"Alessa, aku punya proyek baru dan ini sangat penting. Jadi... bisakah malam ini kamu lembur membantuku mengerjakannya?"Alessa menganga, aktivitasnya seharian ini sudah cukup membuatnya lelah. Namun, jika di tambah dengan lembur... Sesaat Ia berpikir sambil melihat jam dinding yang detiknya terus berjalan. "Baiklah, tapi jangan marah jika aku tidak berhasil menyelesaikannya sekarang..." Alessa diam, takut atasannya akan marah karena dirinya sudah terlalu lancang berbicara."Selesai tidak selesainyaa itu tak penting, yang jelas kamu berusaha melakukan yang terbaik untuk pekerjaan itu, dan kamu jangan khawatir tentang uang bonus..."Ini menggiurkan! Siapa yang tak mau dengan bonus. Bulan kemarin Alessa juga mendapatkan tunjangan dari atasannya atas rekomendasi Sandra. "Baiklah, aku pasti akan benar-benar berusaha untuk tawaran itu.""Oke, tapi kamu benar-benar harus serius, mulai hari ini Sandra, barulah yang akan mengatur kamu. Perlu di ingat, telitilah setiap melakukan sesuatu, janga
"Kenapa, kalian masih penasaran?"Dua bocah itu mengangguk, melihat raut Raffaele yang misterius. Elsa yang agak ragu mengartikannya memilih diam. Namun diam-diam Raffaele memperhatikannya. "Elsa... Kenapa kamu hanya menatap makananmu? Kamu tak lapar?" Tanyanya tanpa peduli apakah wanita itu akan mendengarkannya atau tidak, tapi perutnya sudah meronta dan minta agar di isi.Soto Padang lengkap dengan nasi dan krupuk udang serta sambal pedas telah menggugah seleranya, meski ada hidangan lain pun, Raffaele sama sekali tak tertarik. "Lupakan! Aku makan yang ini saja." Saat itu barulah Elsa menegakkan punggungnya, lalu berbicara. "Kalian tinggal sama om Raffaele dulu ya, momm, pergi ke toilet sebentar." Baru saja Elsa meninggalkan mejanya, matanya terfokus pada satu keluarga yang sedang berbahagia bersama anak dan istrinya, ekspresi Elsa berubah ketika mereka memutar tubuhnya. "A-lex?" Dia sempat tergagap, bahkan pria yang di duga kepala keluarga itu memperhatikannya sekilas. Elsa tak
"Alex... dia adalah mantan suamiku." Raffaele terdiam, matanya masih menatap jalan di depan. "Oh, begitu."Meski tampak cuek dan biasa saja, namun pria itu ternyata memikirkannya. "Lalu siapa wanita itu?""Sepertinya dia istri Alex sekarang. Yah, kurasa dia adalah alasan kami berpisah saat itu ..."Raffaele manarik nafas, menyesap minuman kafein yang sudah di sediakan di jok mobil sebelum kembali menatap arah jalan yang di laluinya. "Jangan pikirkan lagi, jika kamu tak keberatan, aku siap menggantikan posisinya..."Elsa menatap Raffaele, melihat sorot matanya yang penuh arti. Meski terlihat mengabaikannya, namun itu cukup membuat Elsa tersenyum. "Terima kasih, Raffaele."Hanya itu saja, selanjutnya mereka diam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Haruskah Elsa menerima Raffaele dan melepaskan Simon pria yang sebenarnya juga dia sukai? Raffaele sendiri masih tak bosan mengungkapkan perasaannya meski sudah tahu akan di tolak, dia tahu Elsa masih terkejut dan membutuhkan waktu unt
Klinik sehat...Elsa terbangun, dan melihat ke sekelilingnya dengan bingung. "Aku di rumah sakit?" Menyadari kesadaran Elsa, Raffaele yang tadinya duduk dengan cemas menungguinya di ruang rawat, langsung berdiri. "Elsa, kamu sudah sadar." Nada bicaranya terdengar khawatir. "Tadi pagi kamu pingsan jadi aku membawamu ke klinik."Elsa mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. "Dimana anak-anak?" "Jangan cemas, mereka masih sekolah." Raffaelle melihat ke arlojinya. "Sebentar lagi aku akan jemput mereka.""Ohhh ..." Elsa merasa lega mendengarnya. Sesaat suasana menghening, Elsa merasa Raffaele benar-benar perhatian padanya. "Raffaelle, makasih banyak ya." Akhirnya, Elsa mengatakan itu setelah beberapa saat. Pria itu membalasnya dengan senyuman. Saat ini, Elsa merasa dirinya tak fokus untuk melakukan apapun, dia tampak seperti orang selalu merepotkan orang lain, mungkinkah itu yang membuat Raffaele tak berkomentar?Detik itu juga, tiba-tiba Raffaele menyentuh tangan Elsa bahkan me
"Bagaimana aku mempercayaimu?" Elsa menghela nafas panjang, ia tak menduga dengan kenyataan yang di dengarnya. "Aku tahu ini aneh, tapi mungkin takdir sengaja mempertemukan kita dan menjadikan kita keluarga yang sebenarnya." Raffaelle berbicara dengan harapan, itu sungguh membuat Elsa terdesak. "Sebaiknya kita bicarakan ini sambil jalan-jalan." Elsa sengaja mengantung ucapannya, memperpanjang waktu untuknya berpikir, dia bukan tidak menyukai Raffaelle, tapi..."Ah, Raffaelle aku punya ide, kita jemput anak-anak sekarang, setelah itu, temani aku pergi karaokean, lagipula aku sudah lama tak bernyanyi." Mendengar itu, Raffaelle agak kecewa."Karaoke-an?" dia berpikir sejenak. "...Baiklah!" "Jadi kamu setuju?"Raffaelle mengangguk, ini membuat Elsa merasa senang. Namun tampaknya Raffaelle seperti agak terpaksa, bukan niat mengujinya, tapi karena Elsa memang benar-benar merindukan tempat karaoke-an. Saat ini, Raffaelle menuruti permintaannya, membawa Elsa ke tempat yang diinginkannya
Kejadian memalukan malam itu membuat Elsa belakangan ini menghindari semua orang. Bahkan, Antonio juga merasa aneh dengan sikap yang ditujukan padanya. Pagi ini setelah mengantar si kembar twins ke sekolah, Elsa tampak sengaja menghilangkan jejak, "Kemana Elsa sebenarnya?" Antonio sedikit sebal, setelah mondar-mandir di sepanjang jalanan kota.Tinnn... tinn... suara klakson membuat telinga bising, Antonio baru menyadari bahwa dirinya melamun di tengah jalan dan gerak mobilnya melambat. Saat itu juga, Antonio mempercepat gerak laju mobilnya. Sambil mengedarkan pandangannya hingga melihat tempat parkiran di tengah jalan.Ketika memarkirkan mobilnya, matanya tanpa sengaja melihat punggung seseorang berbalut gaun selutut dan rambut yang di biarkan tergerai sedang menuju ke sebuah bangunan bertingkat. "Itu seperti Elsa, sedang apa dia di sini?" Tanpa berpikir, Antonio memutuskan untuk mengikutinya dari belakang. Ia memasuki sebuah ruangan serba putih dengan aroma obat-obatan yang menyen
"Aku akan berada di luar negeri selama dua pekan ke depan, jadi kamu tak perlu khawatir karena ada Alessa yang menemani sekaligus membantumu." Sandra terdiam tatkala Simon berpesan padanya, bahkan Sean putra satu-satunya, tampak murung dan menunduk. "Sean, jangan murung gitu dong, ayah juga akan tetap menghubungi kalian, bukannya kita bisa vc-an meski jarak jauh?" Simon tampak berusaha memberi pengertian memberi tahu."Ayah, bisakah kamu tak pergi?" Matanya terlihat sendu saat berbicara. Sandra juga tampak kehilangan nafsu makannya, dia ingin menjawab tapi tak tahu ingin mengatakan apa. Pada detik berikutnya dia melihat sepasang mata Simon. "Kamu yakin mau pergi?" Dia menunggu jawaban sang suami yang duduk diseberangnya.Simon menggangguk, tanpa tahu arti tatapan Sean. "Sebenarnya apa yang aah lakukan di luar negeri?" Anak kecil itu kembali bertanya dan memastikannya."Tentu saja ini demi pekerjaan..." Dia lalu menatap wajah Sean. "Ayah akan kembali dalam waktu dekat, kamu tenang saj
Saat Simon dan Sandra menjadi sorotan orang-orang, mereka tetap menciptakan pikiran positif, saat ini seorang pria bertubuh tinggi tiba-tiba bertepuk tangan dengan keras di iringi oleh yang lainnya. "Selamat, selamat bergabung dengan tim kami." Ada perasaan haru sekaligus senang, Simon merasa seakan ada sebuah energi dan semangat yang merasukinya. Saat itu seseorang melambaikan tangan dan mendatangi Simon. 'Elsa? Tidak mungkin dia juga disini, mau apa lagi dia?' "Sayang…" dia menyenggol lengan istrinya, seakan sedang mengadu, berharap Sandra bisa memberikan solusi padanya sekarang.Raut Sandra berubah dingin ketika melihat tamu yang tak di duga datang menemui mereka, rasa cemburu jelas terlihat di wajah Sandra meski ia melebarkan bibirnya. "Nona Elsa ...?" Dia melihat pakaian tamu itu dari atas sampai bawah, terlihat lebih mencolok daripada biasanya. Namun, kali ini wajahnya hanya di dandani dengan make up tipis, "Ada apa gerangan anda datang kemari?" "Nona Sandra, kamu kelihatan t