Share

Calon Menantu

"Duduk," titah Rangga yang segera dipatuhi Vina.

"Apa alasanmu tiba-tiba mengundurkan diri?"

Vina sudah menduga hal ini. Dia sudah bekerja sangat lama di perusahaan dan tahu apa yang perlu dia lakukan sebelum mengundurkan diri. Dia pun telah menyiapkan jawaban.

"Saya dan Ibu memutuskan untuk pindah dari kota ini, Pak. Ada masalah keluarga yang sangat mendesak dan kami harus segera ke sana hari ini juga."

Rangga meneliti wajah Vina sejenak. Tak seperti sebelumnya, Vina kali ini menatap lurus dirinya.

"Kamu bisa mengambil cuti. Pekerjaanmu masih banyak dan belum ada penggantimu."

"Saya sudah menyelesaikan semua pekerjaan saya kemarin, Pak. Dion bisa menggantikan saya sementara Bapak mencari pengganti saya."

"Kamu tahu aturan perusahaan ini, bukan?"

Vina tak mungkin lupa. Dia harus tinggal selama tiga puluh hari sebelum benar-benar bisa meninggalkan perusahaan untuk mendapat pesangon.

Namun, Vina tak bisa melakukannya. Jika dia tinggal sebulan lagi, perutnya sudah semakin membesar. Vina tak ingin orang-orang menaruh curiga padanya.

"Maaf, tapi saya tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Masalah keluarga saya sangat mendesak, Pak."

"Vina," hardik Rangga dengan suara rendah dan begitu mengintimidasi. "Kamu sudah tahu akibatnya jika keluar semaumu, bukan?"

"Bapak tidak perlu memberi saya pesangon. Hari ini saya datang hanya untuk menyerahkan pengunduran diri," tegas Vina.

Vina tentu sangat tahu, Rangga tak suka dengan karyawan yang berbuat seenaknya sendiri. Terlebih lagi, dengan karyawan yang mengundurkan diri tanpa mematuhi aturan perusahaan.

Rangga akan memblacklist orang itu. Parahnya, dia mungkin tak akan bisa mencari pekerjaan dengan rekanan perusahaan.

Vina tak peduli lagi. Lagi pula, Vina memutuskan hendak membuka usaha kecil-kecilan untuk bertahan hidup. Sangat jarang ada perusahaan yang menerima karyawan hamil tanpa status pernikahan.

"Iya, Pak. Saya tahu."

Rangga menghela napas kasar, "Keluar."

"Terima kasih, Pak. Semoga Bapak selalu diberi kesehatan dan kesuksesan."

Vina memandangi meja kerjanya untuk yang terakhir kali. Dengan cepat, dia memasukkan semua barangnya sendiri, menyisakan beberapa pekerjaan yang telah selesai di atas meja.

Dion datang sesaat kemudian. Dia menyapa Vina, lalu masuk ke ruangan Rangga. Hanya beberapa menit saja, Dion kembali muncul mendekati Vina dengan langkah tergesa.

"Kamu serius mau keluar? Kenapa? Gajimu kurang? Atau karena dimarahi Pak Rangga?"

"Ada masalah keluarga," jawab Vina singkat.

"Oh ... aku kira karena ..." Dion berhenti bicara.

"Karena apa?"

"Tidak, lupakan. Kalau kamu mau bekerja di sini lagi, kamu bisa hubungi aku, Vin. Kamu tahu, Pak Rangga susah cocok dengan karyawan. Cuma kamu yang tahan bertahun-tahun dengan lelaki aneh sepertinya. Aku akan kerepotan mencari penggantimu nanti."

Vina tersenyum tipis. "Semoga beruntung. Jaga diri baik-baik."

Vina pun berpamitan pada semua orang yang dia kenal. Banyak yang menyayangkan kepergian Vina. Tapi, tak ada yang dapat Vina lakukan selain mengabaikan.

Saat dia sampai di depan gedung, Vina berbalik sekali lagi. Menatap tinggi dinding kaca lantai lima puluh lima, tempat di mana dia menghabiskan empat tahunnya dengan bekerja keras.

Vina tersenyum sekilas, kemudian melanjutkan perjalanan. Dia telah meninggalkan luka itu di sana. Dan berharap tak akan lagi bertemu dengannya.

Rasa sesak yang beberapa hari ini mendera Vina sirna begitu dia tak lagi melihat gedung perusahaan Cakrawala. Sekarang, Vina hanya ingin fokus dengan kehamilannya, membesarkan buah hatinya seorang diri. Memberikan cinta bertubi-tubi untuk menggantikan sosok seorang ayah.

*Tiga tahun kemudian

Vina mulai disibukkan oleh pesanan katering untuk acara besar di hotel. Setelah melahirkan seorang bayi perempuan, usahanya semakin berkembang pesat.

Terkadang Vina harus memanggil beberapa teman sekaligus tetangganya untuk membantu menyelesaikan pesanan. Seperti saat ini. Santi dan Ida sudah ada di rumahnya sejak pagi.

Hanya tiga orang saja cukup. Pekerjaan mereka begitu cepat dan sempurna. Karena itu, semakin banyak pula orang yang menjadi langganan Vina.

"Bunda ... cucunya mana?" Seorang bocah merengek meminta susu di kaki Vina.

"Rachel sudah bangun? Di mana nenekmu?"

Di saat Vina menanyakan hal tersebut, bocah menggemaskan itu menunjuk ke satu arah. Terlihat pintu terbuka dan sosok Martha muncul.

"Ya ampun, Nenek ketiduran. Ayo, sini sama Nenek. Bunda masih banyak pekerjaan."

"Tidak apa-apa, Bu. Sudah selesai, kok. Sini, Sayang."

Vina menggendong Rachel dalam pelukan sambil membuatkan susu untuk putri kecil kesayangannya. Seperti biasa, meskipun baru bangun tidur, setelah meminum dan dipeluk bundanya selama setengah jam, Rachel kembali terlelap.

"Lihat, dia tidur lagi." Vina terkekeh pelan. "Titip Rachel sebentar, Bu. Aku mau mengantar pesanan dulu."

"Lama juga tidak apa-apa."

Vina mengecup kening Rachel, lalu keluar kamar pelan-pelan agar tak membangunkan. Bisa gawat jadinya jika Rachel tahu Vina pergi tanpa mengajaknya. Kalau diajak pun Vina takut Rachel akan keluyuran saat Vina sibuk dengan pekerjaannya.

Keingintahuan bocah tiga tahun lebih dua bulan itu akhir-akhir ini semakin besar. Tanpa Martha, Vina agak kewalahan menjaganya sendirian. Pun Vina tak ingin merepotkan ibunya terus menerus.

"Maaf, Vin. Aku tidak bisa ikut menemani," ucap Santi.

"Aku sama Ida saja cukup. Terima kasih, ya. Nanti bayarannya aku transfer." Vina mengedipkan sebelah mata.

"Siap, Bos. Bonusnya jangan lupa." Santi melambaikan tangan. Vina pun melajukan mobilnya.

Tak berselang lama, mereka sampai juga di hotel super mewah yang belum lama ini dibuka. Biasanya, pihak hotel akan langsung mengambil pesanan dan Vina bisa langsung kembali.

Tapi, kali ini berbeda. Pihak hotel mungkin sangat kerepotan karena acara yang akan diadakan sepertinya sangat penting. Vina dan Ida disuruh ikut mengantar sisa pesanan sampai ke ballroom hotel.

"Gila, besar sekali hotelnya. Seumur-umur aku baru melihat ada tempat megah mirip istana seperti ini," celetuk Ida.

"Nanti kamu menikah di sini saja. Pesan katering di aku. Dan kamu sendiri yang bantu-bantu masak." Vina tertawa kecil.

"Yang ada, kami langsung jadi miskin setelah menikah, Vin. Mending uangnya dibuat beli rumah."

"Kalau sudah selesai, mohon meninggalkan tempat ini. Kami masih harus menyiapkan yang lain," ucap seorang pria berjas hitam, yang pasti bukan dari pihak hotel.

"Baik," jawab Vina dan Ida bersamaan.

Dalam perjalanan, mereka mendengar obrolan para karyawan hotel. Rupanya, pemilik hotel akan mengadakan acara pertunangan cucunya.

"Pantas saja pesanan makanannya memilih yang mahal-mahal, tapi kenapa cuma dikit, ya? Tidak sampai ribuan dan hanya minta porsi dua ratus orang," bisik Ida.

"Mungkin yang diundang cuma orang-orang penting saja."

Mereka akhirnya meninggalkan obrolan ketika menunggu pintu elevator terbuka. Seorang wanita super cantik bak model internasional muncul dari dalam.

Wanita itu berjalan anggun dan sedikit angkuh. Dari gaun merah panjangnya, sudah bisa dilihat jika wanita itu orang yang sangat penting dan kaya raya.

"Selamat datang, Nona Belinda," sapa beberapa karyawan hotel sambil menunduk sopan.

"Kakek mertuaku sudah datang?" tanya Belinda.

"Sudah, Nona. Kami akan mengantar Nona ke tempat Pak Mahendra Cakrawala menunggu.”

Vina tertegun dan mengalihkan pandangannya ke arah Belinda.

"Cakrawala? Bukankah itu …"

Tepat saat Vina memikirkan hal tersebut, dia pun melihat mata Belinda berbinar kala menatap ke arahnya–tidak, lebih tepatnya menatap orang di belakang Vina. “Rangga! Kamu sampai juga!”

DEG!

Saat mendengar ucapan itu, tubuh Vina membeku. Hanya ketika Belinda melewati dirinya barulah tubuhnya bergerak untuk mengikuti gerakan wanita tersebut.

Detik Vina memandang sosok yang dihampiri Belinda, napasnya terasa sesak. Manik hitam pria berwajah dingin itu masih sama memesonanya dengan tiga tahun yang lalu.

'Rangga Cakrawala ….'

Komen (237)
goodnovel comment avatar
Triya Septriyani
Keren cerita ny..
goodnovel comment avatar
Senani Yusuf
Seru cerita x
goodnovel comment avatar
Queensha Adiva
g punya uang beli koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status