Share

Nyawa Baru

Author: VERARI
last update Last Updated: 2023-05-19 11:25:49

"Vina tidak memberi tahu Anda? Semalam saya ada urusan mendadak, jadi saya meminta Vina untuk menggantikan saya."

"Hanya itu?" Rangga mengangkat salah satu alisnya, meneliti wajah Dion lekat-lekat. Tidak ada kejanggalan yang dia temukan.

"Apa lagi memangnya, Pak?" Dion menggaruk tengkuknya, tak mengerti arah pembicaraan ini.

"Lupakan ..." Rangga menjeda ucapannya sesaat. "Carikan rekaman semalam. Dari saat di bar, hotel, dan semuanya."

"Untuk apa, Pak?"

Rangga menatap Dion penuh penekanan. Dion tahu jika Rangga tak suka ditanya-tanya, apalagi dibantah. Tak mau dimarahi, asisten pribadinya itu bergegas pamit, lalu melaksanakan perintahnya.

Hanya butuh waktu kurang dari satu jam, Dion telah kembali membawa seluruh rekaman CCTV. Setelah mengusir Dion, Rangga mulai meneliti satu persatu semuanya.

Rangga mengusap wajah dengan kasar. Kemudian, mengambil tangkapan layar wanita misterius yang membawa dirinya dari bar sampai hotel dan mengirimkan kepada Dion untuk mencari tahu identitasnya.

Wanita itu juga tertangkap kamera pengawas sedang membubuhkan sesuatu ke dalam minuman saat Rangga berpaling sejenak.

Rangga menggeram marah. Siapa orang yang berani bermain-main dengannya?

Dia kembali memutar lanjutan video dari depan kamar hotel setelah amarahnya sedikit reda. Sosok Vina muncul dan mengusir si wanita saat berusaha memapah Rangga ke kamar.

Rangga juga yang menarik Vina ke dalam setelah wanita itu pergi. Hingga pagi menjelang, hanya dirinya dan Vina yang keluar dari kamar.

***

Satu bulan berlalu, Vina akhirnya dapat menerima situasi. Lebih tepatnya, memaksa diri untuk menerima keadaan dirinya yang bukan gadis lagi.

Baik Vina maupun Rangga juga tak banyak berkomunikasi. Vina memilih mengingatkan pertemuan-pertemuan penting dan beberapa hal mendesak melalui pesan singkat atau telepon. Sebagian besar laporan pun hanya dikirim melalui email.

Rangga juga tak pernah bertanya, tak juga menegur perubahan Vina. Dari awal, pria itu memang irit bicara jika bukan untuk membahas masalah penting.

"Vin, Pak Rangga sudah datang? Aku mau menyerahkan laporan akhir bulan, boleh titip?" tanya Melia yang baru saja datang.

"Aku lagi sibuk sekali. Langsung masuk saja ke ruangannya. Sebentar lagi Pak Rangga mau pergi."

Melia mengomel tak jelas meninggalkan Vina. Sudah beberapa minggu Vina sengaja tak mau mengantarkan sesuatu yang tidak benar-benar harus dilakukan oleh dirinya sendiri.

Begitu cara Vina menghindari bertemu dengan Rangga secara langsung. Namun, akhir-akhir ini, Vina memang banyak disibukkan oleh pekerjaan. Hingga kepalanya sering terasa pusing.

Seperti sekarang, baru juga duduk selama dua jam, Vina sudah merasa letih, panggulnya pun terasa sangat nyeri. Mendadak Vina ingin menangis karena tubuhnya terasa sangat tak nyaman.

Belum juga rasa itu menghilang, Vina merasa perutnya seperti diaduk-aduk. Dia bergegas ke kamar mandi dan memuntahkan seluruh isi dalam perutnya.

Vina memegang keningnya sendiri guna mengecek suhu badan. "Tidak demam. Apa aku pulang saja hari ini?"

'Tidak ... aku harus bertemu Pak Rangga untuk minta izin.'

Hari berikutnya, Vina terpaksa mengambil cuti karena kondisinya tak kunjung membaik. Lalu, Vina hanya mengirim pesan singkat kepada Rangga karena tak ingin mendengar suaranya melalui sambungan telepon.

Rangga membalasnya, tetapi sebelum Vina melihatnya, Vina berlari ke kamar mandi dan muntah lagi. Pagi ini, sudah dua kali dia muntah-muntah. Sampai hanya tersisa cairan saja.

"Kamu ini ... seperti orang hamil muda saja." Martha–Ibu Vina yang tadinya berada di kamar pun menyusul ke dalam kamar mandi dan memijat tengkuk Vina.

Vina tertegun sesaat oleh kata-kata Martha. Mendadak tubuhnya menggigil. Vina baru ingat jika malam itu Rangga tak menggunakan pengaman.

Dalam benak, Vina menghitung kapan terakhir periodel datang bulannya. Dadanya terasa sesak saat sadar enam minggu telah terlewati sejak terakhir datang bulan.

Vina bergegas meraih jaket dan mengambil dompet. Lalu, keluar menuju apotek yang tak jauh dari rumah.

'Semoga tidak ... Jangan sampai aku benar-benar hamil. Aku mohon ....'

Namun, harapan mengkhianati. Semua lima test pack berbeda merek di tangan Vina menampilkan dua garis merah yang menandakan bahwa dirinya benar-benar tengah mengandung.

Vina menangis dan menjerit sejadi-jadinya tanpa suara sambil menutup mulut. Tak mau Martha sampai mendengar.

'Ini pasti salah ...'

Luka yang telah Vina sembunyikan rapat-rapat kembali terbuka. Jauh lebih perih daripada sebelumnya.

Akan tetapi, Vina terus menolak untuk percaya. Dia pun menuju ke rumah sakit dengan perasaan gelisah. Sampai tak sadar, taksi yang membawanya telah sampai di depan rumah sakit.

Vina berjalan lemah menuju poli kandungan. Dia menoleh ke kanan dan kiri sebelum memasuki ruang pemeriksaan. Memastikan tak ada seseorang yang dikenalnya.

Degup jantung Vina berpacu kencang tatkala dokter spesialis kandungan mulai membalurkan gel di perutnya. Dokter itu mulai menggerakkan transducer. Beberapa saat kemudian, muncul sebuah gambar di layar monitor.

"Ibu bisa lihat bagian kecil ini?" Tunjuk sang dokter pada monitor. "Itu adalah kantung kehamilan, Bu. Melihat dari ukurannya, kandungan Ibu telah memasuki usia empat minggu."

Air mata Vina meleleh begitu mendengar penjelasan dokter. Dokter yang berpikir Vina menangis bahagia itu membantu Vina bangkit setelah membersihkan sisa gel di perut.

"Saya akan meresepkan vitamin ..."

Dokter itu terus menjelaskan panjang lebar mengenai kehamilan di trimester pertama. Vina sama sekali tak mendengar. Ucapan doker itu begitu samar di telinga.

'Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana ini? Apakah aku ...'

Vina menelan ludah susah payah. Baru saja, Vina berpikir untuk melenyapkan bayi yang baru seukuran kacang itu. Vina segera mengenyahkan pikiran jahat yang sempat terlintas sesaat.

'Tidak ... bayi ini tidak bersalah! Dia berhak hidup di dunia ini. Haruskah aku memberi tahu Pak Rangga?'

Setelah mendapatkan resepnya, Vina duduk di bangku depan poli kandungan. Kakinya terasa sangat lemas, susah dibawa ke mana-mana.

Dunia di sekitar Vina seakan runtuh begitu teringat ucapan Rangga sebulan lalu. Rangga tak ingin memiliki istri, apalagi seorang anak. Dari seorang Vina yang tak ada hubungan apa-apa dengannya pula.

Jika nekat mengatakan kehamilannya, Vina takut kalau Rangga akan mendesak untuk menggugurkan kandungan. Meskipun tak menginginkannya, Vina tak mungkin tega membuang kehidupan baru yang ada di rahimnya.

Bukan hanya itu saja yang tengah Vina pikirkan. Bagaimana cara Vina menjelaskan pada sang ibu? Bagaimana reaksi Martha jika tahu Vina hamil di luar nikah?

Vina tak ingin menyakiti dan mempermalukan ibunya. Tetapi, dia juga tak bisa menyembunyikan kehamilannya.

Tanpa Vina sadari, seseorang tengah menyorot dirinya. "Kenapa Vina keluar dari poli kandungan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (14)
goodnovel comment avatar
Zuroidaa
Vina hamil ya Tuhan
goodnovel comment avatar
Siti Sundari Zawa
baguuuus ceritanya
goodnovel comment avatar
Peny Valerea
semakin lama critanya smkin mnarik...dan bikin penasaran..endingnya nti gimana ..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Akhir

    Gaun keemasan membalut tubuh gadis itu, warna yang menjadi favoritnya sejak kecil. Dia melihat dirinya sendiri di depan cermin.Sempurna!Segala persiapan telah selesai. Gadis itu melangkah dengan percaya diri keluar dari ruang rias. Para pelayan menunduk hormat ketika gadis itu melewati mereka. Salah seorang pelayan memberikan buket bunga yang senada warna dengan gaun yang dikenakannya.“Selamat atas pernikahan Anda, Nona,” ujar pelayan itu.“Terima kasih.” Tak ada tanda-tanda kegugupan di wajahnya biarpun gadis itu baru pertama kali menikah. Kenapa harus gugup? Bukankah hari ini merupakan hari bahagianya? Dia hanya akan tersenyum ketika menyambut pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pria yang sangat dicintainya dan harus menikah dengannya.Di arah yang berlawanan, Vina dan Belinda berjalan cepat ke arahnya. Mereka berdua memeluk dan mengucapkan selamat padanya.Vina yang sudah berdandan cantik dan berusaha tak menangis itu, tak dapat membendung air mata haru. Dia menangk

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Julian dan Belinda

    “Bukan begitu, Ma. Tadi, Mama dan Vina sedang seru bicara. Aku tidak enak mau memotong pembicaraan Mama dan Vina,” balas Belinda dengan suara lirih.Entah ke mana perginya Belinda yang selalu berani kepada semua orang? Ketika menghadapi mertuanya, Belinda merasa segan dan harus terlihat baik. Hingga dirinya tak sadar telah membuat kesalahan yang menyinggung ibu mertuanya.“Benar … sebentar lagi jam sarapan. Kita siap-siap dulu, yuk,” ajak vina sekaligus ingin menghentikan Dewi menegur Belinda.Vina memahami apa yang Belinda rasakan saat ini. Dewa juga sempat bercerita dengannya, tentang tangisan Belinda kemarin.Tak pernah Vina sangka bahwa dirinyalah yang membawa kesedihan di hati Belinda tanpa dia sendiri sadari. Namun, Vina juga tak mungkin tiba-tiba menjauhi Dewi atau tak mau bicara lagi dengannya.Alih-alih pergi bersama Belinda, Dewi justru mengajak Vina pergi ke dapur untuk melihat menu sarapan pagi ini. Vina ingin sekali menolak Dewi di saat Belinda masih dapat mendengar mereka

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Tidak Benci tapi Tidak Suka

    Julian tak terima jika istrinya dituduh sembarangan. Dia sudah bicara baik-baik dengan ibunya. Tetapi, Dewi malah berbalik memojokkan Belinda.“Terserah Mama saja. Bayangkan sendiri kalau Mama jadi Linda. Mama merasa tidak diterima keluarga Papa, lalu mertua Mama malah bersikap baik pada wanita lain.”“Itu tidak mungkin terjadi, Ian! Keluarga papamu sangat baik pada Mama,” sanggah Dewi.“Bukan itu intinya, Ma!”Julian membuang napas kasar. Tak ada gunanya bicara dengan ibunya. Dia lantas meninggalkan Dewi dan akan menghibur istrinya yang pasti masih murung karena merasa tak dianggap ibunya.Namun, di dalam kamarnya, Vina telah berhasil mencairkan suasana hingga Belinda terlihat mengulas senyuman tatkala mereka membicarakan anak-anak.Julian lantas tidur di sisi istrinya. Dia benar-benar lelah hingga kurang tidur karena menjaga Belinda dan bayinya dua puluh empat jam.Vina pun mengajak suaminya keluar kamar mereka setelah puas melihat keponakan barunya. Setelah Vina menutup pintu, dan b

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Menantu Pilihan

    “Astaga … kenapa kamu bicara seperti itu? Apa yang Mama katakan padamu?”Belinda menggeleng-gelengkan pelan kepalanya, kemudian mengambil Lilian yang berada dalam gendongan Dewa yang menunggu mereka di luar kamar. “Terima kasih, Om.”Dewa tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Dia lantas pergi menemui Dewi untuk menegurnya.“Di sini kamu rupanya.” Dewa duduk di bangku tempat Dewi sedang berdiri memandangi Vina. “Apa yang kamu katakan pada menantumu?”Dewi menoleh pada Dewa singkat. “Apa maksudmu? Aku jarang bicara dengannya. Hari ini pun aku tidak bicara dengannya.”Dewa melihat ke arah Dewi memandang. Dia tahu jika Dewi sedang mengamati Vina, tetapi Dewa kurang peka dengan situasi. Dia tak paham dengan apa yang kakaknya pikirkan. Kenapa Dewi terus-terusan menatap Vina? Apakah Dewi tak menyukai menantu Dewa itu?Dewa menepis pikiran buruknya. Dia kembali konsentrasi dengan masalah Belinda.“Belinda dulu memang sangat menyebalkan. Tetapi, sejak melahirkan Axel, Belinda berubah total

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Ibu Mertua

    “Aku harus menemani Belinda dan Lilian di sini. Ada banyak orang di rumah Rangga. Kenapa Axel harus dijemput segala?” protes Julian emosi.Dewi membuang napas kasar. “Tidak baik berhutang budi pada sepupumu. Kamu tidak malu karena minta tolong pada Rangga? Ada Tristan juga yang bisa kamu suruh menjaga Axel.”“Tristan tidak boleh terlalu dekat dengan Axel. Dia bisa tergoda merebut istri dan anakku!” Julian meninggikan suara karena nada bicara Dewi terkesan mengajarinya. Julian paling tak suka jika diperlakukan seolah dia tak bisa memutuskan segalanya sendirian.“Kalau istri dan anakmu juga mau bersama Tristan, berarti itu salah istrimu!” Dewi juga tak suka jika Julian bersikap kurang ajar padanya.“Kalian bisa berhenti berteriak tidak?! Kita sekarang sedang berada di rumah sakit!” Dan suara Lia yang paling keras di antara mereka.Dan benar saja, sesaat kemudian, seorang perawat menegur mereka. Perawat itu juga menyampaikan bahwa Belinda sudah bisa keluar dari rumah sakit besok karena ta

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Trauma

    Julian melihat ruangan putih di sekelilingnya. Apakah dia sedang bermimpi? Atau dirinya telah mati?Potongan-potongan ingatan meluncur cepat dalam benaknya. Mata Julian terbuka lebar.“Linda!” pekik Julian seraya bangun terduduk begitu mengingat kejadian terakhir yang dilihatnya.“Julian, kamu sudah bangun.” Vina menemani Julian di kursi samping ranjang. Di sudut ruangan, Rangga menutup mulutnya dengan punggung tangan sambil menahan tawa. Bisa-bisanya Julian pingsan saat menemani Belinda melahirkan!“Bayiku kenapa, Vin?! Linda ada di mana?” Julian berusaha berdiri dengan kalap. “Ada air menyembur dan ….”Manik mata Julian bergerak-gerak tak beraturan. Dia mencoba mencari tahu arti tatapan Vina, tetapi kepanikan membuat Julian tak dapat berpikir jernih.“Kenapa hanya ada air yang keluar? Bayiku bagaimana? Apa Belinda keguguran?” Julian takut bukan main ketika bayangan air ketuban pecah tak hilang dari benaknya.“Tenang, Julian!” bentak Vina. “Linda masih di ruang persalinan. Kamu tungg

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Perjuangan Seorang Ibu

    Julian memandangi jendela besar di hadapannya. Rasanya, masih seperti kemarin ketika Julian dapat melihat pohon-pohon besar di hadapannya. Tetapi, kini pohon-pohon rindang itu tak lagi ada di sana.Seperempat area hutan yang cukup luas milik nenek Julian yang telah diwariskan pada orang tuanya, telah berganti dengan bangunan besar. Julian menjual pohon itu dan digunakan untuk memulai beberapa usaha baru, berhubungan dengan bidang kuliner yang digelutinya.Pabrik pertama yang dimiliki Julian ada di depan mata. Tanpa terasa, pabrik yang dibangun oleh Rangga dan dikelola olehnya telah berkembang pesat. Perusahaan yang dibangun Julian dari nol, kini dapat disandingkan dengan perusahaan Vina. Namun, mereka berdua tetap bersaing secara sehat. Bahkan, terkadang Vina dan Julian berkolaborasi dalam acara-acara besar.Julian telah mematahkan anggapan buruk orang-orang yang masih menganggap dirinya memiliki maksud tertentu. Dia pun tak lagi menggubris orang lain dan fokus pada keluarganya sendir

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Maaf

    Julian keluar kamar sambil bersiul-siul. Tepat satu bulan berlalu, pabrik cokelatnya telah selesai. Dia akan pergi mengecek pabrik cokelat karena hari esok, pabrik miliknya sudah mulai beroperasi."Papa, mau pergi ke mana hari Mingu? Aku mau ikut Papa," rengek Axel.Julian berhenti dan tersenyum manis pada anaknya. Tanpa banyak kata, dia menggendong Axel dalam pelukannya.Semakin hari, Axel kian bersikap seperti anak-anak seusianya. Axel pun lebih banyak mengungkap perasaannya. Walau terkadang, Axel masih suka murung dan berpikir sendirian. Tetapi, Axel tetap akan mengatakan apa yang dipikirkannya kepada Julian setelah selesai merenung.Julian mengatakan jika semua akan baik-baik saja meskipun anak itu mengeluh atau marah. Sang ayah menginginkan anak-anaknya mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup. Tak seperti Rangga ataupun dirinya."Pa, aku mengundang Kak Rachel dan Ravi ke sini nanti kalau cokelatnya sudah ada. Aku ingin membuat pesta dengan air mancur cokelat, Papa.""Iya,

  • Presdir Tampan Itu Ayah Anakku   Para Pria Kesayangan Belinda

    "Mantan?" Belinda membuka lebar mulutnya. Jelas-jelas dia sudah menceritakan semua tentang masa lalunya dengan Bima. "Kami tidak pernah punya hubungan spesial apa pun, Sayang … aku hanya-""Siapa yang biang kamu punya hubungan spesial dengannya?" Julian semakin sinis menanggapi. "Oh … kamu sedang mengakui kalau kamu punya hubungan spesial dengan ... siapa tadi namanya? Bisma atau Bima? Atau malah dua-duanya?"Belinda bukannya ingin merayu Julian yang sedang cemburu, tetapi dia jadi kesal karena tuduhan Julian. Apalagi, Julian sangat pintar membolak-balik kata-kata untuk memojokkan dirinya."Ya sudah kalau tidak percaya, jangan pegang-pegang perutku!" Belinda menyentak tangan Julian. "Aku tidak mau anakku sampai mendengar kalau papanya menuduhku macam-macam. Kamu pikir, bayi di dalam kandunganku tidak bisa mendengar kata-kata kita?"Janu yang sedang menyopir dan sedari tadi mendengar perdebatan majikannya, hampir saja menyemburkan tawa. Buah hati mereka bahkan belum terlihat dalam kanto

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status