All Chapters of Premanku Canduku: Chapter 1 - Chapter 10
35 Chapters
1) Preman Kampung
“Halo, maaf ini siapa ya?” Aku menyapa seseorang di ujung telepon sana yang nomornya sama sekali tidak kukenal. “Siska, ini gua, Alex!” jawabnya singkat. Seketika detak jantungku terasa berhenti, lalu berdebar-debar tak karuan. Sekujur tubuhku serasa mati rasa, kaku laksana tersambar petir di siang bolong. “Iya Bang, ada apa ya?” tanyaku agak gemetar setelah terdiam beberapa saat. “Nanti jam satu malam, datang ke rumah gua lewat belakang. Datang dalam keadaan telanjang bulat. Saat gua ngeliat lu keluar dari pintu belakang rumah, harus udah bugil. Kalau lu gak mau, maka nyawa suami lu jadi taruhannya!” ancam Alex setelah itu menutup teleponnya. Aku masih ternganga. Terbayang harus berjalan menyeberangi pekarangan belakang rumah sejauh dua puluh meteran dalam keadaan bugil di tengah malam buta. Preman kampung super bejad ini benar-benar sudah gila! Ingin rasanya aku memaki dan menolaknya. Namun aku sangat takut dengan ancamannya. Alex punya banyak teman sesama preman yang bringas d
Read more
2) Suami Lemah
Entah ilmu apa yang dimiliki Alex, hingga tak ada seorang pun yang berani menghentikan aksi tengil dan kesewenang-wenangannya itu. Para aparat maupun pihak berwajib setempat pun seolah tinduk pada kearoganan seorang Alex. Mungkin hanya Tuhan yang bisa menghentikannya kelak. Sepertinya Alex mempunya rekam jekak yang sangat mengerikan hingga semua orang lebih memilih diam daripada berurusan dengannya yang besar kemungkinan menjadi korban berikutnya. Menurut bisik-bisik tetangga, sebenarnya Alex sudah sering keluar masuk penjara karena berbagai tindak kriminalnya. Bahkan dia pernah terlibat dalam perampokan dan pembunuhan sadis satu keluarga. Namun anehnya dia bisa lolos dari jerat hukum. Jika masuk jeruji besi,, hitungannya hanya beberapa hari saja. Sungguh sakti sekali manusia bernama Alex ini. Pantas saja dia semakin semean-mena. Jangan-jangan dia memang dibacking oleh oknum-ioknum aparat yang tidak bertanggung jawab? pikirku. Sejak peristiwa itu, Alex semakin menjadi-jadi dan seri
Read more
3) Tumbal Pesugihan
“Fir, bapak pulang duluan ya. Kamu kenapa belum pulang? Emang lagi ngerjain apa?” tanya seorang lelaki berseragam putih-putih khas seorang kepala desa pada seorang staf wanita yang masih duduk serius depan layar komputernya. “Eh iya, Pak. Sebentar lagi saya juga mau pulang. Ini baru selesai nginput RAB CV Mandiri, Pak,” jawab wanita yang berkerudung warna senada dengan pakaian seragam ASN-nya itu penuh rasa hormat. “Kamu kok betah amat tinggal di kantor, Fir. Proyeknya masih lama, mendingan istirahat dulu. Orang-orang udah pada pulang dari tadi.” Pak Mukhsin atau yang biasa disapa Pak Kades kembali mengingatkan anak buahnya. “Iya, Pak. ini juga sedang shoot down komputernya. Silakan Bapak duluan aja.” Firda sedikit membungkukkan badan serta menganggukkan kepala pertanda hormat kepada atasan yang sudah dianggapnya sebagai bapak kandungnya sendiri. “Oh iya Fir, lusa Bapak sama Yulia ada kegiatan di kecamatan, tolong disiapkan semuanya!” Lelaki berusia enam puluh tiga tahun itu member
Read more
4) Lelaki Misterius
“Neng… Neng Firda kenapa?” Kembali Pak Hanan bertanya dan tangannya terus dikibas-kibaskan depan wajah Firda. “Eh, maaf Pak. Saya ke warung Bu Qosim dulu sebentar,” jawab Firda sambil melangkah meninggalkan Pak Hasan yang masih melongo. Tak mengerti dengan sikap Firda yang dirasanya sangat aneh. Firda mempercepat langkahnya dengan pandangan yang tak sedikit pun lepas dari warung Bu Qosim yang berjarak kurang lebih lima puluh meteran dari kantor desa. Warung tempat hampir semua staf desa biasa nongkrong sambil ngopi, makan siang dan sebagainya. “Eh, Neng cantik, tumben jam segini belum pulang. Ibu kira udah gak siapa-siapa di kantor.” Sang pemilik warung menyapa renyah, ketika Firda datang dengan wajah yang terlihat melongo dan tampak ragu-ragu. “Mau cari apa Neng? Mau makan, Sayang?” Bu Qosim kembali bertanya dengan sapaan khasnya. Firda sama sekali tidak merespon ucapan Bu Qosim. ‘Tumben Neng Firda jadi aneh begini, sampai-sampai gak bales sapaanku, padahal biasanya dia yang nyap
Read more
5) Lapangan Mukhsin
Setelah melewati jembatan yang melintasi sungai besar pembelah desa, Firda mulai sedikit menurunkan kecepatan laju motornya. Beberapa puluh meter kemudian, dia pun menghentikan motornya, lalu memarkirkannya di pinggir jalan yang bersebelahan dengan lapangan desa. Lapangan sepak bola itu selalu ramai karena menjadi salah satu sarana rekreasi dan olah raga hampir seluruh warga desa. Tak jarang remaja-remaja dari desa sebelah pun main ke sana. Lapangan sepak bola yang menjadi kebanggaan semua warga itu, merupakan hibah dari Pak Kades. Kedermawanan Pak Kades telah membuat dirinya kembali menjabat kepala desa untuk ketiga kalinya. Andai jabatan kepala desa tidak dibatasi undang-undang, mungkin beliau akan jadi orang nomor satu di desanya seumur hidup. Semua warga sangat mencintai Pak Mukhsin, sebagai pribadi juga sebagai kepala desa. Semua orang memprediksi akan sulit menemukan penggantinya kelak, kecuali Yulia, anak kedua Pak Kades. Namun sayang, sejak dulu Yulia sudah menolaknya karena
Read more
6) Pesan Rahasia
“Pesan rahasia apa, Hen. Kamu jangan bikin ibu deg-degan dong!” Firda sedikit nyolot terbawa perasaannya yang sudah benar-benar sangat tegang. “Lima hari sebelum meninggal, Arman memaksa saya untuk menemui Ibu di kantor. Namun saat itu saya sedang sibuk di toko. Lantas malamnya seusai Salat Isya, kami mendatangi rumah ibu.” Hendy bicara dengan sangat hati-hati, sementara Firda masih melongo menunggu kelanjutan ceritanya. “Namun ternyata rumah Ibu sudah pindah ke BTN Antiex. Lalu kami pulang lagi karena sudah terlalu malam. Walau pada awalnya Arman maksa untuk tetap menemui Ibu. Tapi saya mencegahnya karena tidak enak kalau ke rumah ibu udah terlalu malam. Lagian dia kan betemunya tidak mau kalau ada Bapak.” Hendy kembali terdiam. “Terus?” Firda mulai terbawa cerita. “Akhirnya kami sepakat untuk menemui ibu di kantor desa beberapa hari kemudian. Seharusnya hari ini. Namun ternyata rencana hanya tinggal rencana, Arman telah pergi sebelum bisa bertemu dengan Ibu.” Unruk sementara Hend
Read more
7) Mendadak Indigo
Firda hampir terpancing emosinya. Namun dia pun sadar tidak mudah menyangkal gosip tanpa didukung bukti-bukti otentik. Bukan hanya di dunia maya, di dunia nyata pun dalam kenyataannya orang-orang lebih mudah percaya pada hoax. Firda hanya bisa geleng-geleng kepala seraya pergi pulang setelah membeli beberapa kebutuhan hariannya. Namun gosip tentang Arman sepertinya masih akan tetap berlanjut hingga mereka bosan sendiri membicarakannya. ‘Gila, tidak salah yang dikatan Hendi. Ternyata ada gosip yang sangat edan di kalangan warga. Aku tak menduga sudah sejauh itu gpsip tentang Arman. Tapi benarkah semua itu?’ rutuk Firda dalam hati. Namun diakui atau tidak, sesungguhnya dia pun mulai sedikit terpengaruh dengan berita-berita yang masuk ke telinganya. Akhirnya Firda sampai di rumahnya. Baru lima bulan dia dan suaminya menempati rumah di kompleks BTN Antiex. Nama sebenarnya BTN Sindang Sari. Namun karena hampir 80% penghuninya berstatus karyawan PT. Textile Antiex, perumahan itu pun ser
Read more
8) Gosip Bu Qosim
Setelah melaksanakan Shalat Maghrib, bayangan Alex dan sosok ganjil yang menyerupai Alex dan mengerikan itu pun menguap dari pikiran dan bayangan Firda. Saat suaminya pulang kerja, semua sudah kembali seperti sedia kala. Firda pun merasa apa yang dilihat dan dialaminya hanya halusinasi, hingga dia memutuskan untuk tidak menceritakan itu pada suaminya. Hari berikutnya Firda sampai di kantornya jam setengah tujuh pagi. Sengaja dia berangkat lebih pagi karena ingin segera bertemu dengan Pak Hasan untuk menanyakan banyak hal tentang Arman. Namun dia harus kecewa karena ternyata Pak Hasan tidak masuk kerja tanpa alasan jelas. Akhirnya Firda hanya duduk termangu di meja kerjanya seraya menunggu yang lain dan memikirkan semua yang telah dialaminya dipadu dengan semua info yang masuk ke telinganya. Keyakinan Firda mulai sedikit goyah. Ada sebersit perasaan dalam hatinya yang mengatakan jika Arman memang menjadi tumbal pesugihan dan kini arwahnya gentayangan. Sebenarnya Firda juga ingin
Read more
9) Hari H
“Kok lama sekali sayang, katanya cuma sebentar?” tanya Mas Bayu saat aku sampai di rumah. “Iya Mas, tadi Bang Alex ngobrolnya lama banget sama teman-temannya,” jawabku berbohong. “Ya udah kita masuk dulu. Mas juga udah nyiapin minuman hangat buat kamu, Sayang” ajak Mas Bayu sambil tersenyum lembut menghangatkan jiwaku yang kaku dan dingin. Aku benar-benar terharu mendapati kelembutan dan perhatiannya. Lalu buru-buru masuk ke rumah dan bergegas masuk kamar mandi. Aku tidak mau Mas Bayu melihatku menangis karena terluka atas penghinaan Alex, sekaligus terharu atas kebaikan suamiku. ‘Mas Bayu, seandainya kamu tahu, istrimu tercinta ini sudah dua dinodai oleh si manusia brengsek itu. Di dalam rahim istrimu kini telah tersemai benih seorang preman kampung yang bertekad ingin merebutku darimu. Maafkan segala kelemahanku, Mas.’ Aku hanya bisa membatin sambil berusaha menahan isak tangis agar tidak menjadi raungan keras yang akan membuat suamiku cemas dan bertanya-tanya, apa sesungguhnya
Read more
10) Kisah Misteri
Hingga beberapa saat lamanya Hendy dan Firda hanya terdiam. Keduanya asik berkelana dengan pikirannya masing-masing. Firda merenungi banyaknya kejanggalan dalam kematian Arman. Sementara Hendy asik menikmati rokok dan segelas kopinya yang sudah dingin. Isi kepalanya sudah sangat lelah memikirkan yang sedang terjadi. Sebagai seorang sahabat yang sudah menganggap Arman sebagi saudara kandungnya tentu saja Hendy memiliki beban moral yang lebih dibanding siapapun. Dia sangat mengenal karekater Arman dengan keluarganya, lebih dari siapapun. Kehilangan yang dirasakan oleh orang tua Arman, juga dirasakan olehnya. “Hen, ibu boleh tanya sesuatu yang sedikit sensitif?” Firda kembali angkat bicara. Tiba-tiba saja dia teringat dengan obrolan emak-emak kemarin sore. “Silakan Bu. Saya tidak akan menutup-nutupinya,” balas Hendy santun. “Kamu kenal dengan Mas Andi, tukang gali kuburan?” tanya Firda dengan sangat hati-hati. “Astagfirullah!” seru Hendy seraya menghentakan punggung pada sandaran kur
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status