Share

Bab 3

Author: Fadila_mla
last update Last Updated: 2024-11-28 15:34:43

Saidah menarik lengan Malika menjauhi Bagas. Ia masih tak habis pikir anak gadis satu-satunya yang menjadi kebanggaan keluarga membawa laki-laki ke kamar adik nya sendiri. 

Tatapan menghunus kini Saidah layangkan pada Bagas. Saidah berkacak pinggang mencecar pemuda itu habis-habisan dan anehnya Bagas malah diam saja seperti orang linglung. Sesekali ia meringis memegangi tengkuknya. 

"Bu, ini tidak seperti yang ibu lihat. Saya dan mas Bagas tadi nggak lagi ngapa-ngapain. Malika cuman berniat untuk membangunkan Malik,  tapi ternyata di atas tempat tidur malah hanya ada mas Bagas" Malika melerai perdebatan keduanya, bagaimana pun Malika harus bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Saidah harus tau kalau Ia dan Bagas memang tidak melakukan tindakan asusila seperti beberapa teman ibunya katakan barusan. Bahkan dari mereka mendesak untuk menikahkan keduanya. 

"Diam kamu Lika, ibu tidak bicara dengan kamu. Yang ibu heran kenapa Bagas bisa ada di kamar Malik dan  berduaan dengan kamu di ranjang. Apa selama ini kalian memiliki hubungan khusus di belakang ibu.  Atau jangan-jangan siang tadi yang kamu kunci di kamar ini  bukan Malik tapi Bagas, benar begitu??" Tuding Saidah menelisik. Masalah satu belum selesai kini timbul fitnah baru yang di layangkan ibunya. 

Malika hilang kata-kata, memilih diam dengan lelehan bening yang terus menggenang. 

"Alah, udah lah Saidah lebih baik nikahkan saja kedua nya, dari pada satu kampung ketimpa dosa. "

"Iya bener. Belum ada Loh sekalipun di desa Wonosari ini anak gadis yang lancang membawa laki-laki ke kamar mereka apalagi statusnya belum menikah. Kata nenek buyutku dulu yah kalau nggak segera di nikahkan seluruh keluarga akan ketiban sial seumur hidup. Aib itu mah ."

"Setuju. Lebih baik kita bawa mereka ke balai desa. Biar masalahnya clear  di tangan perangkat desa. Dari pada di diemin gitu aja, yang ada kita-kita kebagian dosa dari kemaksiatan yang mereka lakukan. Bagaimana ibu-ibu??"

SEETUJUU!!!

Desakan para ibu-ibu membuat Saidah tak kuasa menahan air matanya. Padahal ia memiliki cita-cita ingin menikahkan anak gadisnya kepada penguasa ataupun seorang konglo yang hartanya tak habis sampai tujuh turunan. Namun apa yang Saidah peroleh atas doa yang ia  panjatkan, malah mendapat menantu preman kampung yang tak jelas asal usulnya.

Pekerjaan pun Bagas tak punya. Tapi yang anehnya pria itu selalu beres dalam membayar kontrakan rumah.

"Lika nggak mau nikah muda, Bu. Lika juga  nggak mau jadi istri mas Bagas. " Sergah Malika berlalu begitu saja. Saidah sudah mencoba menahan Malika tetap tinggal, namun wanita muda itu malah mengurung dirinya di kamar. 

Tanpa Malika tau, Saidah terpaksa mengikuti arahan dari warga desa yang terus mendesak agar pernikahan tetap di langsungkan.  Dengan persiapan ala kadarnya, Saidah mendatangkan penghulu dan juga beberapa saksi dalam pernikahan yang akan di gelar malam itu juga. Karena semua orang sudah berkumpul, Saidah pun lantas menyuruh Bagas untuk mengikrarkan akad segera mungkin.  Dengan begitu masalah bisa clear dan Saidah tak perlu pusing memikirkan gosip tentang Malika di luaran sana. 

"Jangan seneng dulu kamu, Gas. Saya nikahkan kamu dengan anak saya juga karena terpaksa. Kamu juga nggak punya apa-apa untuk membahagiakan saya  dan anak saya kelak. Kamu harus tau diri. " Bisik Saidah ketika membenahi letak kain polos yang menutupi kepala kedua mempelai. Malika hanya bisa tertunduk menangis. Jemarinya saling meremas satu sama lain. Beberapa menit lagi ia akan resmi menjadi seorang istri dari preman kampung di desanya. 

Nggak terbayang bagaimana nanti nasib Malika ke depannya. Jika bukan karena almarhum Ayah Malika adalah seorang ustadz yang disegani banyak orang, mungkin Malika akan memilih kabur dari pernikahan ini. 

"Bagaimana nak Bagas udah siap?" Tanya pak penghulu mengintruksi  sosok pria muda dengan dua tindik di hidungnya yang sejak tadi tak lepas menatap Malika yang tersedu di sampingnya. Hatinya teriris pedih ketika melihat wanita pujaan hatinya menangis seperti itu.

Bagas memang menginginkan Malika menjadi pendamping hidup nya. Namun  bukan  menggunakan jalan pintas seperti ini.  Ia mau Malika menikahinya atas dasar suka, tidak terpaksa seperti yang di katakan Saidah barusan. 

"Siap Pak" jawabnya mantap meyakinkan

"Boleh saya minta mahar nya "

Bagas mengeluarkan cincin batu yang cukup gede dari saku celananya lalu memberikan pada Pak penghulu. Gelak tawa para tamu terdengar bersahutan, mereka pikir cincin yang di berikan Bagas adalah cincin mainan.

"Malu-maluin aja sih Bagas ini. Mending sandal jepit sekalian di jadiin mahar. Emang dia pikir menyekolahkan Malika itu pake daun sirih." Gerutu Saidah bersungut-sungut.

Bagas tak ambil pusing dengan cemoohan semua orang, toh di jual pun benda itu bisa menghidupi dia dan keluarga Malika sampek beberapa bulan ke depan.  Sebab hanya itulah harta benda berharga yang ia miliki saat ini setelah ia diusir dari rumah. 

Malik nyengir lebar di samping ibunya, ia tak menyangka posisi ini akan menyulitkan temannya itu. Sebelum kejadian, Malik sengaja mengirim pesan ke Bagas kalau ia memerlukan bantuan buat kabur dari kamarnya.  Dalam  situasi darurat semua akses dikunci Malika saat itu. Bagas memecahkan kaca jendela dan menelusup masuk. Namun Malik malah membalasnya dengan memukul pria itu hingga pingsan. 

Bagas di baringkan di tempat tidur dengan posisi sekujur tubuh yang ditutup selimut. 

Itu sebabnya ketika Malika datang, ia hanya menemukan Bagas di sana. Sampai kapanpun Malik tidak akan ungkap bicara tentang kejadian ini ke keluarganya. Biar saja Malika menikah dengan Bagas, mungkin itu ganjaran yang harus Malika terima jika berani semenah-menah pada Malik. 

"Saya terima nikah dan kawinnya Malika Kartika Wirayaksa dengan mas kawin cincin batu dan seperangkat alat shalat di bayar. Tunai!"

"Bagaimana para saksi, Sah.."

Sah!!!!

Air mata Malika mengurai deras ketika seruan para tamu mendengung di telinganya. Malika bangkit dari tempat duduknya dan berlari masuk ke kamar. Malika belum siap jika Bagas tadinya berniat  mendaratkan kecupan singkat di dahi nya. Malika masih terlalu asing dengan pria itu. Menatapnya saja Malika takut, Bagas itu seperti preman pasar yang pernah Malika lihat di sinetron. 

Tindik di hidung, celana yang sobek, rambut gondrong dan jangan lupakan rante yang melilit lehernya  persis yang digunakan hewan peliharaan. 

Malika bergidik geli membayangkan jika saja brewok yang nggak pernah di cukur berabad-abad itu menyentuh kulit wajahnya yang mulus. Malika menggeleng cepat untuk menghapus pikiran buruk itu dari otaknya. 

Pintu kamar dibuka, Malika terkesiap menoleh ke belakang. Ia memang sengaja tidak mengunci pintu kamar  agar sang ibu  mudah mengakses masuk ke dalam. Malika ingin berbicara pada Saidah meski hanya sebentar.   Tapi malah justru yang datang Bagas. Lelaki yang tidak ingin Malika temui untuk saat ini. 

"Kalau mau masuk biasain ketuk pintu dulu, jangan asal main nyelonong aja. " Sentak Malika yang sudah membuang pandangannya ke arah lain. Bagas memang suaminya, tapi bukan berarti Bagas bisa seenaknya saja bertindak seenak jidatnya.

Kamar yang Bagas pijaki sekarang masih kamar Malika seutuhnya. Bukan milik bersama.

Hening.

Malika pikir Bagas sudah pergi, tapi apa yang Malika lihat. Pria itu masih berdiri di ambang pintu dan mengetuknya berulang kali. Tindakan sederhana, namun mampu membuat Malika jengah dan ingin melahap apapun yang ada di depannya. 

"Selain pembuat Onar, ternyata kamu itu juga ngeselin yah. "

"Maksudnya. " Bagas malah balik tanya. Pria dengan kemeja putih yang digulung itu seketika bingung dengan ucapan yang Malika katakan. 

"Au Akh gelap" Desis Malika kesal. 

Bagas menoleh ke segala sisi lalu berkata enteng. "Terang kok, apa penglihatan kamu yang lagi bermasalah??"

Malika menggeram emosi. Ia beranjak mendekat dan mendorong tubuh suaminya menjauhi pintu. 

"Pokoknya mulai malam ini kamu nggak boleh masuk ke kamar saya. "

"Kenapa?? Bukannya kita suami istri. Bahkan Bu Saidah yang menyuruh saya nginap di sini"

"Uhh, kamu itu yah. Dibilangin ada aja jawabannya kesel tau nggak. Udah deh terserah kamu mau gimana. Mau tidur di kamar saya juga boleh tapi jangan harap saya mau tidur bareng satu kamar sama kamu. "

Malika berlalu begitu saja dengan kekesalan yang membuncah. Bisa-bisanya ia menikah dengan pria korslet seperti Bagas.  

Tanpa di sadari sudut bibir pria itu terangkat ketika mengamati punggung Malika yang semakin menjauh.

"Menarik" desisnya menyeringai

Next??

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 57

    [Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 56

    Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 55

    "Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 54

    Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 53

    Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 52

    Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status