Share

Calon Menantu

Penulis: VERARI
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-19 12:42:16

"Duduk," titah Rangga yang segera dipatuhi Vina.

"Apa alasanmu tiba-tiba mengundurkan diri?"

Vina sudah menduga hal ini. Dia sudah bekerja sangat lama di perusahaan dan tahu apa yang perlu dia lakukan sebelum mengundurkan diri. Dia pun telah menyiapkan jawaban.

"Saya dan Ibu memutuskan untuk pindah dari kota ini, Pak. Ada masalah keluarga yang sangat mendesak dan kami harus segera ke sana hari ini juga."

Rangga meneliti wajah Vina sejenak. Tak seperti sebelumnya, Vina kali ini menatap lurus dirinya.

"Kamu bisa mengambil cuti. Pekerjaanmu masih banyak dan belum ada penggantimu."

"Saya sudah menyelesaikan semua pekerjaan saya kemarin, Pak. Dion bisa menggantikan saya sementara Bapak mencari pengganti saya."

"Kamu tahu aturan perusahaan ini, bukan?"

Vina tak mungkin lupa. Dia harus tinggal selama tiga puluh hari sebelum benar-benar bisa meninggalkan perusahaan untuk mendapat pesangon.

Namun, Vina tak bisa melakukannya. Jika dia tinggal sebulan lagi, perutnya sudah semakin membesar. Vina tak ingin orang-orang menaruh curiga padanya.

"Maaf, tapi saya tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Masalah keluarga saya sangat mendesak, Pak."

"Vina," hardik Rangga dengan suara rendah dan begitu mengintimidasi. "Kamu sudah tahu akibatnya jika keluar semaumu, bukan?"

"Bapak tidak perlu memberi saya pesangon. Hari ini saya datang hanya untuk menyerahkan pengunduran diri," tegas Vina.

Vina tentu sangat tahu, Rangga tak suka dengan karyawan yang berbuat seenaknya sendiri. Terlebih lagi, dengan karyawan yang mengundurkan diri tanpa mematuhi aturan perusahaan.

Rangga akan memblacklist orang itu. Parahnya, dia mungkin tak akan bisa mencari pekerjaan dengan rekanan perusahaan.

Vina tak peduli lagi. Lagi pula, Vina memutuskan hendak membuka usaha kecil-kecilan untuk bertahan hidup. Sangat jarang ada perusahaan yang menerima karyawan hamil tanpa status pernikahan.

"Iya, Pak. Saya tahu."

Rangga menghela napas kasar, "Keluar."

"Terima kasih, Pak. Semoga Bapak selalu diberi kesehatan dan kesuksesan."

Vina memandangi meja kerjanya untuk yang terakhir kali. Dengan cepat, dia memasukkan semua barangnya sendiri, menyisakan beberapa pekerjaan yang telah selesai di atas meja.

Dion datang sesaat kemudian. Dia menyapa Vina, lalu masuk ke ruangan Rangga. Hanya beberapa menit saja, Dion kembali muncul mendekati Vina dengan langkah tergesa.

"Kamu serius mau keluar? Kenapa? Gajimu kurang? Atau karena dimarahi Pak Rangga?"

"Ada masalah keluarga," jawab Vina singkat.

"Oh ... aku kira karena ..." Dion berhenti bicara.

"Karena apa?"

"Tidak, lupakan. Kalau kamu mau bekerja di sini lagi, kamu bisa hubungi aku, Vin. Kamu tahu, Pak Rangga susah cocok dengan karyawan. Cuma kamu yang tahan bertahun-tahun dengan lelaki aneh sepertinya. Aku akan kerepotan mencari penggantimu nanti."

Vina tersenyum tipis. "Semoga beruntung. Jaga diri baik-baik."

Vina pun berpamitan pada semua orang yang dia kenal. Banyak yang menyayangkan kepergian Vina. Tapi, tak ada yang dapat Vina lakukan selain mengabaikan.

Saat dia sampai di depan gedung, Vina berbalik sekali lagi. Menatap tinggi dinding kaca lantai lima puluh lima, tempat di mana dia menghabiskan empat tahunnya dengan bekerja keras.

Vina tersenyum sekilas, kemudian melanjutkan perjalanan. Dia telah meninggalkan luka itu di sana. Dan berharap tak akan lagi bertemu dengannya.

Rasa sesak yang beberapa hari ini mendera Vina sirna begitu dia tak lagi melihat gedung perusahaan Cakrawala. Sekarang, Vina hanya ingin fokus dengan kehamilannya, membesarkan buah hatinya seorang diri. Memberikan cinta bertubi-tubi untuk menggantikan sosok seorang ayah.

*Tiga tahun kemudian

Vina mulai disibukkan oleh pesanan katering untuk acara besar di hotel. Setelah melahirkan seorang bayi perempuan, usahanya semakin berkembang pesat.

Terkadang Vina harus memanggil beberapa teman sekaligus tetangganya untuk membantu menyelesaikan pesanan. Seperti saat ini. Santi dan Ida sudah ada di rumahnya sejak pagi.

Hanya tiga orang saja cukup. Pekerjaan mereka begitu cepat dan sempurna. Karena itu, semakin banyak pula orang yang menjadi langganan Vina.

"Bunda ... cucunya mana?" Seorang bocah merengek meminta susu di kaki Vina.

"Rachel sudah bangun? Di mana nenekmu?"

Di saat Vina menanyakan hal tersebut, bocah menggemaskan itu menunjuk ke satu arah. Terlihat pintu terbuka dan sosok Martha muncul.

"Ya ampun, Nenek ketiduran. Ayo, sini sama Nenek. Bunda masih banyak pekerjaan."

"Tidak apa-apa, Bu. Sudah selesai, kok. Sini, Sayang."

Vina menggendong Rachel dalam pelukan sambil membuatkan susu untuk putri kecil kesayangannya. Seperti biasa, meskipun baru bangun tidur, setelah meminum dan dipeluk bundanya selama setengah jam, Rachel kembali terlelap.

"Lihat, dia tidur lagi." Vina terkekeh pelan. "Titip Rachel sebentar, Bu. Aku mau mengantar pesanan dulu."

"Lama juga tidak apa-apa."

Vina mengecup kening Rachel, lalu keluar kamar pelan-pelan agar tak membangunkan. Bisa gawat jadinya jika Rachel tahu Vina pergi tanpa mengajaknya. Kalau diajak pun Vina takut Rachel akan keluyuran saat Vina sibuk dengan pekerjaannya.

Keingintahuan bocah tiga tahun lebih dua bulan itu akhir-akhir ini semakin besar. Tanpa Martha, Vina agak kewalahan menjaganya sendirian. Pun Vina tak ingin merepotkan ibunya terus menerus.

"Maaf, Vin. Aku tidak bisa ikut menemani," ucap Santi.

"Aku sama Ida saja cukup. Terima kasih, ya. Nanti bayarannya aku transfer." Vina mengedipkan sebelah mata.

"Siap, Bos. Bonusnya jangan lupa." Santi melambaikan tangan. Vina pun melajukan mobilnya.

Tak berselang lama, mereka sampai juga di hotel super mewah yang belum lama ini dibuka. Biasanya, pihak hotel akan langsung mengambil pesanan dan Vina bisa langsung kembali.

Tapi, kali ini berbeda. Pihak hotel mungkin sangat kerepotan karena acara yang akan diadakan sepertinya sangat penting. Vina dan Ida disuruh ikut mengantar sisa pesanan sampai ke ballroom hotel.

"Gila, besar sekali hotelnya. Seumur-umur aku baru melihat ada tempat megah mirip istana seperti ini," celetuk Ida.

"Nanti kamu menikah di sini saja. Pesan katering di aku. Dan kamu sendiri yang bantu-bantu masak." Vina tertawa kecil.

"Yang ada, kami langsung jadi miskin setelah menikah, Vin. Mending uangnya dibuat beli rumah."

"Kalau sudah selesai, mohon meninggalkan tempat ini. Kami masih harus menyiapkan yang lain," ucap seorang pria berjas hitam, yang pasti bukan dari pihak hotel.

"Baik," jawab Vina dan Ida bersamaan.

Dalam perjalanan, mereka mendengar obrolan para karyawan hotel. Rupanya, pemilik hotel akan mengadakan acara pertunangan cucunya.

"Pantas saja pesanan makanannya memilih yang mahal-mahal, tapi kenapa cuma dikit, ya? Tidak sampai ribuan dan hanya minta porsi dua ratus orang," bisik Ida.

"Mungkin yang diundang cuma orang-orang penting saja."

Mereka akhirnya meninggalkan obrolan ketika menunggu pintu elevator terbuka. Seorang wanita super cantik bak model internasional muncul dari dalam.

Wanita itu berjalan anggun dan sedikit angkuh. Dari gaun merah panjangnya, sudah bisa dilihat jika wanita itu orang yang sangat penting dan kaya raya.

"Selamat datang, Nona Belinda," sapa beberapa karyawan hotel sambil menunduk sopan.

"Kakek mertuaku sudah datang?" tanya Belinda.

"Sudah, Nona. Kami akan mengantar Nona ke tempat Pak Mahendra Cakrawala menunggu.”

Vina tertegun dan mengalihkan pandangannya ke arah Belinda.

"Cakrawala? Bukankah itu …"

Tepat saat Vina memikirkan hal tersebut, dia pun melihat mata Belinda berbinar kala menatap ke arahnya–tidak, lebih tepatnya menatap orang di belakang Vina. “Rangga! Kamu sampai juga!”

DEG!

Saat mendengar ucapan itu, tubuh Vina membeku. Hanya ketika Belinda melewati dirinya barulah tubuhnya bergerak untuk mengikuti gerakan wanita tersebut.

Detik Vina memandang sosok yang dihampiri Belinda, napasnya terasa sesak. Manik hitam pria berwajah dingin itu masih sama memesonanya dengan tiga tahun yang lalu.

'Rangga Cakrawala ….'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (237)
goodnovel comment avatar
Triya Septriyani
Keren cerita ny..
goodnovel comment avatar
Senani Yusuf
Seru cerita x
goodnovel comment avatar
Queensha Adiva
g punya uang beli koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Akhir

    Gaun keemasan membalut tubuh gadis itu, warna yang menjadi favoritnya sejak kecil. Dia melihat dirinya sendiri di depan cermin.Sempurna!Segala persiapan telah selesai. Gadis itu melangkah dengan percaya diri keluar dari ruang rias. Para pelayan menunduk hormat ketika gadis itu melewati mereka. Salah seorang pelayan memberikan buket bunga yang senada warna dengan gaun yang dikenakannya.“Selamat atas pernikahan Anda, Nona,” ujar pelayan itu.“Terima kasih.” Tak ada tanda-tanda kegugupan di wajahnya biarpun gadis itu baru pertama kali menikah. Kenapa harus gugup? Bukankah hari ini merupakan hari bahagianya? Dia hanya akan tersenyum ketika menyambut pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pria yang sangat dicintainya dan harus menikah dengannya.Di arah yang berlawanan, Vina dan Belinda berjalan cepat ke arahnya. Mereka berdua memeluk dan mengucapkan selamat padanya.Vina yang sudah berdandan cantik dan berusaha tak menangis itu, tak dapat membendung air mata haru. Dia menangk

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Julian dan Belinda

    “Bukan begitu, Ma. Tadi, Mama dan Vina sedang seru bicara. Aku tidak enak mau memotong pembicaraan Mama dan Vina,” balas Belinda dengan suara lirih.Entah ke mana perginya Belinda yang selalu berani kepada semua orang? Ketika menghadapi mertuanya, Belinda merasa segan dan harus terlihat baik. Hingga dirinya tak sadar telah membuat kesalahan yang menyinggung ibu mertuanya.“Benar … sebentar lagi jam sarapan. Kita siap-siap dulu, yuk,” ajak vina sekaligus ingin menghentikan Dewi menegur Belinda.Vina memahami apa yang Belinda rasakan saat ini. Dewa juga sempat bercerita dengannya, tentang tangisan Belinda kemarin.Tak pernah Vina sangka bahwa dirinyalah yang membawa kesedihan di hati Belinda tanpa dia sendiri sadari. Namun, Vina juga tak mungkin tiba-tiba menjauhi Dewi atau tak mau bicara lagi dengannya.Alih-alih pergi bersama Belinda, Dewi justru mengajak Vina pergi ke dapur untuk melihat menu sarapan pagi ini. Vina ingin sekali menolak Dewi di saat Belinda masih dapat mendengar mereka

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Tidak Benci tapi Tidak Suka

    Julian tak terima jika istrinya dituduh sembarangan. Dia sudah bicara baik-baik dengan ibunya. Tetapi, Dewi malah berbalik memojokkan Belinda.“Terserah Mama saja. Bayangkan sendiri kalau Mama jadi Linda. Mama merasa tidak diterima keluarga Papa, lalu mertua Mama malah bersikap baik pada wanita lain.”“Itu tidak mungkin terjadi, Ian! Keluarga papamu sangat baik pada Mama,” sanggah Dewi.“Bukan itu intinya, Ma!”Julian membuang napas kasar. Tak ada gunanya bicara dengan ibunya. Dia lantas meninggalkan Dewi dan akan menghibur istrinya yang pasti masih murung karena merasa tak dianggap ibunya.Namun, di dalam kamarnya, Vina telah berhasil mencairkan suasana hingga Belinda terlihat mengulas senyuman tatkala mereka membicarakan anak-anak.Julian lantas tidur di sisi istrinya. Dia benar-benar lelah hingga kurang tidur karena menjaga Belinda dan bayinya dua puluh empat jam.Vina pun mengajak suaminya keluar kamar mereka setelah puas melihat keponakan barunya. Setelah Vina menutup pintu, dan b

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Menantu Pilihan

    “Astaga … kenapa kamu bicara seperti itu? Apa yang Mama katakan padamu?”Belinda menggeleng-gelengkan pelan kepalanya, kemudian mengambil Lilian yang berada dalam gendongan Dewa yang menunggu mereka di luar kamar. “Terima kasih, Om.”Dewa tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Dia lantas pergi menemui Dewi untuk menegurnya.“Di sini kamu rupanya.” Dewa duduk di bangku tempat Dewi sedang berdiri memandangi Vina. “Apa yang kamu katakan pada menantumu?”Dewi menoleh pada Dewa singkat. “Apa maksudmu? Aku jarang bicara dengannya. Hari ini pun aku tidak bicara dengannya.”Dewa melihat ke arah Dewi memandang. Dia tahu jika Dewi sedang mengamati Vina, tetapi Dewa kurang peka dengan situasi. Dia tak paham dengan apa yang kakaknya pikirkan. Kenapa Dewi terus-terusan menatap Vina? Apakah Dewi tak menyukai menantu Dewa itu?Dewa menepis pikiran buruknya. Dia kembali konsentrasi dengan masalah Belinda.“Belinda dulu memang sangat menyebalkan. Tetapi, sejak melahirkan Axel, Belinda berubah total

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Ibu Mertua

    “Aku harus menemani Belinda dan Lilian di sini. Ada banyak orang di rumah Rangga. Kenapa Axel harus dijemput segala?” protes Julian emosi.Dewi membuang napas kasar. “Tidak baik berhutang budi pada sepupumu. Kamu tidak malu karena minta tolong pada Rangga? Ada Tristan juga yang bisa kamu suruh menjaga Axel.”“Tristan tidak boleh terlalu dekat dengan Axel. Dia bisa tergoda merebut istri dan anakku!” Julian meninggikan suara karena nada bicara Dewi terkesan mengajarinya. Julian paling tak suka jika diperlakukan seolah dia tak bisa memutuskan segalanya sendirian.“Kalau istri dan anakmu juga mau bersama Tristan, berarti itu salah istrimu!” Dewi juga tak suka jika Julian bersikap kurang ajar padanya.“Kalian bisa berhenti berteriak tidak?! Kita sekarang sedang berada di rumah sakit!” Dan suara Lia yang paling keras di antara mereka.Dan benar saja, sesaat kemudian, seorang perawat menegur mereka. Perawat itu juga menyampaikan bahwa Belinda sudah bisa keluar dari rumah sakit besok karena ta

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Trauma

    Julian melihat ruangan putih di sekelilingnya. Apakah dia sedang bermimpi? Atau dirinya telah mati?Potongan-potongan ingatan meluncur cepat dalam benaknya. Mata Julian terbuka lebar.“Linda!” pekik Julian seraya bangun terduduk begitu mengingat kejadian terakhir yang dilihatnya.“Julian, kamu sudah bangun.” Vina menemani Julian di kursi samping ranjang. Di sudut ruangan, Rangga menutup mulutnya dengan punggung tangan sambil menahan tawa. Bisa-bisanya Julian pingsan saat menemani Belinda melahirkan!“Bayiku kenapa, Vin?! Linda ada di mana?” Julian berusaha berdiri dengan kalap. “Ada air menyembur dan ….”Manik mata Julian bergerak-gerak tak beraturan. Dia mencoba mencari tahu arti tatapan Vina, tetapi kepanikan membuat Julian tak dapat berpikir jernih.“Kenapa hanya ada air yang keluar? Bayiku bagaimana? Apa Belinda keguguran?” Julian takut bukan main ketika bayangan air ketuban pecah tak hilang dari benaknya.“Tenang, Julian!” bentak Vina. “Linda masih di ruang persalinan. Kamu tungg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status