar saja kalau Saidah kecewa padanya.

Menghembuskan nafas kasar, Malika berbalik ke kamar lagi. Niatan ingin mengambil makan terpaksa urung. Malika hanya menghindari ucapan pedas dari kerabat dekat sang ibu yang nanti akan membuatnya kembali sakit hati. Jika Almarhum ayahnya masih hidup pasti tidak ada satupun dari mereka yang berani mengolok Saidah seperti tadi. 

Biarlah malam ini Malika menahan lapar, asalkan ia tidak bertemu dengan Aminah yang lemesnya kayak lambe tureh.

Ketika ia hendak memejam, tiba-tiba Malika merasakan tempat tidurnya bergoyang. Ia sangat terkejut ketika kelopak matanya terbuka mendapati sosok pria muda tengah berbaring menyamping ke arahnya.  Malika menelan salivanya kasar sebelum menjerit histeris. 

Malika seolah lupa kalau dirinya bukan seorang single. Bahkan Malika sendiri yang mengizinkan Bagas tidur di kamarnya, bagaimana Malika bisa memiliki penyakit pikun akut seperti ini. 

Bagas menutup mulut Malika, meski wanita itu terus berontak meminta untuk di lepaskan.    Bagas cuman mau Malika tenang. Karena ulah Malika, orang yang masih terjaga di luar sana bergemuruh datang mendekati pintu kamar Malika untuk menguping.

Tingkat ke-kepoan mereka tentang aktivitas di dalam membuat Saidah geram dan membubarkan mereka dengan umpatan kasar. Dalam sekejap ruangan tamu menjadi sepi kembali. Malik yang takut dengan ibunya juga memilih kabur, ia juga penasaran apa yang tengah saudara kembar dan temannya itu lakukan. Tapi Saidah datang dan menggagalkan semua keinginannya. 

Sebelum perempuan paruh baya itu benar-benar pergi, ia sempat berbisik di dekat kosen pintu. "Anak perempuan saya jangan sampek lecet kamu buat, Gas. Awas aja kamu!!" Ancam Saidah lantas berlalu melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. 

Di dalam sana, Malika masih terus berontak menyingkirkan tangan Bagas. Malika Sampek berguling-guling, meraup wajah Bagas kasar hingga menjambak rambut gimbal Bagas yang tidak pernah di cuci selama setengah abad itu. Semua usaha yang  Malika lakukan  berakhir gagal. Hingga ia memilih menyerah, terengah dengan nafas yang putus-putus.

 

"Saya akan lepasin kamu asal kamu tenang  "  Bisik Bagas setelah tak ada pergerakan apapun dari Malika. Wanita itu hanya mengangguk saja, perlahan tangan Bagas pun menjauh tapi apa yang Bagas dapat sekarang ia malah di serang Malika bertubi-tubi.

Bagas tidak melawan, biarlah Malika meluapkan emosi dan kekesalan nya asal tidak menjerit seperti tadi. Dan tidak berangsur lama, Malika pun menyudahi aktivitasnya dan tertunduk lemas dengan satu tangan memegangi perutnya. 

Suasana hening sejenak, sebelum cacing di dalam perut Malika berontak menuntut agar segera di isi. Malika tersenyum malu menutupi wajahnya dengan bantal. 

"Kamu lapar??" Tanya Bagas terdengar lembut. Baru kali ini Malika mendengarkan suara bass nan seksi itu berucap. Dengan ragu-ragu Malika pun menyingkirkan benda  penghalang untuk menatap lawan bicaranya 

Anggukan lemah ia perlihatkan ketika netra coklat terang itu saling bersitatap.

Bagas beranjak dari posisinya dan bergerak keluar. Tak lama berselang ia datang kembali dengan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk sisa hajatan pernikahan mereka tak lupa segelas air putih.

Malika hampir terkesima, mendapat perhatian lebih dari seorang Bagas. Seketika brewok yang menjuntai itu membuatnya sadar kalau Bagas bukan tipikal suami idamannya. Terlebih setelah kejadian siang tadi hidupnya semakin riweh karena harus menikahi Bagas. 

"Makanlah.. " 

Bagas menyodorkan piring tersebut di depan Malika yang lantas menyambutnya. Malika makan dalam diam, dalam beberapa detik nasi beserta antek-anteknya berpindah ke perut kecil Malika. Ia sengaja makan dengan rakus agar Bagas ilfel dan menceraikannya. 

Malika bercendawa keras bersamaan dengan piring yang kosong ia letakkan di antara kaki Bagas yang bersila.

"Saya Udah kenyang, tolong sekalian taruh ke dapur. Kalau ada piring kotor, cuci biar nggak berserak " Perintah Malika seenaknya. Dengan perut yang sudah terisi Malika bisa tidur  nyenyak. 

Ternyata punya suami tidak semenakutkan yang Malika pikir, ia bisa menyuruh-nyuruh Bagas untuk meringankan pekerjaannya. 

Ketika Malika ingin berbaring, sebuah telapak besar menahan lengannya. Malika membeku ketika usapan lembut mendarat di sudut bibirnya. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja jantungnya berdebar kencang dengan sentuhan kecil itu.

"Maaf, ada sisa nasi yang menempel." Ucap Bagas sebelum pergi. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 57

    [Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 56

    Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 55

    "Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 54

    Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 53

    Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 52

    Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status