Share

Who's She?

Author: Essenick
last update Last Updated: 2025-04-08 22:56:17

Dila duduk di salah satu bangku panjang dekat kantin setelah kelasnya selesai. Makanan yang dia pesan mulai mendingin, tapi perhatiannya masih terpaku pada ponsel. Sesekali, alisnya mengernyit, lalu berubah jadi senyum, kemudian kembali serius—seakan-akan sedang membaca sesuatu yang penting.

Akhirnya, apa yang dia tunggu datang juga.

Seorang laki-laki dengan wajah datar, tanpa ekspresi antusias maupun bosan, berjalan mendekati mejanya. Seperti biasa, Vero selalu terlihat santai, tapi Dila tahu dia bukan tipe yang akan menyapa lebih dulu.

“Hai, Mas Vero.” Dila mengangkat wajahnya, tersenyum lebar seperti biasa.

Vero tidak langsung menanggapi. Dia hanya menarik kursi dan duduk di hadapan Dila, menghela napas tipis sebelum akhirnya bertanya, “Ada apa?”

Dila menatapnya, kali ini dengan senyum yang lebih manis. “Mau tanya.”

Vero menaikkan sebelah alis, bingung.

Dila tahu, laki-laki itu pasti bertanya-tanya dalam hati. “Tadi aku antar bekel kamu kan…”

Vero memiringkan kepalanya sedikit, dia memotong kalimat Dila “Bekel lagi?”

Dila terkekeh. “Iya! Dimakan ya, hari ini aku masak oseng kacang panjang, dadar jagung, mie sama capcai.”

Vero berdehem kecil mendengar deretan menu itu. Terlalu banyak untuk sekadar bekal, bukan? Tapi Dila memang seperti itu, selalu berlebihan kalau urusan memberi.

“Selain itu…” Dila meletakkan dagunya di atas telapak tangan, masih tersenyum. “Aku mau tanya, kamu punya adik?”

Vero mengerutkan dahi. “Kenapa tiba-tiba tanya?”

“Tadi pas aku antar bekelmu, ada yang nyariin kamu.” Dila memainkan sedotannya di dalam gelas, nada suaranya terdengar semakin penasaran. “Kayaknya akrab banget sama anak-anak ORMAWA. Jadi aku tanya deh, siapa tahu adik kamu.”

Vero tidak langsung menjawab. Dia hanya menghela napas pendek, seakan malas menanggapi.

“Bukan siapa-siapa.”

Dila menyipitkan mata. “Beneran bukan siapa-siapa? Kok sering diajak ke ORMAWA? Padahal kayaknya masih semester awal, gak mungkin anggota kan?”

Vero menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Kali ini, ada sedikit perubahan di sorot matanya—sekilas, seperti peringatan.

“Kamu kayaknya pengen tahu banget.” Suaranya tetap datar, tapi lebih dingin dari sebelumnya. “Itu bukan urusan kamu, Dila.”

Dila membalas tatapan itu tanpa gentar. “Tapi kalau dia adik kamu, aku gak bakal marah loh, Mas.”

Vero menghela napas lagi, kali ini lebih dalam. “Kalau kamu mau marah, marah saja, Dila.”

Dila menyilangkan tangan di depan dada. “Boleh marah nih berarti?”

“Cukup.” Vero menatapnya tajam. “Saya sibuk. Ini pembahasan yang gak penting.”

“Mas, aku Cuma mau—”

“Cukup Dila.” Ujarnya mutlak tak bisa dibantah.

Dila terdiam sejenak. Senyum yang tadi menghiasi wajahnya perlahan memudar. Dia menundukkan kepala, menatap sendok di tangannya.

“… Maaf, Mas.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, Vero langsung berdiri dan meninggalkan meja begitu saja.

Dila hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh. Rasa penasarannya justru semakin membesar.

Siapa perempuan itu sebenarnya? Kenapa Vero seolah menutupinya?

Dan yang paling membuatnya kesal… kenapa dia harus secantik itu?

—•§•—

Dila duduk di balik meja kasir, dagunya bertumpu di telapak tangan sementara matanya kosong menatap ke depan. Mesin kasir terbuka, tapi dia sama sekali tidak sadar.

Hingar-bingar kafe yang biasanya membuatnya sibuk terasa jauh. Suara grinder kopi, dentingan sendok yang beradu dengan gelas, tawa pelanggan—semuanya terdengar seperti latar belakang samar di kepalanya. Pikirannya masih berputar pada satu hal.

Vero.

Dan perempuan itu.

Sebenarnya siapa? Kenapa dia sering datang ke ORMAWA? Kenapa Mas Vero gak mau jawab?

Dila menghela napas berat, pipinya menggembung sejenak sebelum kembali mengempis. Dia mengaduk-aduk pikirannya, tapi tetap saja, semua pertanyaan itu hanya berujung buntu.

“Dila, pesanan meja tiga udah jadi, tolong antar!”

Suara keras itu sukses menariknya kembali ke dunia nyata. Dila berkedip, lalu menoleh ke arah Raka—rekan kerjanya yang berdiri di balik bar, melipat tangan di depan dada sambil menatapnya dengan ekspresi setengah kesal.

“Dila?”

“Hah?”

“Ya ampun…” Raka memutar mata sebelum menunjuk nampan berisi segelas es kopi susu dan sepiring roti bakar. “Meja tiga, antar sekarang sebelum pelanggan berubah jadi fosil.”

“Oh, iya-iya!” Dila buru-buru bangkit, meraih nampan, lalu berjalan menuju meja pelanggan.

Namun, karena kepalanya masih dipenuhi berbagai asumsi, dia hampir menabrak kursi di tengah jalan. Untungnya, pelanggan di meja sebelah lebih sigap dan menahan kursinya agar tidak roboh.

“Wah, maaf banget, Kak!” Dila terkekeh, merasa canggung.

Pelanggan itu hanya tersenyum, tapi Dila bisa merasakan tatapan penasaran yang seakan berkata Kamu kenapa sih, Mbak?

Setelah berhasil mengantar pesanan tanpa insiden lebih lanjut, Dila kembali ke meja kasir dan langsung disambut tatapan Raka.

“Lo kenapa sih? Dari tadi bengong terus.”

Dila menghela napas. “Gue lagi mikirin sesuatu.”

“Jelas kelihatan.” Raka menyandarkan siku di meja bar, menatapnya lekat. “Masalah hati?”

Dila memanyunkan bibirnya. “Bukan…”

Raka menatapnya penuh arti.

“… Ini soal masa depan.” Ujar Dila penuh drama.

“Muak.”

Dila menghela napas panjang. “Ya lagian Mas Veronya sih…” Dia memainkan ujung celemeknya. “Ada cewek yang sering nyariin dia di ORMAWA, mana deket banget kayanya sama naka ORMAWA.”

Raka menaikkan sebelah alis. “Cemburu?”

Dila langsung menjawab tanpa ragu, “Iya, lah!”

Raka menghela napas, merasa heran dengan kenekatan temannya satu ini. “Terus kenapa gak langsung tanya dia aja?”

Dila mendesah frustasi, tangannya sibuk memainkan ujung celemeknya. “Udah! Tapi Mas Vero tuh kayak nutupin cewek ini. Jadi… ya gitu.”

Raka menyandarkan punggung ke meja bar sambil melipat tangan di depan dada. “Itu artinya dia gak suka sama lo, Dil.”

Dila mendelik. “Bukan gak suka, tapi belum.”

Raka hanya bisa menggeleng pelan, setengah kesal, setengah pasrah. “Ya udah, nih. Gue kasih dua kemungkinan, yang baik dan yang buruk.”

Dila mencondongkan tubuhnya sedikit, menatap Raka dengan serius. “Ya, apa?”

Raka berdehem, menyiapkan kalimatnya dengan ekspresi sok bijak. “Kemungkinan baiknya, dia adiknya. Kemungkinan buruknya…”

Dila menelan ludah. “Apa?”

“Mantan.”

Dila mengernyit, menatap Raka seolah cowok itu baru saja menjatuhkan bom di pikirannya. “Yakin banget lo, sialan.”

Raka mengangkat bahu santai. “Soalnya kalau bukan siapa-siapa, dia bakal jawab santai. Tapi kalau reaksinya dingin kayak tadi, berarti ada sesuatu yang dia gak mau lo tahu.”

Dila terdiam, membiarkan kata-kata Raka berputar di kepalanya.

Jangan-jangan… beneran mantan?

Duh.

Curhat sama Raka bukannya tenang malah makin overthinking!

—•§•—

Malam semakin larut hingga jam pulang tiba. Setelah memastikan semuanya bersih, Dila melepas apron kerjanya kemudian langsung berpamitan pulang lebih dulu.

“Hati-hati dijalan, Dila” ujar Raka yang masih merapikan barangnya.

“Iya, makasih!” balas Dila dengan senyum tipis.

Udara malam menyambutnya begitu dia melangkah keluar dari kafe. Lampu jalan temaram, dan suasana sekitar sudah jauh lebih sepi dibandingkan sore tadi. Dengan langkah pelan, dia berjalan menuju halte terdekat, menunggu angkot yang akan membawanya pulang.

Dila bersandar di tiang halte, matanya menatap kosong ke jalanan. Memikirkan akan makan apa besok pagi, dan bekel apa yang enak untuk Vero.

Sepinya malam menjadi temannya menunggu bus terakhir yang akan mengantarkannya pulang. Kakinya terus berayun mengusir kebosanan, hingga bus datang. Dila naik, duduk di kursi dekat jendela, lalu menyandarkan kepalanya sambil menatap jalanan yang mulai sepi.

Begitu sampai di rumah, tubuhnya terasa lebih lelah dari biasanya. Dia langsung masuk ke kamar, melempar tas ke lantai, dan menjatuhkan diri ke kasur tanpa berpikir panjang.

Tapi sebelum sempat benar-benar memejamkan mata, ponselnya bergetar di atas meja.

Dila mendengus malas, tapi tetap mengulurkan tangan meraihnya. Begitu melihat notifikasi yang masuk, kantuknya langsung lenyap.

[Galen | Ketua Umum]

Susunan panitia sudah final. Cek di file yang aku kirim ini. Besok kita bahas di rapat, jangan ada yang telat.

Dila buru-buru membuka file itu, matanya langsung mencari namanya di daftar panitia.

Seksi Sponsorship

Vero Imperius Salviano

Ardila Cassandra Blair

Dila membeku.

“Kata gue sih emang jodoh bro.” gumam gadis itu setelah mengetahui dia ternyata satu tim dengan gebetan misteriusnya.

TO BE CONTINUED —

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Awal Yang Baik

    Dila duduk dengan semangat di kursi seberang Vero, kedua tangannya sibuk dengan buku menu yang diberikan. Mereka memilih tempat makan yang cukup nyaman—tidak terlalu ramai, tapi juga tidak sepi.“Kita pesan apa?” tanya Dila sambil membolak balik halaman di buku menu itu.Vero menyesap air putihnya sebelum menjawab, “Apa aja yang kamu mau.”Dila menatapnya sebentar, lalu tersenyum puas. “Okey deal.”Gadis itu tersenyum puas kemudian mengatakan pada pelayan pesanannya. Cukup banyak, dia memesan seporsi chicken katsu dengan saus keju, French fries, potato balls dan segelas jus alpukat. Vero sendiri memilih menu yang lebih simpel—nasi dengan ayam panggang dan teh tawar hangat.Vero hanya mengangkat bahu santai. “Selama masih bisa dimakan, terserah.” Gumamnya.Saat makanan tiba, Dila langsung menyerang dengan lahap, sementara Vero menikmati makanannya dengan tenang. Jarang-jarang Dila m

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Sorry.

    “Kelas saya akhiri sampai sini. Terima kasih, selamat siang.”Seorang wanita dengan sepatu hak tinggi melangkah keluar dengan anggun setelah mengucapkan kalimat tersebut. Seluruh mahasiswa di dalam kelas mulai membereskan barang-barang mereka, beberapa mengobrol sebentar sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduk.“Terima kasih, Bu,” ujar mereka serempak sebelum dosen benar-benar meninggalkan kelas.Dila merapikan bukunya dengan sedikit lamban. Hari ini dia harus lembur menggantikan hari saat dia keluar bersama Vero untuk mencari sponsor. Jam kerjanya bertambah, dan itu berarti harinya akan terasa lebih panjang dan melelahkan.“La, jadi bareng gue nggak?”Daren, yang sejak tadi duduk di belakangnya, sudah siap dengan tasnya. Dila mengangguk sebagai jawaban, kemudian menggendong tasnya dan mulai mengekor Daren keluar dari kelas.Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara memang

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Annoying

    Kegiatan mengantar makanan kini terasa lebih menjengkelkan dari sebelumnya. Beberapa kali Dila datang ke ruang ORMAWA, ia selalu melihat gadis yang sama berada di dekat Vero—entah sedang mengobrol atau sekadar duduk bersama. Yang lebih menyebalkan, Vero sama sekali tak terlihat terganggu oleh kehadiran gadis itu.Menyukai pria yang memiliki sikap acuh memang melelahkan. Tidak peduli seberapa sering Dila datang, tidak peduli seberapa banyak perhatian yang ia berikan, sepertinya Vero tetap saja bersikap sama—dingin, tenang, seolah tak ada sesuatu yang bisa benar-benar menyita perhatiannya.Hari ini, saat ia kembali mengantar bekal, pemandangan yang sama kembali terulang. Vero dan gadis itu duduk berdampingan di depan ruang ORMAWA, masing-masing sibuk dengan gadget di tangan mereka tanpa banyak berbicara. Tapi justru keheningan itu yang terasa mengganggu bagi Dila.Merasa tak bisa terus diam saja, Dila akhirnya memberan

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   My Mom

    Jam malam tiba, Vero menghentikan mobilnya di depan rumah berwarna putih dengan pagar besi yang tertutup rapat. Cahaya lampu teras menerangi pekarangan yang tampak rapi, menandakan bahwa seseorang di dalam rumah sudah menunggu.Dila menoleh ke arah Vero dan tersenyum kecil sebelum membuka pintu mobil. "Makasih ya, Mas, buat tumpangannya," ujarnya dengan nada sedikit menggoda.Vero hanya mengangguk. "Sama-sama."Dila merapikan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal, lalu menambahkan dengan semangat, "Lain kali kalau mau cari sponsor ajak aku lagi ya, Mas."Vero meliriknya sekilas, lalu menggeleng dengan ekspresi jengah. "Nggak ah. Kamu tukang makan, uang saya habis buat jajan kamu."Dila terkekeh, tak merasa tersinggung sama sekali. "Sekali-sekali ah, sama calon pacar."Vero memutar matanya, tapi diam-diam i

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Semakin Dekat

    "Vero, gue nanti harus ke Bandung sama Bunda." Seorang laki-laki berkata dengan nada sedikit berteriak sambil berjalan cepat menghampiri Vero."Harus hari ini?" tanya Vero tanpa mengubah ekspresi wajahnya.Laki-laki itu mengangguk sambil membereskan barang-barangnya dengan terburu-buru. "Iya, Kakek gue masuk rumah sakit. Kayaknya gue bakal pulang-pergi terus selama beliau dirawat."Vero hanya mengangguk lagi. Ekspresinya tetap datar saat berkata, "Ya udah, gak apa-apa. Gue bisa nyari sponsor sendiri.""Loh, jangan!" sergah laki-laki itu cepat. "Sama Dila aja, Ro. Dia kan cewek lo, sekalian tuh PDKT kalian biar cepet jadian. Kasihan sekampus pada gemes," lanjutnya dengan seringai menggoda sambil menggendong tas ranselnya.Vero mendengus pelan, tapi sebelum sempat membalas, laki-laki itu menepuk punggungnya, seolah ingin meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.“Loh, kebetulan.”Suara lain menyela percakapan mereka. Vero spontan menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang teman laki-

  • Presiden BEM Itu Kekasihku   Who's She?

    Dila duduk di salah satu bangku panjang dekat kantin setelah kelasnya selesai. Makanan yang dia pesan mulai mendingin, tapi perhatiannya masih terpaku pada ponsel. Sesekali, alisnya mengernyit, lalu berubah jadi senyum, kemudian kembali serius—seakan-akan sedang membaca sesuatu yang penting.Akhirnya, apa yang dia tunggu datang juga.Seorang laki-laki dengan wajah datar, tanpa ekspresi antusias maupun bosan, berjalan mendekati mejanya. Seperti biasa, Vero selalu terlihat santai, tapi Dila tahu dia bukan tipe yang akan menyapa lebih dulu.“Hai, Mas Vero.” Dila mengangkat wajahnya, tersenyum lebar seperti biasa.Vero tidak langsung menanggapi. Dia hanya menarik kursi dan duduk di hadapan Dila, menghela napas tipis sebelum akhirnya bertanya, “Ada apa?”Dila menatapnya, kali ini dengan senyum yang lebih manis. “Mau tanya.”Vero menaikkan sebelah alis, bingung.Dila tahu, laki-laki itu pasti bertanya-tanya dalam hati. “Tadi aku antar bekel kamu kan…”Vero memiringkan kepalanya sedikit, dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status