Satu persatu kancing kemeja yang dikenakan Rangga sudah dibuka oleh Tineke.
Tineke langsung berdecak kagum melihat tubuh atletis dengan dada bidang yang menawan hati milik Rangga. "Kalau aku jadi istrimu, aku pasti tidak akan pernah selingkuh darimu," bisik Tineke sambil tersenyum. Rangga tersenyum getir karena dia sudah merasakan apa yang dibilang oleh Tineke itu. Karena dengan modal yang dia miliki, wajah tampan, tubuh atletis dan kasih sayang yang melimpah tetap saja tidak cukup untuk istrinya sehingga istrinya selingkuh darinya. Tineke sendiri tidak memperhatikan wajah sedih Rangga. Dia langsung mendorong tubuh Rangga hingga tersandar pada pintu. Setelah itu, Tineke menggunakan lidahnya untuk mulai menyusuri dada bidang milik Rangga yang menawan hatinya itu. Nafas Tineke mulai memburu karena nafsunya naik setelah melihat tubuh atletis Rangga ini. Setelah itu Tineke menyandarkan tubuhnya di tubuh Rangga hingga sesuatu yang tegang di bawah sana bisa dirasakan oleh Tineke. "Kamu juga sudah naik, kan? Kamu juga suka aku kan, Rangga?" tanya Tineke sambil menaikkan kakinya dengan bertumpu pada jari-jari kakinya supaya tubuhnya yang cuma memiliki tinggi 158 cm itu bisa menjangkau leher Rangga yang memiliki tinggi 180 cm itu. "Iya, nyonya. Aku juga sudah naik." "Hush. Saat kita berduaan kayak gini, jangan panggil aku nyonya tapi panggil aku sayang. Oke?" "Iya, sayang." Tineke mulai meraba-raba rudalnya Rangga yang memang sudah menegang itu. "Wow. kayaknya ini besar deh. Lebih besar dari punyanya Tuan Rahul." Setelah itu, Tineke menatap Rangga. "Aku pasti akan memuaskan kamu dan kamu pasti akan memuaskan aku." "Iya, sayang. Mari kita saling memuaskan diri kita." "Sip. Oke. Aku akan memulainya." Setelah itu, Tineke langsung berjongkok di depan tubuh Rangga Tineke langsung melucuti celana yang dikenakan Rangga. Dia juga melucuti segitiga pengaman milik Rangga, setelah itu dia terpekik sendiri. "Wow. Benar-benar gede. Asik nih." Setelah itu, Rangga mulai menengadahkan kepalanya ke atas karena dia merasakan rudalnya di bawah sana mulai dikulum oleh sebuah benda basah yang mulai membuat dirinya terbang ke awang-awang. "Enak, sayang. Ohhhh ... terus kan, sayang," kata Rangga sambil berpegangan pada gagang pintu. Sejenak Tineke meninggalkan benda yang sedang dia kulum itu, kemudian dia berkata, "aku akan membuat kamu puas supaya kamu terus datang kepadaku karena aku sudah sangat menyukaimu sejak pertama melihatmu, Rangga." "Iya, sayang. Aku pasti akan selalu mencarimu." Tapi sesaat kemudian Rangga agak menyesal mengatakan hal itu karena Rangga datang ke rumah Tuan Rahul itu, untuk menikmati semua wanita di sekeliling Tuan Rahul dan bukan cuma Tineke seorang. Tapi karena Rangga sudah terlanjur mengatakan seperti itu maka dia cuma bisa terdiam apalagi saat dia merasakan rudalnya kembali sudah mulai dihisap oleh Tineke. Tineke mengetahui apa yang diinginkan oleh Rangga. Karena itu, dia mengulum dengan lebih ganas. Dia memasuk keluarkan rudal itu hingga memberikan sensasi yang luar biasa bagi Rangga. Rudal itu dikulum hingga batasnya setelah itu Tina akan mengeluarkan rudal itu untuk kemudian dia masukkan lagi, dia keluarkan lagi untuk kemudian dia masukkan lagi hingga membuat sensasi bukan hanya bagi Rangga tapi juga bagi Tineke. Tineke sangat suka mengulum rudal lelaki apalagi yang sebesar ini karena lebih besar rudalnya akan mendatangkan rasa yang lebih luar biasa bagi dirinya. Setelah itu, Tineke meninggalkan rudalnya Rangga dan menarik tangan Rangga ke arah pembaringan. Nampaknya Tineke sudah tidak sabar lagi sehingga dia langsung membuka bajunya dan langsung menyuruh Rangga untuk tidur di atas ranjang. Rangga pun menurut. Tubuh polosnya langsung dia rebahkan di atas ranjang. Setelah itu Tina menyusul naik ke atas ranjang, juga dengan tubuh yang sudah polos. Setelah itu, dia mulai menempatkan bagian inti tubuhnya di atas bagian inti tubuh Rangga. "Aku langsung main aja ya? Sudah nggak tahan nih," desis Tineke manja. "Iya, sayang." Rangga bersiap dengan senjata yang telah teracung dengan mantap. Tineke memegang rudalnya Rangga. "Ugh, ini benar-benar besar. Pasti sakit nih tapi pasti enak banget. Pasti bakal nancap bagus. Bakal asik nih." Setelah itu, Tineke langsung mengarahkan bagian inti tubuhnya di rudalnya Rangga. Rudalnya Rangga itu kemudian masuk ke dalam bagian inti tubuh Tineke Tapi rudal itu terlalu besar sehingga tidak langsung bisa masuk ke dalam sana. Ternyata walaupun semasa hidupnya Tineke ini pernah mengenal sekitar tujuh laki-laki, pernah kumpul kebo bersama tiga laki-laki, nikah dengan satu laki-laki, tunangan dengan beberapa laki-laki dan akhirnya berakhir menjadi istri keduanya Rahul, karena itu dia sudah memiliki banyak pengalaman, tapi tetap saja dia meringis kesakitan saat rudalnya Rangga ini masuk ke dalam miliknya. "Ups, punya kamu betul-betul besar, Rangga. Aku belum pernah menemukan rudal sebesar ini." "Semoga nanti kamu tidak kapok ya, sayang." "Tentu saja tidak. Aku bahkan suka yang gede kayak gini. Aku pasti akan ketagihan dengan benda sebesar ini." Rangga kembali tersenyum mendengar kata-kata dari Tineke ini. Tapi sejurus kemudian, dia tersenyum hambar karena kembali teringat akan Jojo, istri yang telah mengkhianatinya. Untuk sementara karena masih merasakan perih, maka Tineke cuma bergerak pelan. Dia ingin membiasakan diri dulu dengan benda besar yang sekarang berada di dalam tubuhnya ini. Rangga sendiri hanya berdiam diri. Karena dia sangat mengandalkan rudalnya yang besar itu yang pasti tidak akan mengecewakan lawan mainnya saat ini. Lama-kelamaan Tineke mulai terbiasa. Dia mulai bergoyang naik turun dengan rudal Rangga berada di dalam tubuhnya. Tineke mulai memutar tubuhnya. Dia mulai merasakan sensasi saat rudal besar itu masuk keluar di dalam bagian kewanitaannya. "Owh. Ini enak banget, sayang. Oh, ini enak banget. Kayaknya cuma tidak lama aku akan segera keluar, sayang. Ohhhhh." "Iya, sayang. Teruskan, sayang. Goyang terus, sayang." "Kamu betul-betul enak, Rangga. Ohhh, menyesal aku baru menemukan kamu sekarang ini. Kamu betul-betul enak. Rudalmu bisa jangkau hingga dalam banget. Aduhh. Duh." Rangga berusaha untuk memberikan sensasi lebih kepada Tineke, karena itu tangannya mulai memainkan butir kecoklatan di pusat buah dada Tineke. Buah dada Tineke ini memang sangat besar dan menggairahkan dan itu ditunjang karena body Tineke yang memang penuh berisi sehingga buah dadanya juga penuh berisi. Karena itu, Rangga mulai memuji buah dada ini. "Buah dada kamu sangat bagus, sayang. Tidak bosan-bosannya aku melihatnya." "Kamu suka ya? Semoga kamu ketagihan goyangan aku ya, sayang ya?" kata Tineke manja. Tineke betul-betul merasa ketagihan dengan rudal milik Rangga yang sekarang ini berada di dalam bagian kewanitaannya sehingga suaranya kadang merengek manja kadang berteriak karena merasakan aliran kenikmatan yang begitu kuat menyelimuti dirinya hingga membuat dirinya semakin bergerak semakin kencang dengan wadah rudal yang besar yang membuat dia semakin keenakan itu."Aduhh. Ini mentok banget. Akh. Ini betul-betul enak. Ohh. Eunyakkk. Shittt." Kata-kata Tineke semakin tidak karuan. Dia terus memuji-muji batang kebanggaan milik Rangga."Iya, sayang. Sekarang ini, punyaku untukmu, sayang," desis Rangga sambil terus menikmati goyangan yang dilakukan Tina ini."Aku ingin terus merasakan ini, sayang. Ini betul-betul enak, sayang. Owhhhh." Tineke terus bergoyang menikmati gesekan-gesekan yang terjadi di antara bagian kewanitaannya dengan rudal milik Rangga."Aku hampir dapat, sayang. Ohhh. Aku hampir dapatttt. Shittt!" Tineke mulai menurunkan tubuhnya."Iya, sayang. Kamu enak, sayang." Karena tubuh Tineke turun ke arah bawah maka saat ini Rangga bisa menjangkau butir kecoklatan milik Tineke sehingga dia mulai menjilati butir kecoklatan itu dengan penuh hasrat.Karena itu, beberapa saat kemudian Tineke berteriak kencang. "aku dapatttt. Ahhh."Ternyata Tineke sudah mendapatkan puncak pertamanya.Setelah itu, tubuh Tineke terkulai lemas di atas tubuh Rangg
Ratna menelan salivanya beberapa kali. Rasanya dia ingin menyerang Rangga, tapi, status dirinya sebagai seorang wanita bersuami, membuat dia menahan diri.Ratna duduk di sisi Rangga, wajahnya mencerminkan kesedihan dan kelelahan. Dengan suara gemetar, dia mulai berbicara tentang beban yang dia tanggung selama puluhan tahun menjadi istri Rahul.Air mata tak terbendung mengalir saat dia menceritakan bagaimana hatinya sangat terluka karena sifat Rahul yang suka bermain dengan perempuan lain.Setiap kali dia mencoba melupakan dan memaafkan dan Rahul berjanji tidak akan selingkuh lagi, Rahul kembali ketahuan selingkuh.Itu membuat luka di hati Ratna itu terasa semakin dalam. Dia merasa tertekan, kesepian, dan merasa bahwa cintanya dianggap enteng oleh Rahul.Rangga mendengarkan dengan penuh pengertian. Dia memberanikan diri untuk menggenggam tangan Ratna erat-erat, memberikan dukungan dan ketenangan yang sangat Ratna butuhkan.Ratna berkata sambil menahan tangis, "Rangga, aku sudah beberap
Walaupun hasrat Rangga mulai naik, tapi dia belum ingin mengumbar hasratnya, karena itu, dia mendekati Ratna dan berbisik, "kamu bisa teruskan curhatanmu tadi."Ratna mengangguk. Ratna menelan salivanya. Dia juga semakin terbawa hasrat, tapi, dia masih malu untuk meminta. Karena itu, dia berkata, "peluk aku seperti tadi."Ratna bergeser ke tengah pembaringan, seakan memberi isyarat dan kesempatan bagi Rangga untuk naik ke atas pembaringannya.Rangga mengangguk. Dia terus menatap Ratna, seolah ingin memastikan pesonanya di dada Ratna, sambil dia berjalan mendekati pembaringan dan naik di atas pembaringan di samping kiri Rangga dan mulai memeluk Ratna.Di dalam pelukan Rangga, Ratna merasa hangat dan aman, sehingga dia merasa nyaman untuk mulai kembali membuka hatinya tentang masalah yang sedang dia hadapi dengan Rahul.Air matanya berlinang saat dia menceritakan bagaimana Rahul terus-menerus selingkuh darinya, mengkhianati kepercayaan dan cinta yang telah dia berikan.Dalam pelukan yan
"Aku di atas ya?" pinta Ratna sambil melirik rudal milik Rangga yang sudah tegak mempesona itu.Dia mulai membayangkan enaknya memainkan tongkol segede itu di dalam miliknya."Iya, Ratna. Kamu boleh di atas," jawab Rangga.Dengan tongkol segede milik Rangga itu, maka Ratna pikir dia bisa mengarahkan tongkol itu menuju ke titik-titik sensitif di kedalaman bagian kemaluannya yang pada akhirnya akan membuat dia merasa keenakan dan dengan cepat akan meraih surga yang dia impikan.Rangga yang sudah tampil polos itu, mulai merebahkan tubuhnya di tengah-tengah pembaringan milik Ratna ini.Sementara Ratna sudah menaruh kedua lututnya di ranjang, menunggu hingga Rangga sudah berada di posisi yang dia kehendaki.Setelah Rangga berada di posisi yang dikehendaki Ratna, maka Ratna mulai mendekati Rangga.Keduanya saling berciuman beberapa saat. Setelah itu, Ratna mulai mengarahkan bagian kewanitaannya untuk mendekati tongkol gede milik Rangga.Sesaat kemudian, Ratna menggigit bibirnya. Dia merasak
Benda besar itu terus masuk menyeruak membuat Ratna menjadi semakin tidak karuan.Kata-kata tidak karuan meluncur keluar dari mulut Ratna yang semuanya adalah kata-kata yang tidak berarti.Pada dasarnya, dia ingin memuji-muji benda besar milik Rangga yang saat ini sangat memanjakan dirinya dan sangat membuat sensasi dalam dirinya ini tapi karena terperangkap dalam gairah yang membara, maka dia mengatakan kata-kata yang tidak ada artinya, selain leguhan dan desahan yang tidak berarti."Punya kamu sungguh hebat. Punya kamu enak banget, Ratna." Rangga memuji-muji Ratna.Walaupun sebenarnya bagi Rangga permainan ini masih kalah mengasyikkan dibandingkan saat dia menggarap istrinya, tapi dia berusaha memuji-muji Ratna agar supaya nanti akan terbuka jalan bagi dia untuk menghancurkan rumah tangga musuh besarnya, Rahul, yang sangat dia benci ini.Karena itu, Rangga terus memuji-muji Ratna sambil terus menggenjot tubuh Ratna."Kamu juga sangat enak, Rangga. Kamu sangat enakkk. Kamu sangat lua
"Tentu saja berbahaya. Ah, sudahlah. Ayo. Kita kan akan menggerebek rumah kost." Rangga berusaha mengalihkan pembicaraan."Iya. Kita ke Jalan Kamboja. Dari jalan besar di depan sana, kamu ambil jalan ke kiri, nanti aku kasih tahu sisanya." Setelah itu, Tiara dengan cueknya mulai menelpon seseorang.Rangga mulai sibuk mengemudikan mobil, dia biarkan Tiara menelpon.Terdengar suara Tiara yang berkata, "jadi mereka masih di situ kan? Apa kalian sempat mendekati kamar itu dan mendengar suara orang bercinta di dalam sana?"Wajah Tiara berubah. Dia nampak marah. "Ini betul-betul keterlaluan!" Tiara memukul dashboard di depannya. Nampaknya dia betul-betul terganggu dengan apa yang sedang terjadi.Beberapa saat kemudian, dengan arahan dari Tiara, mobil sudah berhenti di halaman parkir sebuah kost-kostan."Aku akan hancurkan kaca jendela kamar itu!" kata Tiara sambil keluar dari mobil.Rangga terkejut. "Maaf, Tiara, tapi menghancurkan jendela rumah kos-an itu, bukanlah solusi yang tepat. Lebih
"Aku sedang stres. Aku tidak ingin sendirian dalam kamarku," kata Tiara sambil menatap Rangga penuh arti.Rangga menganggap itu sebagai isyarat. Karena itu, dia semakin memberanikan dirinya. "Kalau begitu, aku bisa menemanimu.Tiara mengangguk. Kemudian dia mundur ke belakang untuk memberikan kesempatan bagi Rangga untuk masuk ke dalam kamarnya.Selama ini, Tiara adalah gadis penggoda tapi sebenarnya dia cuma pernah tidur dengan satu lelaki yaitu dengan Agus.Karena kecantikannya dan tubuhnya dan dengan buah dada yang memancing hasrat para lelaki, maka Tiara disukai banyak lelaki.Tiara sangat menikmati saat dirinya ditatap oleh banyak lelaki. Mereka dianggap fans olehnya. Dia sangat bangga karena mendapatkan perhatian banyak laki-laki.Agus juga ikut-ikutan bangga karena dia bisa memiliki Tiara yang jadi incaran banyak lelaki. Karena itu, Agus juga yang mempunyai ide supaya Tiara bisa menggoda banyak lelaki.Tapi tentu saja, Tiara hanya menggoda, dan tidak sampai tidur dengan laki-l
Orang itu terus memperhatikan keadaan di dalam dia bahkan mulai memegang buah dadanya. Nampaknya dia mulai terangsang dengan apa yang terjadi di dalam sanaSebelumnya pintu di kamar ini ternyata tidak tertutup rapi. Orang ini masuk kemudian perlahan-lahan dia menutup pintu kamar Tiara ini dengan hanya menimbulkan bunyi sedikit, sehingga tidak didengar oleh Tiara dan Rangga yang sedang asyik di atas pembaringan.Sementara itu, di atas ranjang, Tiara baru saja menjerit kencang. Dia menjadi kencang bersamaan dengan tertutupnya pintu sehingga tertutupnya pintu itu bisa disamarkan suaranya oleh teriakan kencang Tiara.Sekarang ini, Rangga mengambil posisi dengan tidur terlentang di atas pembaringan.Tiara tahu akan maksud Rangga mengambil posisi ini. Karena itu, dia segera naik di atas tubuh Rangga.Tiara memegang rudal milik Rangga. Dia berdecak kagum saat melihat ukuran benda ini. "Ih, ini besar banget. Jauh banget kalau dibandingkan dengan punyanya Agus.""Benarkah? Aku pikir punyaku in
Dengan penuh rasa ingin tahu, Nathan segera bergerak ke depan hotel bersama beberapa pegawai hotel dan juga tamu-tamu hotel yang juga ingin tahu dengan apa yang terjadi di depan sana. Saat orang-orang masih mengintip ke arah luar untuk mencari tahu akan apa yang terjadi, maka Nathan segera menyeruak di antara orang-orang dan langsung keluar dari hotel karena dia mengenali suara seseorang yang berteriak di Jalan Raya sana. "Itu adalah suaranya Justin. Apa yang terjadi?" batin Nathan yang langsung mendapatkan firasat buruk. Karena itu, dia langsung berlari ke depan hotel. Di jalan raya di depan Hotel, dia melihat Justin sedang memeluk tubuh seorang gadis yang walaupun belum terlihat wajahnya karena terhalang oleh tubuh Justine, tapi Nathan mendapatkan firasat kalau itu adalah Leticia. Justin nampak menangis sambil memeluk Gadis itu yang ternyata memang benar adalah Leticia. "Apa yang terjadi, Justin?" tanya Nathan. 'Setelah kamu masuk ke dalam hotel, Leticia tiba-tiba keluar dari
Nathan berkata, "kamu jangan salah mengambil keputusan, Leticia.""No. Inilah keputusan terbaik. Buat apa nikah kalau tidak saling mencintai," bantah Leticia.Nathan kembali merasa tidak enak kepada Justin akan kata-kata Leticia itu. "Justine sangat mencintaimu, Letti. dia sendiri yang bilang padaku dan aku bisa melihat kesungguhan hatinya.""Tapi aku tidak cinta Justine. Itu bukan saling mencintai kalau yang cinta cuma satu pihak. Aku mencintaimu, Nathan," tegas Leticia tanpa tedeng aling-aling. Dia tidak peduli walaupun Justine duduk di depannya."Lalu bagaimana dengan kita? Kita juga tidak saling mencintai. Aku mencintai Eva dan walaupun--""Dia sudah meninggalkanmu, sayang. Untuk apa lagi mengharapkannya? Lagipula Tante Mila sudah sangat setuju kalau aku jadi pacarmu, Nathan." potong Leticia."Tante Mila ingin yang terbaik untukmu, Nathan. Dia ingin kamu bahagia bersamaku. Aku akan merawatmu secara ekonomi. Kamu tidak perlu bekerja seperti yang sekarang lagi, Nathan."Nathan terdi
Karena batang kebanggaan Nathan terus didesak Nathan masuk-keluar ke liang kewanitaannya Stella, maka Stella merasakan sakit yang amat sangat.Stella masih belum sempat menemukan momen untuk mendapatkan kesembuhan dari rasa perih yang dia rasakan karena dihantam oleh benda jumbo milik Nathan itu.Saat Stella sedang menunggu-nunggu momen di mana dia tidak merasakan sakit, momen itu tidak kunjung datang karena Nathan terus memaksakan batang kejantanannya ke dalam liang kewanitaan Stella."Nathan, ampun, Nathan. Ampun. Ampuni aku, Nathan. Perlahan dulu, jangan seperti ini!""Kamu kan yang ingin ini, kan? Jadi, kamu akan mendapatkannya."Stella hanya bisa menjerit minta ampun menahan kesakitan karena tusukan-tusukan dari benda berukuran besar milik Nathan.Hingga akhirnya lama-kelamaan Stella mulai tenang karena rasa sakit sudah mulai berhasil dilewati berganti dengan rasa nikmat karena tusukan-tusukan dari benda milik Nathan ini.Nathan sudah mendengar desahan dari Stella, karena itu dia
"Gak bisa, Stella." Nathan langsung menggeleng-gelengkan kepalanya."Kenapa, hah? Kita kan mainnya di sini bukan di ranjang tante binalmu itu, tau!" Sembur Stella sambil menunjuk Mila."Stella! Kamu gak boleh berkata seperti itu!" Nathan segera menarik tangan Stella keluar dari kamar ini sebelum kata-kata Stella tadi didengar oleh Mila."Tante macam apa yang menggoda ponakannya sendiri, hah!""Kamu tahu?""Tentu saja. Aku mengintip perbuatan kalian itu!"Sesampainya di luar kamarnya Mila, Nathan terus menarik tangan Stella ke arah luar apartemen agar jauh dari Mila. "Kamu harus pergi, Stella!""Ok. Tapi layani aku dulu!" sembur Stella."Aku tidak mau lagi melayanimu!" tegas Nathan."Mengapa?""Kamu keterlaluan saat meminta aku melayanimu di kamar tanteku.""Ya kan siapa tahu dia jadi bergairah karena itu. Iya kan? Atau supaya dia ada penghiburan di masa-masa tuanya yang sebatang kara itu. Iya kan?""Kamu gak punya perasaan! Aku tidak akan mau lagi melayanimu!""Kalau kamu tidak melaya
"Tante Mila dan mamamu di Manado sudah merestui hubungan kita," jawab Leticia dengan wajah berseri-seri."Maksud kamu?" tanya Nathan sambil mengerutkan keningnya."Tante Mila sudah setuju kalau aku menjadi pacarmu. Dia bahkan langsung menelpon mamamu dan mamamu juga setuju."Nathan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak. Kamu lebih baik bersama Justine. Kamu akan bahagia bersamanya.""Aku yang tahu diriku, Nathan. Aku yang tahu dengan siapa aku akan bahagia dan bukan kamu.""Aku cuma seorang pecundang. Aku tidak akan bisa membahagiakan kamu, Leti.""Siapa bilang? Ayahku memiliki beberapa anak perusahaannya yang akan dia serahkan padaku begitu aku lulus kuliah atau menikah. Nah, begitu menikah denganmu, kamu akan aku angkat jadi pemimpin di perusahaan-perusahaan itu. Kamu tidak akan jadi pecundang lagi kalau kamu sudah jadi CEO, Nathan.""Ayahmu sudah menjodohkan kamu dengan Justine, Letti.""Dia tidak bisa memaksaku. Ok. Dia memang menjodohkan aku dengan Justine. Tapi, hanya sampai si
"Namaku Justine, Nathan," kata pria itu."I'm sorry. Tapi, kita kenal dimana? Kok kamu tahu namaku dan kok tahu aku akan pulang?" Nathan menatap penuh selidik ke arah pemuda di depannya ini.Pemuda ini hampir setinggi Nathan, tapi tubuhnya kurus, tidak sebesar Nathan."Kita memang belum saling kenal. Tapi, aku adalah tunangannya Leticia.""Leticia? Dia punya tunangan?""Ya. Sejak setengah tahun yang lalu. Orang tua kami yang menyatukan kami dalam pertunangan. Tapi, dia tidak pernah menganggap aku ada.""Kamu mencintainya?""Amat sangat," tegas pemuda bernama Justin ini sambil menatap Nathan.Nathan mengangguk. "Ok. Aku bersedia kamu antar pulang. Aku ingin mendengar apa yang ingin kamu bicarakan.""Terimakasih, Nathan." Justin membalikkan tubuhnya untuk menuju ke arah pintu keluar."Mengapa kamu tahu aku ada di sini?""Aku pernah mengikuti Leticia yang berada di apartemenmu. Saat aku melihatmu keluar dari apartemen, aku ikut kamu hingga ke tempat ini. Tapi, sebelumnya, aku belum beran
Hanya dalam tempo yang tidak terlalu lama, maka, Venty mulai merasakan gairahnya melonjak-lonjak. Pinggulnya mulai bergerak memutar untuk menandingi tusukan-tusukan yang dilakukan Nathan dengan terong besarnya."Aduh ... ini enak benget, Nathan. Enak. Oh ...""Iya, kak. Ini enak banget. Oh ... enak banget.""Tusukan kemu berasa banget, Nathan di dalam tubuhku. Auh ... eh. Enak e.""Cengkeraman kakak juga hebat, kak. Aku suka.""Nanti abis ini, kamu kasih nomor telponmu, ya? Biar kita bisa atur waktu untuk main di rumahku. Ok?"Nathan terdiam mendengar permintaan Venty ini. Sudah beberapa pelanggan yang meminta nomor telponnya. Orang-orang yang ingin berhubungan lebih lanjut dengan Nathan, tanpa melalui Tante Lisa.Ini adalah sesuatu yang tidak disetujui oleh Nathan. Apalagi dia terikat peraturan di club malam yang mengharuskan dirinya untuk tidak memberikan nomor telponnya kepada pelanggan.Karena itu, Nathan tidak menjawab kata-kata Venty itu. Nathan memilih untuk terus menggerakkan
"Ugh ... jangan gerak dulu. Masih sakit." Venti mengerang karena merasa perih."Iya, kak. Aku akan menunggu." Nathan tersenyum menenangkan Venty."Punya kamu kenapa sih jadi gede gini? Apa kamu kasih obat?""Gak, kak. Gak pernah aku kasih obat. Dari kecil udah gede.""Wah. Yang jadi pacar kamu, pasti merasa beruntung.""Kadang-kadang dia mengeluh sakit, kak.""Hah? Jadi kamu memang sudah punya pacar? Aku gak tahu loh soal ini. Gak diceritakan di grup.""Aku memang tidak pernah bercerita soal pacarku dan selama ini gak pernah ditanya pelanggan soal itu. Tapi, sudahlah. Sejak kemarin Aku dan dia sudah putus, kak," tegas Leon."Owalah. Maafkan aku.""Kakak tidak salah kok. Untuk apa minta maaf?"Venty menatap Nathan penuh selidik. "Aku pernah mendengar tentang cewek yang matre yang terus mengeksploitasi pacarnya walaupun harus tidur dengan wanita lain. Itu kan yang terjadi?""Tidak, kak. Pacarku tidak seperti itu. Aku yang tidak pernah bercerita kepada pacarku tentang pekerjaanku ini. Sa
Malam ini, Nathan putuskan untuk kembali engambil job yang diberikan Tante Lisa.Sejak beberapa waktu yang lalu, Nathan sudah berada di klub malam. Tuti memberi isyarat kepada Nathan untuk masuk lift.Nathan mengabaikan isyarat dari Tuti itu. Dia teringat akan Eva. Dia sempat mengeluarkan handphonenya, bermaksud untuk menelpon Eva. Tapi dia batalkan niatnya itu."Gimana?" tanya Tuti."Baiklah. Ayo kita pergi."Nathan dan Tuti masuk ke dalam lift untuk menuju ke arah lantai 7.Begitu keluar dari lift, Tuti segera membawa ke arah kiri dan melewati sekitar 7 buah pintu hingga akhirnya dia berdiri di pintu ke-8 dan mulai mengetuk pintu.Terdengar suara dari dalam. Tuti segera masuk tanpa mengajak Nathan.Beberapa saat kemudian, Tuti keluar dan membawa beberapa uang kertas pecahan Rp 100.000 yang kemudian langsung dia taruh di kantong celana pendek yang dia kenakan.Setelah itu, Tuti membuka pintu kamar lebar-lebar dan memberi isyarat kepada Nathan untuk masuk ke dalam.Nathan pun masuk ke