Share

Pujian Rasa Sambal

Penulis: Chili Cemcem
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-11 16:28:15

Adam baru saja menutup pintu ketika suara Areta menggelegar dari ruang tengah.

“Dari mana saja kamu? Malam keluar gitu aja?” Areta berdiri dengan tangan terlipat, alis terangkat tinggi. Rambutnya masih dikuncir berantakan karena bekerja, tapi tatapannya menusuk seperti biasa.

Adam mematung sejenak. “Tadi … ada urusan sebentar.”

“Urusan apa?” Areta mendekat selangkah. “Jangan-jangan kamu punya rahasia ya?”

Adam menelan ludah. “Aku cuma keluar sebentar, Are. Beneran.”

“Apa kamu ke rumah orang tuaku? Kamu laporan sama papaku?” tanya Areta dengan tatapan curiga.

Adam menaikkan bingkai kacamatanya yang sebenarnya tidak melorot. Ia lega karena kecurigaan sang istri bukan mengarah ke jati diri aslinya.  “Oh, tidak. Apa juga yang harus dilaporkan. Kita baru hitungan hari menjalani pernikahan. Aku hanya butuh udara segar saja. Itu sudah jadi kebiasaanku tiap malam. Jika jenuh, aku motoran tanpa tujuan.”

Areta mendengus. “Aneh,” cicitnya. “Lain kali bilang kalau mau keluar. Aku panggil kamu berkali-kali, nggak ada jawaban. Rumah tiba-tiba kosong. Aku bukannya takut di rumah sendiri, tapi kalau ada maling, dan aku gak tahu kamu gak ada di rumah, aku bakal ngira maling itu kamu.”

Adam menggaruk tengkuknya, gugup seperti biasa saat memainkan perannya sebagai suami culun. “Iya, lain kali aku akan izin sama kamu. Maaf ya. Aku nggak sengaja bikin kamu khawatir.”

“Aku bukan khawatir!” kilah Areta cepat. “Jangan GR! Aku cuma… ya, nggak nyaman aja, belum terbiasa sendiri di rumah kampungan seperti ini. Beneran loh, lain kali kalau mau keluar, bilang dulu! Jangan bikin rumah kayak horor.”

Adam mengangguk rendah. “Iya.”

Areta menghela napas keras. “Sudah, ikut aku.”

Adam mengerutkan dahi. “Kemana?”

Areta memutar badan menuju dapur. “Ngaku dulu. Kamuuu—” Ia berhenti di ambang dapur dan menatap tajam ke piring yang tadi ia kosongi. “… kamu masak ini kan?”

Adam hampir tersedak ludahnya sendiri, kaget karena tertangkap basah. “E-eh… iya. Maaf kalau nggak enak.”

Areta menatapnya lama. “Siapa bilang nggak enak?”

Adam mengerjap. “Hah?”

“Ya… maksudku….” Areta memalingkan wajah, jelas berusaha menyembunyikan senyum kecil di balik sikap juteknya. “Sambalnya… lumayan. Sedikit. Dikit aja. Jangan GR!”

Adam diam, tapi sudut bibirnya terangkat pelan, menahan tawa.

Areta meraih gelas, minum air, pura-pura santai. “Terus ikannyaaa … ya, bukan level restoran sih. Tapi nggak bikin aku keracunan. Itu prestasi besar, tau.”

Adam menahan tawa. “Syukurlah.”

Areta meliriknya dengan sinis, tapi pipinya memerah samar. “Tapi …,” lanjut Areta sambil menunjuk wajah Adam, “aku gak bisa cuci piring. Terakhir kali aku coba cuci piring, kelas satu SMP, dan porselen mama aku pecahin, aku gak mau piringmu yang sedikit itu makin berkurang gara-gara aku.”

Adam mengangguk cepat. “Iya, nggak apa-apa. Biar aku saja yang mencucinya. Sekalian nanti cuci alat masak lainnya. Itu bukan kewajiban kamu, kok.”

“Hm.” Areta berjalan ke wastafel, membilas tangan. “Dan… kalau kamu masak ikan lagi ….” Ia berhenti, suaranya menurun tanpa sadar. “…sambalnya jangan pelit. Yang tadi itu … ya … pas. Tapi tambahin lah.”

Adam menatapnya lembut. Ada seberkas ketulusan dan kehangatan yang terpancar dari matanya di balik kacamata tebal itu. “Baik.”

Areta memutar badan cepat, seperti sadar dirinya mulai kelewat jujur. “Ya sudah. Aku mau balik ke kamar. Masih banyak desain baju yang belum selesai aku kerjakan. Jangan ganggu aku.”

“Iya. Selamat malam.”

“Hm.” Areta balik badan dan berjalan cepat, menuju ke kamarnya.

Ia lalu menutup pintu kamar dengan hentakan kecil. Begitu suara pintu “klik”, ia langsung mengembuskan napas panjang, lalu bersandar pada daun pintu dengan wajah kusut.

“Aduh … kok aku bisa ngomong begitu sih,” gumamnya, menepuk kening sendiri.

Ia berjalan masuk, mondar-mandir beberapa langkah. Tidak ada rasa manis di dadanya, tidak ada jantung berdebar lebay, yang ada hanya rasa malu, gengsi, dan kesal pada diri sendiri karena memuji orang yang baru saja ia bentak.

“Kenapa tadi sambal itu harus enak?” gerutunya. “Terus kenapa aku harus ngomong begitu depan dia? Ugh … Areta, kamu tuh kenapa sih?”

Ia menjatuhkan diri ke tepi kasur, memeluk bantal. Kepalanya masih penuh dengan kejadian di dapur tadi. Saat ia memuji masakan kampung buatan suami culunnya.

Suami culun yang bahkan tidak bisa bersuara keras kalau lagi ditanya.

“Duh, malu banget.” Areta berguling ke kanan, kemudian ke kiri. “Padahal gara-gara rasa lapar doang. Lapar kenapa bikin orang halu sih. Semua kata-kataku tadi bukan pujian … itu cuma … ya, fakta. Fakta makanannya enak. Titik.”

Ia mengangguk-angguk seperti sedang rapat dengan dirinya sendiri.

“Ini bukan perasaan apa-apa. Serius. Bukan.” Areta bangkit, menunjuk udara seperti sedang menegur makhluk tak kasat mata. “Aku gak suka-suka dia. Gak bakal. Orangnya kaku begitu, cupu begitu, gaya fashionnya old banget. Jadi, stop, ya Areta. Stop malu-malu gak jelas.”

Ia kembali duduk di tepi kasur, menutup wajah.

Masalahnya, setiap kali ia mengingat bagaimana Adam menunduk malu ketika dipuji … rasa gengsinya langsung naik lagi.

“Kan jadinya aku yang repot sendiri,” keluhnya. Ia menghela napas dan menatap langit-langit.

“Besok aku harus lebih tegas. Lebih galak. Gak boleh bikin suasana canggung kayak tadi.” Areta mendesah berat, lalu menarik selimut untuk menutupi kepala.

“Sudahlah. Besok pasti normal lagi. Harus normal.”

Areta menatap meja kerjanya. Ia menghampiri kertas desainnya yang masih setengah jadi. “Fokusku adalah suksesnya pegelaran. Kumpulin uang banyak lagi. Ah iya, aku belum minta uang ke Adam. Sebagai suami bukankah dia harus memberiku nafkah? Setidaknya ongkos taksi ke butik. Besok pagi, aku akan memintanya.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pria Culun Itu Suamiku   Senyuman Adam

    Adam berdiri lama di depan wastafel, tangan masih bersabun. Ia menatap piring yang tadi dipakai Areta, piring yang kini kosong, benar-benar bersih tanpa sisa sambal apa pun.Sudut bibirnya terangkat sedikit. Tapi hanya sebentar.Jangan keburu senang, batinnya menegur dirinya sendiri.Ia membilas piring itu dan mengambil napas perlahan. Suara Areta masih terngiang jelas di kepalanya.“Sambalnya… lumayan. Sedikit. Jangan GR.Ikannya… gak bikin aku keracunan. Itu prestasi besar.”Adam menunduk, menahan tawa kecil tawa yang jarang sekali muncul saat ia sendirian. Bertahun-tahun ia hidup dalam lingkaran duka dan tuntutan yang membuatnya belajar mematikan ekspresi.Tapi dengan hadirnya Areta… rasanya berbeda.Masakan ikan sederhana yang ia goreng terburu-buru, sesuatu yang ia yakin akan dicibir habis-habisan, ternyata habis dimakan. Bahkan dipuji—dengan cara khas Areta yang lebih mirip makian daripada pujian.Adam mengeringkan kedua tangannya. Pandangannya menyapu dapur kecil itu, ruang sea

  • Pria Culun Itu Suamiku   Pujian Rasa Sambal

    Adam baru saja menutup pintu ketika suara Areta menggelegar dari ruang tengah.“Dari mana saja kamu? Malam keluar gitu aja?” Areta berdiri dengan tangan terlipat, alis terangkat tinggi. Rambutnya masih dikuncir berantakan karena bekerja, tapi tatapannya menusuk seperti biasa.Adam mematung sejenak. “Tadi … ada urusan sebentar.”“Urusan apa?” Areta mendekat selangkah. “Jangan-jangan kamu punya rahasia ya?”Adam menelan ludah. “Aku cuma keluar sebentar, Are. Beneran.”“Apa kamu ke rumah orang tuaku? Kamu laporan sama papaku?” tanya Areta dengan tatapan curiga.Adam menaikkan bingkai kacamatanya yang sebenarnya tidak melorot. Ia lega karena kecurigaan sang istri bukan mengarah ke jati diri aslinya. “Oh, tidak. Apa juga yang harus dilaporkan. Kita baru hitungan hari menjalani pernikahan. Aku hanya butuh udara segar saja. Itu sudah jadi kebiasaanku tiap malam. Jika jenuh, aku motoran tanpa tujuan.”Areta mendengus. “Aneh,” cicitnya. “Lain kali bilang kalau mau keluar. Aku panggil kamu ber

  • Pria Culun Itu Suamiku   CEO Rajawali Jaya Group

    “Saya sampai sepuluh menit lagi,” ucap Adam lewat telepon. Nada bicaranya dingin. Jauh dari suara polos yang ia pakai saat berinteraksi dengan Areta.“Baik, Pak,” jawab Luna yang berada di seberang.Adam menyudahi panggilan telepon dari sekretarisnya. Ia meraih helm full–face, mengenakannya, lalu men-starter Honda Astrea bututnya. Motor tua itu melaju meninggalkan gang sempit tempat ia tinggal bersama Areta.Selama perjalanan lima belas menit itu, sesekali Adam menaikkan batang kacamatanya yang melorot sedikit. Kemeja kotak-kotak dan celana cingkrang-nya terlihat kontras dengan lampu-lampu kota.Motor butut itu berhenti di depan gerbang baja yang menjulang tinggi, dengan ukiran logo yang sangat modern, Rajawali Jaya Group.Adam membunyikan klakson singkat. Gerbang raksasa itu membuka otomatis.Astrea tuanya masuk ke area basemen yang dipenuhi mobil-mobil Eropa mengilap. Ferrari merah, Mercedes hitam, BMW seri terbaru. Motor Adam terlihat seperti barang salah parkir.Ia berjalan cepat

  • Pria Culun Itu Suamiku   SMS Rahasia

    “Episode baru terjerumus di neraka rumah penjahit kampung dimulai,” batin Areta, kakinya yang dibungkus sepatu bot mahal melangkah hati-hati di atas paving gang sempit itu.Ia berjalan di belakang Adam. Bau masakan rumahan dan suara-suara tetangga langsung menyergap Areta. Pemandangan ini sangat kontras dengan kediaman mewahnya."Rumahmu ... apakah jauh dari sini?" tanya Areta, mencoba menahan nada jijik.Adam menoleh ke belakang, kacamata tebalnya memantulkan jendela rumah tetangga. "Sudah sampai, Nona Areta."Areta menatap bangunan di depannya. Sebuah rumah kecil, bersahaja, dengan pintu kayu dicat hijau tua. Bekas kos-kosan yang pernah ditempati papanya Areta.Sebenarnya Areta pernah ke rumah itu, bukan hanya sekali. Tapi beberapa kali. Setiap hari besar. Dan Adam masih mengingat momen itu.Gadis cilik gaya modis.“Namaku Areta Nindiya Kusuma. Saat dewasa nanti, aku akan jadi model terkenal. Areta Niku. Kalau kamu mau minta tanda tanganku, sekarang saja. Nanti susah loh,” ucap Aret

  • Pria Culun Itu Suamiku   Pernikahan Sederhana

    "Ada yang ingin aku sampaikan padamu. Dengarkan, Adam. Biar aku perjelas, aku gak mau ada rahasia di antara kita. Aku ini desainer yang selalu jujur dengan apa yang ada di hatiku," kata Areta, nadanya sedingin es batu di gelasnya.Areta duduk tegak, membiarkan suaranya yang tajam mendominasi kafe kecil di pinggir kota itu. "Aku menerima perjodohan ini karena aku mengincar Gedung Serbaguna milik Papa. Itu bisa kupakai untuk pagelaran busanaku tanpa harus bayar sewa. Papa bilang, gedung itu akan jadi milikku jika aku mau bersama denganmu."Ia menunggu reaksi Adam. Apakah marah, malu, atau tersinggung. Tapi Adam hanya menyimak dengan tenang, sesekali mengangguk."Kamu jangan tersinggung kalau papaku menukar semua ini dengan gedung serbagunanya," lanjut Areta, melempar nada sarkas. "Aku ini seorang desainer. Namaku adalah brand. Jadi, mari kita buat kesepakatan. Kita hanya akan menikah selama setahun. Setelah itu, kita cerai."Belum sempat Areta menyampaikan rentetan persyaratan, Adam men

  • Pria Culun Itu Suamiku   Demi Gedung Serbaguna

    "Gak jadi menggelandang di Milan tapi sekarang menggelandang di negara kelahiran serta tempatku hidup!"Areta menendang kaleng kosong di depannya. Kakinya yang dibungkus sepatu bot mahal itu terasa berat di atas trotoar Jakarta. Ia baru saja kabur, meninggalkan celana cingkrang Adam dan kemarahan Mama Veronica."Papa sama Mama tega banget jodohin aku sama pria culun itu," gerutunya. "Aku udah siapin diri kalau pria itu playboy atau pria yang suka dunia malam. Tapi ... kenapa malah penjahit!"Tanpa terduga, kaleng itu meluncur dan mengenai punggung seorang pemulung yang sedang membungkuk memungut botol plastik."Kurang ajar! Siapa yang—" Pemulung itu berbalik, siap mengomel, tapi pandangan matanya langsung berubah. Ia menatap kecantikan Areta dengan binar yang lain.Awalnya Areta hendak minta maaf, kedua tangannya sudah terangkat hendak menangkup. Tapi ketika melihat tatapan penuh arti dari pria matang dengan pakaian kumuh dan kumal itu, instingnya menjerit. Areta langsung pasang langk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status