Rangga langsung kembali ke kantor Rahul karena dia diminta untuk mengantar Rahul bertemu kliennya di sebuah hotel.
Sesampainya di kantornya Rahul, Rahul sudah menunggu di lobby kantor sehingga Rahul langsung naik ke mobilnya yang dikemudikan Rangga ini setelah Rangga berhenti di depan pintu masuk kantor. Walaupun hatinya agak kesal kepada Rahul tapi dia terpaksa mengantar Rahul untuk menemui kliennya Rahul di sebuah hotel.
Rangga duduk di lobby saat Rahul bertemu dengan kliennya.
Dan setelah beberapa saat menunggu, akhirnya pertemuan Rahul dengan kliennya selesai. Mereka pun kembali ke rumah.
Namun, satu jam setelah mereka kembali ke rumah, saat Rangga masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang makan, dia mendengar suara pertengkaran yang terjadi antara Rahul dan Ratna.
Dengan penuh rasa ingin tahu, Rangga segera mendekat ke arah sumber suara itu. Dia berada di balik dinding untuk mendengarkan pertengkaran mereka.
Ternyata ada chat dari seorang wanita untuk Rahul yang mengajak Rahul ketemuan yang berhasil dibaca oleh Ratna yang membuat Ratna ngamuk.
Tapi Rahul tetap memaksa untuk keluar dari rumah, Ratna melarang bahkan mengambil kunci mobil supaya Rahul tidak bisa keluar.
Tapi ternyata Rahul malah memesan taksi online dan beberapa saat kemudian sudah keluar dari rumah ini untuk bertemu dengan wanita itu.
Mendengar itu, Rangga juga gak cemas. Dia takut kalau wanita yang ingin bertemu dengan Rahul itu adalah Jojo, istrinya.
Karena itu, Rangga segera melakukan video call dengan Jojo. "kamu di mana?"
"Aku di rumah menjaga anak-anak kita. Memang kenapa?" jawab Jojo di ujung telpon.
"Kamu tidak akan keluar, kan?"
"Aku tidak akan kemana-mana, Rangga. Aku kan sudah janji aku tidak akan kemana-mana sesuai dengan perjanjian kita. Aku cuma akan berada di rumah, tidak akan kerja lagi dan tidak akan bertemu dengan siapapun dan aku akan fokus menjaga kedua buah hati kita."
"Bagus. Aku akan terus mengawasimu." Rangga mematikan handphone tapi dia yang memang sudah memasang sebuah aplikasi pelacak lokasi di handphonenya Jojo, langsung memperhatikan titik lokasi handphonenya Jojo dan dia melihat handphonenya Jojo berada di rumah mereka dan itu berarti Jojo tidak akan kemana-mana dan itu berarti Rahul akan bertemu dengan wanitanya yang lain.
Saat Rangga sedang duduk di teras depan sambil memperhatikan aplikasinya untuk melihat kalau Jojo tetap berada di rumah atau tidak, tiba-tiba Ratna mendekati Rangga dan duduk di samping Rangga.
Rangga langsung menyimpan handphonenya dan mengangguk hormat ke arah Ratna. "Selamat malam, nyonya."
"Kelakuan suamiku semakin menjadi-jadi padahal aku sudah memberikan dia kesempatan untuk memiliki istri kedua." Ratna menunjuk ke arah rumahnya Tineke di sebelah. "Tapi dia tidak puas juga. Dia masih saja mencari wanita-wanita yang lain. Huh!"
"Mungkin sifatnya bapak sudah seperti itu, Bu," tandas Rangga padahal hatinya juga panas karena salah satu wanita yang menjadi korbannya Rahul adalah istrinya sendiri.
Saat ini Ratna sedang berada dalam keadaan kesal kepada Rahul. Dia juga merasa kesepian karena walaupun berada satu rumah dengan Rahul, tapi sudah berbulan-bulan Rahul tidak pernah menyentuhnya.
Karena itulah dia mulai memperhatikan wajah dan tubuh Rangga yang berada di sampingnya.
Ratna menelan salivanya beberapa kali. Rasanya dia ingin menyerang Rangga, tapi, status dirinya sebagai seorang wanita bersuami, membuat dia menahan diri.
Ratna duduk di sisi Rangga, wajahnya mencerminkan kesedihan dan kelelahan. Dengan suara gemetar, dia mulai berbicara tentang beban yang dia tanggung selama puluhan tahun menjadi istri Rahul.
Air mata tak terbendung mengalir saat dia menceritakan bagaimana hatinya sangat terluka karena sifat Rahul yang suka bermain dengan perempuan lain.
Setiap kali dia mencoba melupakan dan memaafkan dan Rahul berjanji tidak akan selingkuh lagi, Rahul kembali ketahuan selingkuh.
Itu membuat luka di hati Ratna itu terasa semakin dalam. Dia merasa tertekan, kesepian, dan merasa bahwa cintanya dianggap enteng oleh Rahul.
Rangga mendengarkan dengan penuh pengertian. Dia memberanikan diri untuk menggenggam tangan Ratna erat-erat, memberikan dukungan dan ketenangan yang sangat Ratna butuhkan.
Ratna berkata sambil menahan tangis, "Rangga, aku sudah beberapa kali mencoba meninggalkan Rahul, tapi dia selalu menolak berpisah. Dia bilang akan berubah, tapi sepertinya dia tak pernah sungguh-sungguh melakukannya."
Rangga memegang tangan Ratna semakin erat. "Aku tahu ini sangat sulit bagimu, Ratna. Kamu telah berjuang dengan perasaanmu sendiri selama ini."
"Iya, Rangga. Aku sangat tertekan dengan pernikahan ini. Oh. Huhuhu. Tapi... aku tidak bisa cerai dari dia."
"Apa ini tentang anak-anakmu? Apakah kamu khawatir tentang mental mereka jika terjadi perceraian?"
Ratna menghela nafas. "Ya, aku sangat khawatir. Aku tidak ingin mereka tumbuh dengan lingkungan yang penuh ketegangan. Tapi juga, aku tidak tahu bagaimana terus bertahan dengan perasaan ini."
Rangga mengangguk. "Anak-anak adalah prioritas, dan orang tua harus mencari cara agar mereka tetap merasa dicintai dan aman. Perceraian memang tidak mudah, tapi kebahagiaan keluarga juga penting."
Ratna tersenyum lemah. "Terima kasih, Rangga. Terimakasih karena kamu sudah menjadi teman curhatku."
sambil menggenggam tangan Ratna, Rangga berkata, "tentu, Ibu Ratna. Aku di sini untukmu. Berusaha membantu apabila aku bisa dan menjadi pendengar karena apabila semua disimpan dalam hati, bisa jadi masalah di mental ibu."
Ratna dengan nada lembut berkata, "di awal pernikahan aku dengan Rahul, tekanan batin yang aku rasakan begitu berat. Aku merasa hancur, cemas, dan tidak mampu menghadapinya. Aku bahkan sering bolak-balik ke dokter dan mengkonsumsi obat mental untuk mencoba meredakan perasaan itu."
Rangga menepuk tangan Ratna dengan penuh simpati. "Itu pasti masa-masa yang sangat berat bagimu, Ratna. Aku tak bisa membayangkan seberapa sulitnya perasaan yang kamu hadapi saat itu."
Ratna mengangguk. "Benar, Rangga. Semuanya begitu menyakitkan. Aku mencoba untuk membuat pernikahan ini berjalan, berharap dia akan berubah. Tapi semuanya sepertinya tak kunjung membaik. Aku selalu setia padanya tapi dia tidak pernah setia padaku. Huhuhu."
Rangga memegang tangan Ratna. "Kamu begitu kuat, Ratna. Sudah lama berusaha bertahan dengan keadaan seperti itu. Aku salut padamu."
Ratna menghela nafas berat. "Terima kasih, Rangga. Mendapatkan dukunganmu begitu berarti bagiku. Aku merasa tidak sendirian menghadapi masalah ini."
"Kamu akan menemukan jalan keluarnya, Ratna. Yang terpenting adalah kesehatan mental dan kebahagiaanmu. Jangan ragu untuk berbicara dengan aku atau mencari bantuan profesional jika dibutuhkan."
Ratna tersenyum. "Aku akan mencoba yang terbaik, Rangga. Terima kasih karena telah ada di sampingku, memberikan dukungan dan pengertian sepenuh hati.
Rangga menatap Ratna dalam-dalam dan berkata lembut. "Kamu layak mendapatkan kebahagiaan, Ratna. Kita akan hadapi ini bersama-sama mulai sekarang."
Ratna bertanya dengan sedikit ragu, "Bersama-sama? Benarkah? Apa kamu ingin membantuku?"
"Mau ikut?" tawarku pada Haley. "Tentu saja," jawab Haley, bergabung denganku dalam memukul pantat Kaitlyn tanpa ampun. Teriakan Kaitlyn setiap kali dipukul lebih karena kemarahan dan keterkejutan daripada rasa sakit, karena aku tahu dia sebenarnya menyukai pantatnya disiksa, tapi aku tidak akan berhenti saat kita semua tampak begitu menikmati ini. Aku sudah mencium aroma familiar dan musky dari liang keintiman Kaitlyn yang basah, dan aku sudah keras seperti batu. Kilauan di mata Haley memberitahu aku dia juga menikmati ini, dan aku penasaran seberapa jauh ini akan berlanjut. "Maaf, sial, maaf, oke?" kata Kaitlyn. "Maaf untuk apa?" ejek Haley, menampar pantat Kaitlyn dengan keras."Sial!" teriak Kaitlyn. "Sial, maaf aku mencoba menipumu." Pukulan! "Maaf aku begitu jahat!" Pukulan! "Maaf aku mencoba membuatmu memakan pantat Ryan!" Pukulan!"Maaf untuk semua kali lain aku mencoba menipumu!" Pukulan! "Aku tidak menyesal, aku menikmati ini!" Kaitlyn mendesis, tersenyum
Saya: Kalau begitu, aku akan berada di dalam bungalow. Aku sudah punya kuncinya. Ketuk pintu saat kamu sampai di sini? Kaitlyn: Sampai jumpa nanti ;) Kaitlyn: Oh, dan Ryan? Saya: Ya? Kaitlyn: Saat aku sampai di sana, ikuti saja, oke? Well, itu sama sekali tidak mencurigakan, kan?Aku: Ikut saja apa? Kaitlyn: Kamu akan lihat ;) Aku ingin lebih dari itu, tapi aku juga cukup mengenal Kaitlyn untuk tahu bahwa itu semua yang akan aku dapatkan. Itu akan membuatku frustrasi jika aku tidak memiliki rasa sayang yang begitu besar untuk Kaitlyn, bukan hanya karena seberapa lama kita sudah kenal, tapi karena dia adalah orang yang memicu kegilaan yang indah di tahun terakhirku. Tentu saja, dia sedang bersikap menyebalkan saat itu dan mencoba menyuap jalan keluar dari sesi bimbingan belajar, tapi sejak kita mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama (baik bimbingan belajar maupun bercinta seperti orang gila), kita jadi dekat. Sangat dekat, sebenarnya. Tidak ada kemungkinan di dunia
Mallory mendesah dengan putus asa, liang keintimannya sudah basah kuyup karena nafsu. "Aku tidak akan membuat janji apa pun, tapi kalau kamu terus melakukan itu, aku, sial, aku akan berusaha diam seperti tikus."Aku tidak pernah berpikir akan berada dalam posisi meminta seorang gadis untuk diam, tapi tampaknya ada pengecualian untuk setiap aturan. Aku bermaksud setidaknya membalasnya dengan antusiasme, memasukkan dua jari ke dalam liang keintimannya bersama lidahku, menjelajahi kedalaman panas dan basahnya, dan memutar-mutar jari-jariku. Aku pernah menemukan titik G-nya di masa lalu dan tahu persis di mana letaknya kali ini, menekan ke arahnya sambil mengisap dan menjilat area sensitifnya dengan ganas.Aku tahu Mallory suka berteriak, dan pasti menyakitkan baginya, menggigit bibirnya dan menahan teriakan kenikmatan yang terdengar mengagumkan. Daripada berteriak, dia menarik kaus ketatnya ke atas payudaranya yang kecil namun indah tanpa bra, putingnya yang besar dan membengkak sudah ke
Seperti biasa, saat ada sesuatu yang ditunggu-tunggu setelahnya, pelajaran terasa berjalan lambat seperti siput. Biasanya aku suka pelajaran-pelajaranku, terutama pelajaran Bu Lynn, tapi dengan Halloween Scream yang tinggal hitungan jam, sulit untuk fokus.Pesan-pesan yang aku terima juga tidak membantu. Beberapa di antaranya adalah hal-hal biasa yang biasa aku terima dari Kaitlyn dan Brooke, mengatakan apa yang mereka ingin lakukan padaku dan bagaimana mereka menantikan Halloween berakhir agar aku punya lebih banyak waktu luang untuk mereka, tapi saat foto-foto mulai datang, well, itu membuat sulit untuk fokus.Brooke: Kamu pikir celana dalam ini cocok dengan kostumku???Brooke mengirim foto dirinya membungkuk di depan cermin kamar tidurnya, rok pendek berwarna hijau pucat dari kostum putri peri-nya ditahan di atas pantatnya, memperlihatkan sepasang celana dalam hijau pucat yang begitu tipis sehingga saya bisa melihat liang keintimannya dan anusnya dengan jelas melalui celana dalam i
"Ya?""Aku benar-benar senang kalian akhirnya bersama. Aku selalu tahu kalian akan terlihat manis bersama," kata Lauren.Ada jutaan hal yang bisa aku katakan saat itu, dan yang terbaik mungkin hanya diam saja, tapi entah kenapa aku tidak bisa menjelaskan mengapa aku menjawabnya seperti itu. Mungkin itu gabungan dari berbagai faktor: panas dan gairah yang masih berputar di kepalaku, rekonsiliasi aneh yang sedang terjadi antara Tori dan aku, kegembiraan yang luar biasa karena Halloween, tekanan yang akan datang dari semua pesan Nadia, dan perasaan kagum kecilku pada ibu Tori. Aku menjawab dengan cepat karena ingin menjawabnya dengan cepat, tapi jika aku memikirkannya lebih dalam, aku akan menghindari banyak sakit hati dan penderitaan di kemudian hari."Kita tidak bersama, tidak benar-benar. Kita hanya bersenang-senang, satu sama lain, dengan orang lain. Membuat tahun terakhir SMA ini menjadi kenangan yang tak terlupakan, kan?" kataku, lebih jujur daripada yang aku maksudkan, tapi tetap
"Apa, kamu bilang kamu nggak mau goy*ng belahan belakangku?" Tori menjawab, mengencangkan belahan belakangnya ke arah batang kemaluanku."Tidak," kataku, menekan kepala batang kemaluanku ke lubangnya, tidak mendorong masuk, tapi memberitahunya bahwa aku ada di sana. "Sejak berhubungan seks denganmu menjadi pilihan, aku ingin megoy*ng belahan belakangmu seperti yang tidak pernah kamu bayangkan, aku hanya berpikir, kamu tahu, akan ada momen yang lebih spesial untuk itu." "Nah, kalau kamu mau aku mengadakan pesta untukmu, menyiapkan topi dan pita, dan sebagainya, aku bisa selalu—SI KACANG!" Tori berteriak saat aku menekan kepala batang kemaluanku ke lubang belahan belakangnya yang ketat, sangat ketat, dan panas. Sepertinya itu cara yang baik untuk menghentikan ejekannya, dan itu pasti berhasil."Aku tidak butuh pesta. Aku hanya kaget," kataku, mencoba menggunakan lelucon untuk menyembunyikan rasa kagum yang luar biasa saat menyetubuhi belahan belakang lezat Tori."Aku juga, kalau dipik