Share

8) Gosip Bu Qosim

Penulis: NDRA IRAWAN
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-05 23:20:42

Setelah melaksanakan Shalat Maghrib, bayangan Alex dan sosok ganjil yang menyerupai Alex dan mengerikan itu pun menguap dari pikiran dan bayangan Firda. Saat suaminya pulang kerja, semua sudah kembali seperti sedia kala. Firda pun merasa apa yang dilihat dan dialaminya hanya halusinasi, hingga dia memutuskan untuk tidak menceritakan itu pada suaminya.   

Hari berikutnya Firda sampai di kantornya jam setengah tujuh pagi. Sengaja dia berangkat lebih pagi karena ingin segera bertemu dengan Pak Hasan untuk menanyakan banyak hal tentang Arman. Namun dia harus kecewa karena ternyata Pak Hasan tidak masuk kerja tanpa alasan jelas. 

Akhirnya Firda hanya duduk termangu di meja kerjanya seraya menunggu yang lain dan memikirkan semua yang telah dialaminya dipadu dengan semua info yang masuk ke telinganya. Keyakinan Firda mulai sedikit goyah. Ada sebersit perasaan dalam hatinya yang mengatakan jika Arman memang menjadi tumbal pesugihan dan kini arwahnya gentayangan.

Sebenarnya Firda juga ingin menceritakan kejadian kemarin sore pada yang orang lain. Namun takut dianggap memperkeruh suasana. Sebagai pribadi, juga sebagai aparat desa, tentu dia wajib menjaga kehormatannya dengan tidak menjadi pihak yang memiliki andil memperkeruh suasana apalgi sampai memojokkan keluarga yang sedang mendapat musibah. Terlebih, Firda pun kenal dengan keluarga Pak Arnadi.

Ada satu orang yang benar-benar Firda percayai untuk bercerita. Namun pemikiran itu pun segera ditepiskan karena Asrul, bukan tipe orang yang mudah percaya dengan perkara takhayul dan sejenisnya.   

“Bu Firda tumben belum ngopi?” tanya Asrul mengejutkan Firda.

“Hah, sampai lupa saya, gara-gara Pak Hasan libur nih, heheheh,” jawab Firda seraya bangkit dari duduknya dan dengan sedikit terburu-buru pergi ke ruangan yang difungsikan sebagi dapur merangkap gudang. 

“Bu Firda inget gak, sama Arman yang dulu PKL di sini?” tanya Asrul tiba-tiba. Firda yang sedang menyeduh kopi pun sedikit tersentak karena tak menyadari jika rekan kerjanya itu ikut menyusulnya ke dapur. 

“Ingetlah. Gak disangka ya, padahal usia dia masih sangat muda.” Firda menjawab seraya membalikan badannya menatap Asrul.

“Eh, ternyata Bu Firda sudah tahu, toh?” timpal Asrul dengan mata yang sedikit terbelalak.

“Tahulah. Kemarin Pak Hasan yang ngasih info. Pak Asrul sendiri tetangga dekatnya malah gak ngasih tahu sama saya,” sesal Firda dengan bibir yang sedikit cemberut.

“Mohon maaf, Bu. Bukan maksud saya gak mau ngasih tahu, tapi situasinya memang sedang tidak kondusif. Ibu tahu gak rumor yang sedang berkembang saat ini? gosip yang bener-bener bikin heboh!” Asrul menatap bola mata Firda yang berusaha menghindari tatapannya.

“Tumbal pesugihan kan?” Firda menjawab to teh point. “Heran kenapa sih harus ada gosip seperti itu. Apakah mereka tidak bisa menjaga perasaan orang yang sedang kemusibahan?” lanjut Firda seraya mendengus kesal.

“Itu yang sangat saya sesalkan. Tapi memang banyak sekali orang yang mengaku didatangi arwahnya Arman. Terutama orang-orang yang pernah dekat dengan almarhum semasa hidupnya,” balas Asrul.

“Apa buktinya kalau mereka didatangi Arman?” selidik Firda untuk mencari kebenaran dan mungkin persamaan antara yang dialaminya dengan yang dialami mereka yang mengaku didatangi.

“Katanya sih, Arman datang dalam wujud dia yang biasa, berjaket ala Dilan. Kalau bukti-buktinya gak ada Bu. Mereka mungkin gak kepikiran atau gak sempet moto, karena datangnya dadakan dan cuma sebentar, dalam hitungan detik.” Asrul terdiam sejenak, “Bu Firda juga kan waktu itu sangat dekat sama Arman. Apakah Ibu juga…”

“Sudahlah Pak, tidak pantas kita ngomongin orang yang sudah meninggal. Lebih baik kita doakan almarhum mendapat tempat yang layak di sisi-Nya!” potong Firda dengan sangat ketus. Dia pun segera melangkah keluar dari dapur tanpa mempedulikan Asrul.

‘Astaga! berarti memang aku tidak salah lihat. Kemarin betul-betul Arman yang mendatangiku. Pak Asrul aja yang biasanya logis, sepertinya mulai percaya dengan hal-hal seperti itu.’ Hati Firda semakin bimbang.

Firda duduk kembali di tempat kerjanya seraya terus memikirkan segala hal yang berkaitan dengan Arman juga segala kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya. Bayangan Arman yang masuk warung Bu Qosim, serta sosok Alex dan sosok bayangan hitam di bawah pohon rambutan, kembali menari-nari di pelupuk matanya.

Firda dilanda keresahan dan kegelisahan yang sesah dia bagi pada siapapun. “Sepertinya aku harus segera bertemu dengan Hendy,” putus Firda sambil merapikan meja kerjanya.

Sementara itu sepeninggal Firda, Asrul hanya melongo untuk beberapa saat. Tak menduga rekan kerjanya akan bereaksi seperti itu. Tak biasanya Firda bicara ketus dan memotong pembicaraan lawan bicaranya. Dia juga sangat tidak mudah termakan gosip yang belum jelas. Selama yang Asrul kenal, Firda selalu menjadi pendengar yang baik dan menanggapi semua yang didengarnya dengan sangat santun dan bijak. Tidak pernah dia bereaksi yang berlebihan, bahkan untuk permasalahan yang lumayan rumit sekalipun.  

Asrul pun tak lama keluar dari dapur, lalu pergi ke warung Bu Qosim untuk membeli rokok.

“Pak Asrul, sini bentar?” Bu Qosim langsung menyambut Asrul dengan ajakan untuk mendekatnya. Sepertinya wanita berusia 40 tahun yang sedikit genit itu ingin berbicara serius dengan Asrul.

“Mau bicara apa, Bu?” tanya Asrul langsung pada sasaran. Tak biasanya Bu Qosim menampakan wajah yang sedikit tegang dan serius kepada pengunjung warungnya.

Dengan sangat hati-hati dan sedikit berbisik, Bu Qosim menceritakan semua peristiwa yang dia anggap sangat aneh tentang Firda kemarin sore.

“Saya curiganya, Neng Firda kemarin itu memang ngeliat penampakan Arman. Berita itu kan sekarang lagi heboh di kampung sebelah.” Wajah Bu Qosim terlihat makin tegang. Ada raut ketakutan yang tak bisa disembunyikannya.

Pernyataan Bu Qosim sontak membuat Asrul sedikit tersentak dan menghubungkan dengan gelagat aneh Firda saat di dapur tadi. Andai cerita Bu Qosim tidak dibenarkan oleh Ana dan Ani, dia pun mungkin akan menduga jika Bu Qosim hanya mengada-ada.

“Setahu ibu, dulu waktu anak itu PKL di sini, kan deket banget sama Neng Firda. Bahkan mereka sering makan di sini. Menurut gosip yang beredar, arwah penasaran anak itu kan suka ngedatangin orang-orang yang dekat dengan dia.” Bu Qosim melengkapi bumbu gosipannya.

“Itu hanya gosip saja, Bu,” ucap Asrul setelah menghela napas, berusaha meredam kegalauan lawan bicaranya.

Asrul benar-benar tak menduga jika gosip itu sudah dengan sangat cepat menyebar kemana-mana, bahkan lintas kampung dan desa. Sebenarnya tadi Asrul pun ingin menyampaikan hal itu pada Firda, dengan maksud agar rekan kerjanya tidak mudah percaya atau merasa terganggu pikirannya. 

“Saya bertetangga dekat dengan orang tuanya almarhum, Bu. Alhamdulillah tidak ada apa-apa dan tidak merasakan apa-apa. Kita jangan terlalu percaya dengan gosip yang tidak jelas sumbernya. Lagian mereka juga tidak bisa membuktikan kalau mereka bener-bener didatangi Arman.” Asrul berusaha menyangkal ucapan Bu Qosim untuk meredam isyu walau jantungnya mulai dag-dig-dug tak karuan, khawatir dengan Firda.  

Setelah membayar rokoknya, Asrul pun segera kembali ke kantornya. Isi kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan yang ingin dia klarifikasi pada Firda. Dia semakin yakin jika Firda merupakan bagian orang yang didatangi Arman dan kini sedang dilanda kecemasan dan kekalutan.   

“Mal, Bu Firda kemana?” tanya Asrul pada salah seorang rekan kerjanya.

“Baru aja keluar, izin mau ke rumah sodaranya, katanya sih ada perlu ngedaadak.”

‘Tumben, Bu Firda ninggalin kantor jam segini. Jangan-jangan….’ Kecurigaan Asrul semakin menjadi-jadi. Lalu dia pun mencari tahu ke rumah saudara yang mana Firda perginya. Setahu dia, Firda tidak memiliki saudara dekat di sekitar sana.

^^^

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fadita Adinata
apa mungkin ditidurin makhlus halus, karena kasian sama Firda, gak pernah dpt kepuasan... atau hal mistis lainnya...
goodnovel comment avatar
Ar_key
ha ha modus si Sandy ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Premanku Canduku   35) Premanku

    Saat tiba di rumah mertua, entah mengapa suasananya terlihat sangat sepi. Tidak banyak tamu padahal menurut ibu mertua sejak bapak resmi menjadi calon anggota legislatif, rumah mereka nyaris tak pernah sepi hampir 24 jam. Setelah diberi uang tips untuk sekedar beli rokok karena ongkos udah dibayarin Mas Bayu, Leo pun kembali pulang dan aku tidak meminta untuk menjemput karena kemungkinannya menginap. Raut wajah Leo tampak sedikit kecewa karena sepertinya dia berharap kembali memboncengku. Selama dalam perjalanan tadi kami tidak banyak ngobrol karena sama-sama memakai helm full face. Namun aku merasakan jika gestur Leo ada yang sedikit berbeda. Lebih perhatian dan bawa motornya pun lebih santai melewati banyak jalan tikus untuk menghindari kemacetan. Dia bahkan memintaku untuk memeluknya. Entah mengapa dia jadi ganjen. Untungnya aku sudah janji mau melupakan hal-hal demikian. Mas Bayu juga sudah mulai berubah, jadinya godaan-godaan kecil seperti yang dilakukan Leo dengan mudah bisa

  • Premanku Canduku   34) Pesona Firda

    Hanya Bah Akin yang tahu persis bagaimana kronologis pertemuan Bunda Eni dengan Ipang. Hal itu memang sangat mereka rahasiakan.Bah Akin tukang pijat kawakan usianya sebaya dengan Pak Kades. Mereka lahir pada tahun yang sama, di kampung yang sama dan bersahabat karib sejak balita. Nasib baik membuat Pak Kades menjadi orang terkaya di kampungnya bahkan diangkat menjadi kepala desa setelahnya. Sementara Bah Akin tetap dengan profesinya sebagai tukang pijat.Pak Kades bukan kacang lupa kulitnya. Untuk membantu perekonomian Bah Akin, dia mengangkatnya menjadi terapis juga buat istrinya yang dinyatkan menderita penyakit menahun diabet. Sementara anak-anak Pak Kades tidak ada yang berminat dipijat.Bah Akin sempat ditawari jadi hansip desa namun menolak karena takut dituduh KKN. Pak Kades selalu memberi imbalan besar, hingga sang kakek sembilan cucu dan lima anak itu merasa sudah sangat cukup menjadi terapis sahabatnya itu. Bah Akin rela membatalkan janji dengan pasien lain jika berbenturan

  • Premanku Canduku   33) Boncengan Gaib

    “Sayang, coba lihat sini bentar!” seru Ipang pada Bunda Eni yang sedang menyeduh kopi di meja makan rumah megahnya.“Ada apa, Sayang?” tanya Bunda Eni seraya bergegas mendatangi Ipang yang berdiri depan kaca jendela balkon rantai dua seraya menatap ke luar, lebih tepatnya jauh ke jalan.“Hmmm liat tuh Bu Firda. Dia sepertinya udah main brondong lagi. Kenal gak sama yang diboncengnya?” Ipang menunjuk Firda yang melintas di depan rumah sang kepala desa itu. “Yang dibonceng Firda? Siapa yang ngebonceng, Sayang? Firda bawa motor sendiri kok!” sangkal Bunda Eni seraya menajamkan pandangan matanya menatap sekaligus mengawasi Firda yang dia lihat hanya punggungnya yang semakin kecil dan menjauh.“Hai, itu liat di belakangnya. Masa Bunda gak bisa ngeliat orang yang dibonceng Bu Firda? Keliatannya masih brondong, tuh dia ngeliat ke belakang ke arah kita, orangnya putih, pake jaket ala si Dilan gitu. Coba deh perhatikan baik-baik.” Ipang berusaha meyakinkan Bunda Eni.“Eh Sayang, kamu kok ja

  • Premanku Canduku   32) Siapakah Bunda Eni?

    “Jadi beneran Arman datang dalam mimpi Ibu?” Asrul kembali memastikan.Firda segera menjawabnya dengan menganggukkan kepala. Dan Asrul hanya bisa menganga, tak menduga jika Arman benar-benar mendatangi Firda. Tidak mungkin Arman datang hanya dalam mimpi pasti datang juga di alam nyata. Tidak mugkin Firda tahu segalanya kalau hanya sebatas mimpi. Demikian asumsi Asrul.Berbeda dengan Asrul, Firda justru sedang memikirkan siapa sesungguhnya Bunda Eni. Firda coba menyusun berbagai mozaik potongan kisah wanita tajir melintir itu dengan apa yang baru saja disaksikan. Bukan sesuatu yang mustahil jika wanita pemburu brondong ini ada di balik kematian Arman.Bunda Eni banyak tahu tentang Arman. Dia pernah ditolak keingiannya oleh Arman. Sebagai istri seorang kades yang tajir melintir, tentu bukan hal yang susah baginya untuk membalas sakit hatinya, bahkan jika perlu melenyapkan siapapun yang dianggap telah melukainya. “Sekarang saya mau tanya. Dari mana Pak Asrul tahu kalau Bunda Eni seb

  • Premanku Canduku   31) Sabar Menanti Respon

    Tok tok tok…Pintu dapur kantor tiga kali diketuk dengan tidak terlalu keras, namun sudah sangat keras untuk bisa menyadarkan Firda dari semua lamunan dan bayangan percintaan Bunda Eni dengan Ipang.“Bu Firda, are you, oke?” tanya Asrul dari balik pintu dengan suara yang terdengar sangat khawatir, karena Firda tidak langsung menjawab ketukan pintunya.“Oke banget, masuk aja, Pak!” balas Firda seraya merapikan pakaian dan duduknya. Dia berharap Asrul tidak terlalu bisa melihat sisa-sisa ketegangan dalam dirinya. Asrul masuk kembali ke ruangan dan langsung duduk berhadapan dengan Firda. Wajah sang lelaki berwatak agamis itu tampak cerah. Hatinya sudah sedikit lega dan tenang karena melihat wajah Firda yang sudah kembali normal. Berdarah dan sedikit berseri-seri walau masih ada sisa-sisa keringat di beberapa titik.“Gimana Bu sudah enteng dan lebih enakan?” Asrul langsung bertanya dengan senyum khasnya.“Alhamdulillah.” Firda menjawab seraya mengulaskan senyum manisnya juga.“Hmmm, gima

  • Premanku Canduku   Pemburu Brondong

    Setelah bersimpuh, Bunda Eni langsung mejilati tepian celana dalam Ipang. Bulu-bulu yang mengawali wilayah yang paling menggairhkankanya itu tampak terserak di batas tepian celana tipis nan seksi itu. Firda baru kali melihat celana dalam lelaki dengan bentuk yang sangat aneh juga menarik. Dia hanya tahu semua sempak lelaki sama saja bentuknya hanya beda warna.Dan pada detik berikutnya, Bunda Eni menampakkan sosok dirinya yang sangat rakus dan nakal. Dengan sangat liarnya wanita yang dalam kesehariannya selalu menutup rapat-rapat auratnya itu membetot celana dalam lelaki yang bukan suaminya itu. Dan dengan gigitannya dia pun menarik lepas celana dalam Ipang dari selangkangannya.Bunda Eni terus menggigit, sementara Ipang mengikuti tarikan gigi Bunda Eni dengan mengangkat kakinya bergantian hingga celan itu benar-benar lepas dan kini berada dalam genggaman sang wanita.Bunda Eni menciumi kain berbentuk segitiga itu sebelum melemparnya ke lantai. Dia tampak begitu bergairah saat menyesa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status