Share

Saingan

Author: Essenick
last update Last Updated: 2025-04-08 22:56:08

“Sekian rapat hari ini, ada yang mau ditanyakan?”

Galen, sang ketua umum, bersuara sambil merapikan beberapa kertas di tangannya. Matanya menyapu seluruh ruangan, berharap semua anggota sudah cukup jelas dengan hasil diskusi mereka.

Belum sempat keheningan menyelimuti, Dila dengan percaya diri mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Mau kolaborasi sama siapa?” tanyanya dengan nada penuh semangat.

Laura menoleh dengan alis terangkat. “Tumben lo kepo banget, Dil?” ujarnya curiga.

Dila melipat tangannya di dada. “Gue gak mau ya kolab sama organisasi gak niat kaya kapan hari. Males banget kalau ujung-ujungnya kita doang yang kerja.”

Galen mengangguk, membenarkan kekhawatiran itu. “Tenang, kali ini beda. Kita bakal kolaborasi sama BEM.”

“BEM? BEM kampus?” Dila spontan menegakkan tubuhnya, matanya berbinar penuh antusias.

“Lo kenapa, Dil?” tanya Aning, yang sedari tadi diam, kini ikut penasaran dengan reaksi tak biasa dari Dila.

Galen menghela napas panjang. Ia sudah cukup mengenal Dila untuk tahu bahwa gadis itu punya potensi menghancurkan semua rencana hanya dengan antusiasmenya yang kelewat berlebihan. “Jaga sikap loh Dil,” peringatnya dengan nada tegas.

Dila memasang ekspresi tak terima. “Loh? Emang selama ini lo gak liat gue ini anak baik, sopan, dan rajin menabung?” ujarnya dengan nada penuh pembelaan.

“Muak,” ujar mereka semua serentak, membuat Dila langsung memasang ekspresi marah.

Daren menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya santai tapi nada suaranya menggoda. “Jangan-jangan lo lagi deket sama anak BEM, ya?”

Dila langsung menoleh dengan tatapan mengancam, tetapi sebelum sempat membalas, Leo sudah menimpali dengan ekspresi menyebalkan khasnya. “Jangan deh, Dil. Gue takut anak BEM sawan gara-gara lo.”

“Mau nyobain meninggal gak?” Dila langsung menyipitkan matanya tajam, siap menerjang kapan saja.

Namun, sebelum pertikaian kecil itu berlanjut, Laura justru ikut menimpali dengan santainya. “Jangan gitu, kalian. Dila gak pernah mau dijodohin, udah mau sama cowok tuh bersyukur. Temen lu pada gak lesbi.”

Seketika ruangan hening selama beberapa detik sebelum akhirnya meledak dengan tawa. Dila, yang awalnya hendak marah, kini hanya bisa melongo, lalu menggerutu dengan wajah merengut. “Semakin lama, semakin sialan para barudak ini.”

Galen, yang sudah cukup lelah dengan semua kekacauan ini, memijat pelipisnya dengan ekspresi putus asa. “Kita awalnya bahas apa, ya? Kenapa setiap kali udah gak serius, ujung-ujungnya selalu berakhir begini?”

Mereka semua hanya saling pandang, sebelum akhirnya tertawa lagi.

.

Dila melangkah ringan di lorong kampus, pikirannya masih dipenuhi bayangan proyek kolaborasi dengan BEM. Dia tidak sabar untuk segera memulai dan tentu saja… melihat siapa saja yang bakal terlibat.

Saat dia menoleh ke depan, matanya langsung menangkap sosok tinggi dengan kemeja santai dan ekspresi datar yang tidak asing.

Vero.

“Oh, kiw!” serunya spontan, membuat beberapa mahasiswa di sekitar mereka menoleh. Dila tidak peduli. Dengan langkah cepat, dia menghampiri cowok itu.

“Eh, eh, Mas Vero. Katanya bakal ada proyek kolaborasi sama BEM loh, berarti kita bakal sering ketemu dong! Seru banget ya? Aku yakin ini bakal jadi pengalaman gokil banget.”

Vero menoleh sekilas, ekspresinya tetap datar. “Maksudnya?” tanyanya, lalu kembali memasukkan tangan ke dalam saku celananya.

Dila melipat tangan di depan dada dan menggeleng kecil, seolah tidak percaya Vero bisa sepolos itu. “Ya maksudnya kita bakal sering interaksi, ngobrol, diskusi, ngerjain sesuatu bareng… gitu loh, Mas.”

Vero mengangguk pelan, masih dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Saya belum pernah ACC kolaborasi sama FK loh.”

“ACC aja, Mas! Nanti bakalan sering ketemu aku loh,” ujar Dila dengan mata berbinar.

Vero menatapnya datar. “Benefitnya apa?”

Dila langsung tersenyum penuh percaya diri. “Benefitnya Mas bisa deket sama aku, nanti aku buatin bekel tiap hari.”

Vero mengangkat alis, lalu mendengus ringan. “Gak perlu. Jangan sering-sering bikinin saya bekel, saya bisa cari makan sendiri.”

“Ih, Mas kok gitu? Masakan aku gak enak?” Dila memasang ekspresi memelas, tangannya bahkan sampai mencubit lengan Vero pelan.

“Bukan gitu, Dila…”

“Yaudah berarti bekel aku diterima tiap hari. Wajib, Mas!”

Vero menghela napas panjang, seolah sudah menyerah berdebat dengan Dila. “Iya deh, iya.”

Dila tersenyum puas. “Good! See you, Mas Vero!” katanya ceria sebelum melangkah pergi.

Vero hanya memperhatikan punggung Dila yang menjauh, ekspresinya tetap tenang, datar, tapi tak menunjukkan penolakan. Seolah membiarkan Dila dengan dunianya sendiri, tanpa bermaksud menghambat ataupun menyambut.

.

Ruangan kecil di samping kantin menjadi tujuan Dila pagi itu. Di tangannya, ada sebuah kotak bekal yang baru saja dia buat. Sekalian, dia juga berniat mengambil kotak bekalnya yang kemarin.

Begitu membuka pintu ruangan ORMAWA, dia langsung berseru santai, “Misi…”

Seorang cowok yang sedang duduk di dekat pintu menoleh sekilas. “Ardila FK, ya?”

Dila hanya menyunggingkan senyum tipis sebelum melangkah masuk begitu saja. Ruangan itu tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang yang sedang sibuk dengan urusan masing-masing, jadi dia bisa sedikit lebih leluasa bergerak. Pandangannya menyapu meja di sudut ruangan, mencari kotak bekalnya yang sempat dititipkan kemarin.

Setelah menemukannya, dia meletakkan kotak bekal baru di tempat yang sama. “Gue nitip ini buat Mas Vero, ya.”

Namun, sebelum sempat berbalik, sebuah suara menyela dengan nada bercanda.

“Buat gue gak ada?”

Dila menoleh dengan alis terangkat. “Lo siapa?” tanyanya datar.

“Penjaga kotak bekal lo—!” jawab cowok itu dengan ekspresi menyebalkan.

Dila merotasi matanya malas. Dia mengenali laki-laki itu—salah satu kenalan Laura yang dulu sempat dikenalkan padanya. Dia menyebalkan dan miskin, sok akrab dengan semua orang tapi tak bermodal. Mereka pernah jalan berdua dan itu merupakan kali terakhir Dila harus berkenalan dengan teman Laura.

Sebelum Dila sempat membalas, pintu ruangan tiba-tiba terbuka, memperlihatkan seorang gadis muda berdiri di ambang pintu dengan ekspresi kebingungan.

“Misi, Mas Ken. Mas Vero di mana, ya?” tanyanya, suaranya terdengar cukup akrab dengan penghuni ruangan.

“Kayaknya masih di kemahasiswaan,” jawab Ken santai.

Gadis itu mendengus kesal, monolognya terdengar jelas meski pelan. “Gimana sih! Tadi katanya udah selesai!” Setelah itu, dia langsung berbalik pergi tanpa menunggu respon lebih lanjut.

Dila menyipitkan mata, memperhatikan punggung gadis itu sebelum bertanya pada Ken yang masih berdiri di sebelahnya. “Anak tahun kemarin ya, Mas?”

Ken mengangguk, mengonfirmasi. “Iya.”

“Deket banget kayaknya sama anak sini.”

“Vero suka ngajak dia ke sini soalnya.”

Dila mengangguk-angguk, berpura-pura tidak terlalu tertarik meskipun sebenarnya rasa penasaran mulai menggelitik pikirannya. Setelah beberapa detik, dia akhirnya bertanya dengan nada santai, “Siapanya Mas Vero?”

Ken mengangkat bahu sebelum menjawab asal, “Ceweknya kali.”

Tanpa pikir panjang, Dila langsung menjitak kepala belakang cowok itu.

“Gue serius, setan!” gerutunya.

Ken terkekeh, mengusap bagian yang baru saja dipukul. “Gak tahu gue. Tanyain ke Vero sendiri.”

Dila hanya mendengus pelan, menyimpan rasa penasarannya untuk nanti.

TO BE CONTINUED —

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Awal Yang Baik

    Dila duduk dengan semangat di kursi seberang Vero, kedua tangannya sibuk dengan buku menu yang diberikan. Mereka memilih tempat makan yang cukup nyaman—tidak terlalu ramai, tapi juga tidak sepi.“Kita pesan apa?” tanya Dila sambil membolak balik halaman di buku menu itu.Vero menyesap air putihnya sebelum menjawab, “Apa aja yang kamu mau.”Dila menatapnya sebentar, lalu tersenyum puas. “Okey deal.”Gadis itu tersenyum puas kemudian mengatakan pada pelayan pesanannya. Cukup banyak, dia memesan seporsi chicken katsu dengan saus keju, French fries, potato balls dan segelas jus alpukat. Vero sendiri memilih menu yang lebih simpel—nasi dengan ayam panggang dan teh tawar hangat.Vero hanya mengangkat bahu santai. “Selama masih bisa dimakan, terserah.” Gumamnya.Saat makanan tiba, Dila langsung menyerang dengan lahap, sementara Vero menikmati makanannya dengan tenang. Jarang-jarang Dila m

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Sorry.

    “Kelas saya akhiri sampai sini. Terima kasih, selamat siang.”Seorang wanita dengan sepatu hak tinggi melangkah keluar dengan anggun setelah mengucapkan kalimat tersebut. Seluruh mahasiswa di dalam kelas mulai membereskan barang-barang mereka, beberapa mengobrol sebentar sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduk.“Terima kasih, Bu,” ujar mereka serempak sebelum dosen benar-benar meninggalkan kelas.Dila merapikan bukunya dengan sedikit lamban. Hari ini dia harus lembur menggantikan hari saat dia keluar bersama Vero untuk mencari sponsor. Jam kerjanya bertambah, dan itu berarti harinya akan terasa lebih panjang dan melelahkan.“La, jadi bareng gue nggak?”Daren, yang sejak tadi duduk di belakangnya, sudah siap dengan tasnya. Dila mengangguk sebagai jawaban, kemudian menggendong tasnya dan mulai mengekor Daren keluar dari kelas.Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara memang

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Annoying

    Kegiatan mengantar makanan kini terasa lebih menjengkelkan dari sebelumnya. Beberapa kali Dila datang ke ruang ORMAWA, ia selalu melihat gadis yang sama berada di dekat Vero—entah sedang mengobrol atau sekadar duduk bersama. Yang lebih menyebalkan, Vero sama sekali tak terlihat terganggu oleh kehadiran gadis itu.Menyukai pria yang memiliki sikap acuh memang melelahkan. Tidak peduli seberapa sering Dila datang, tidak peduli seberapa banyak perhatian yang ia berikan, sepertinya Vero tetap saja bersikap sama—dingin, tenang, seolah tak ada sesuatu yang bisa benar-benar menyita perhatiannya.Hari ini, saat ia kembali mengantar bekal, pemandangan yang sama kembali terulang. Vero dan gadis itu duduk berdampingan di depan ruang ORMAWA, masing-masing sibuk dengan gadget di tangan mereka tanpa banyak berbicara. Tapi justru keheningan itu yang terasa mengganggu bagi Dila.Merasa tak bisa terus diam saja, Dila akhirnya memberan

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   My Mom

    Jam malam tiba, Vero menghentikan mobilnya di depan rumah berwarna putih dengan pagar besi yang tertutup rapat. Cahaya lampu teras menerangi pekarangan yang tampak rapi, menandakan bahwa seseorang di dalam rumah sudah menunggu.Dila menoleh ke arah Vero dan tersenyum kecil sebelum membuka pintu mobil. "Makasih ya, Mas, buat tumpangannya," ujarnya dengan nada sedikit menggoda.Vero hanya mengangguk. "Sama-sama."Dila merapikan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal, lalu menambahkan dengan semangat, "Lain kali kalau mau cari sponsor ajak aku lagi ya, Mas."Vero meliriknya sekilas, lalu menggeleng dengan ekspresi jengah. "Nggak ah. Kamu tukang makan, uang saya habis buat jajan kamu."Dila terkekeh, tak merasa tersinggung sama sekali. "Sekali-sekali ah, sama calon pacar."Vero memutar matanya, tapi diam-diam i

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Semakin Dekat

    "Vero, gue nanti harus ke Bandung sama Bunda." Seorang laki-laki berkata dengan nada sedikit berteriak sambil berjalan cepat menghampiri Vero."Harus hari ini?" tanya Vero tanpa mengubah ekspresi wajahnya.Laki-laki itu mengangguk sambil membereskan barang-barangnya dengan terburu-buru. "Iya, Kakek gue masuk rumah sakit. Kayaknya gue bakal pulang-pergi terus selama beliau dirawat."Vero hanya mengangguk lagi. Ekspresinya tetap datar saat berkata, "Ya udah, gak apa-apa. Gue bisa nyari sponsor sendiri.""Loh, jangan!" sergah laki-laki itu cepat. "Sama Dila aja, Ro. Dia kan cewek lo, sekalian tuh PDKT kalian biar cepet jadian. Kasihan sekampus pada gemes," lanjutnya dengan seringai menggoda sambil menggendong tas ranselnya.Vero mendengus pelan, tapi sebelum sempat membalas, laki-laki itu menepuk punggungnya, seolah ingin meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.“Loh, kebetulan.”Suara lain menyela percakapan mereka. Vero spontan menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang teman laki-

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Who's She?

    Dila duduk di salah satu bangku panjang dekat kantin setelah kelasnya selesai. Makanan yang dia pesan mulai mendingin, tapi perhatiannya masih terpaku pada ponsel. Sesekali, alisnya mengernyit, lalu berubah jadi senyum, kemudian kembali serius—seakan-akan sedang membaca sesuatu yang penting.Akhirnya, apa yang dia tunggu datang juga.Seorang laki-laki dengan wajah datar, tanpa ekspresi antusias maupun bosan, berjalan mendekati mejanya. Seperti biasa, Vero selalu terlihat santai, tapi Dila tahu dia bukan tipe yang akan menyapa lebih dulu.“Hai, Mas Vero.” Dila mengangkat wajahnya, tersenyum lebar seperti biasa.Vero tidak langsung menanggapi. Dia hanya menarik kursi dan duduk di hadapan Dila, menghela napas tipis sebelum akhirnya bertanya, “Ada apa?”Dila menatapnya, kali ini dengan senyum yang lebih manis. “Mau tanya.”Vero menaikkan sebelah alis, bingung.Dila tahu, laki-laki itu pasti bertanya-tanya dalam hati. “Tadi aku antar bekel kamu kan…”Vero memiringkan kepalanya sedikit, dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status