"Menemani bagaimana, Nyonya?"
"Kamu akan tahu nanti." Tineke tersenyum menggoda.
"Tapi bagaimana kalau Tuan Rahul atau nyonya Ratna mencariku?" tanya Rangga lagi, berpura-pura polos.
Ratna adalah istri pertama Rahul, istri yang dinikahi secara sah.
"Kita bisa melakukannya short time mungkin satu jam atau dua jam. Lagipula mereka kan tahu kalau kamu sedang mengantarku belanja dan tiap kali aku belanja membutuhkan waktu paling sedikit 5 jam. Jadi, aman lah."
"Tapi bagaimana kalau Tuan Rahul mengetahui kalau aku menemani nyonya di hotel?"
"Kamu jangan khawatir soal itu karena kalau kamu tidak membuka mulut, maka rahasia ini akan hanya akan menjadi rahasia kita berdua dan tidak ada yang akan tahu. Dan nanti, kita bisa masuk secara terpisah. Aku akan masuk dulu, baru setelah aku menelponmu, kamu bisa masuk."
Rangga menelan salivanya. Nampaknya apa yang direncanakan mulai terjadi.
"Tapi ingat, nyonya. Nyonya harus berjanji kalau hal ini tidak akan ketahuan, nyonya, karena aku takut dipecat."
"Kamu jangan khawatir, Rangga. Justru aku yang paling takut kalau hal ini sampai ketahuan sama Tuan Rahul karena Tuan Rahul akan segera menceraikan aku, mengusirku dari rumah mewah yang selama ini aku tempati kalau aku ketahuan selingkuh. Jadi, aku yang paling dirugikan kalau apa yang kita berdua lakukan nanti akan ketahuan oleh Tuan Rahul, sementara kamu paling hanya akan pindah kerja ke tempat lain. Iya kan?"
"Iya juga, nyonya."
Rangga tersenyum karena sebentar lagi dia akan mulai membalas akan apa yang pernah dilakukan Rahul dalam hidupnya.
Setelah itu, Rangga langsung mengantar Tineke menuju salah satu hotel mewah di pusat kota.
Tineke langsung memesan kamar dan masuk lebih dulu ke kamar itu. Segera, Tineke menelpon Rangga.
"Aku sudah menitipkan kunci untukmu di meja resepsionis. Kamu boleh segera mengambilnya. Nomornya 728. Bilang saja kamu adikku, mengerti?"
"Iya, nyonya." Setelah itu, Rangga langsung keluar dari mobil.
Dia masuk ke dalam hotel untuk menuju ke arah meja resepsionis dan memberitahu resepsionis sesuai dengan petunjuk dari Tineke.
Setelah mendapatkan kunci kamar, Rangga segera naik lift untuk menuju ke lantai 7. Dia segera mencari kamar nomor 728 dan mengetuk pintu.
Pintu terbuka dan di dalamnya ada Tineke yang menatap Rangga manja.
Rangga segera masuk dan menutup pintu sambil membantin, ‘Ini yang pertama Tuan Rahul. Ini wanita pertama di sekelilingmu yang aku tiduri. Setelah itu, akan menyusul yang lain.’
Rangga membalikkan tubuhnya sementara Tineke dengan tanpa malu-malu lagi langsung mendekati Rangga menaruh kedua tangannya di dada bidang Rangga.
Tubuhmu sangat atletis. Wajahmu sangat tampan. Kenapa kamu cuma menjadi supir?"
"Aku sedang menunggu pekerjaan yang lebih baik, tapi sebelum mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, daripada nganggur, aku menjadi supir."
"Ok. Aku ngerti. Dan ingat, apapun yang terjadi pada kita di kamar ini, jangan sampai ada orang ketiga yang tahu terutama Tuan Rahul. Mengerti?"
"Aku bisa menyimpan rahasia, nyonya. Tapi sebenarnya, apa yang akan kita lakukan di sini, nyonya?" pancing Rangga.
"Kamu akan segera tahu," kata Tineke sambil mulai membuka kancing kemeja yang dikenakan Rangga.
Tineke langsung berdecak kagum melihat tubuh atletis dengan dada bidang yang menawan hati milik Rangga.
"Kalau aku jadi istrimu, aku pasti tidak akan pernah selingkuh darimu," bisik Tineke sambil tersenyum.
Rangga tersenyum getir karena dia sudah merasakan apa yang dibilang oleh Tineke itu.
Karena dengan modal yang dia miliki, wajah tampan, tubuh atletis dan kasih sayang yang melimpah tetap saja tidak cukup untuk istrinya sehingga istrinya selingkuh darinya.
Tineke sendiri tidak memperhatikan wajah sedih Rangga. Dia langsung mendorong tubuh Rangga hingga tersandar pada pintu.
Setelah itu, Tineke menggunakan lidahnya untuk mulai menyusuri dada bidang milik Rangga yang menawan hatinya itu.
Nafas Tineke mulai memburu karena nafsunya naik setelah melihat tubuh atletis Rangga ini.
Setelah itu Tineke menyandarkan tubuhnya di tubuh Rangga hingga sesuatu yang tegang di bawah sana bisa dirasakan oleh Tineke.
"Kamu juga sudah naik, kan? Kamu juga suka aku kan, Rangga?" tanya Tineke sambil menaikkan kakinya dengan bertumpu pada jari-jari kakinya supaya tubuhnya yang cuma memiliki tinggi 158 cm itu bisa menjangkau leher Rangga yang memiliki tinggi 180 cm itu.
"Iya, nyonya. Aku juga sudah naik."
"Hush. Saat kita berduaan kayak gini, jangan panggil aku nyonya tapi panggil aku sayang. Oke?" Tineke mengedipkan satu matanya.
"Iya, sayang." Rangga mengangguk sambil tersenyum puas.
Tineke langsung melucuti celana yang dikenakan Rangga. Dia juga melucuti segitiga pengaman milik Rangga, setelah itu dia terpekik sendiri. "Wow. Benar-benar gede. Asik nih."
Setelah itu, Rangga mulai menengadahkan kepalanya ke atas karena dia merasakan rudalnya di bawah sana mulai dikulum oleh sebuah benda basah yang mulai membuat dirinya terbang ke awang-awang.
"Enak, sayang. Ohhhh ... terus kan, sayang," kata Rangga sambil berpegangan pada gagang pintu.
Setelah itu, Tineke meninggalkan bagian tubuh kebanggan Rangga dan menarik tangan Rangga ke arah pembaringan.
Nampaknya Tineke sudah tidak sabar lagi sehingga dia langsung membuka bajunya dan langsung menyuruh Rangga untuk tidur di atas ranjang. Dan permainan panas itu pada akhirnya berlangsung selama 2 jam diiringi dengan desahan panas dan keringat yang terus mengucur.
Hari ini Tineke sangat puas karena dia mendapatkan 4 kali kepuasan sebelum Rangga juga mendapatkan puncaknya.
Rangga benar-benar memanjakan diri Tineke sehingga Tineke terkulai lemas.
Rangga juga ikut terkulai lemas hingga akhirnya dia baru bangun saat waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore.
Rangga terbangun karena mendengar suara ponselnya berbunyi yang ternyata merupakan panggilan telepon dari Rahul.
Panggilan telepon itu sudah selesai, tetapi Rangga melihat ada pesan masuk ke ponselnya.
"Ada chat dari Pak Rahul. Bagaimana ini?" bisik Rangga di telinga Tineke.
"Ya, udah. Pak Rahul bilang apa?"
"Pak Rahul bilang kalau dia memerlukan aku untuk antar jemput dirinya yang akan bertemu dengan klien."
"Kamu pergilah. Tapi ingat, nanti kalau aku perlu maka kamu harus ada. Oke?" kata Tineke sambil menatap Rangga penuh arti.
"Baik, sayang." Rangga bangkit berdiri dan mulai memakai bajunya.
Saat Rangga baru saja selesai memakai bajunya, tiba-tiba saja Tineke sudah memeluknya dari belakang dan memberikan sejumlah uang kepadanya.
"Ini untuk kamu, sayang."
"Aku tidak perlu ini, sayang. Uangku cukup kok. Aku malah senang bisa bermesraan denganmu," tolak Rangga halus.
Karena sebenarnya uang sejumlah 1 juta ini sama sekali tidak dia perlukan karena dia memiliki banyak uang di bank.
"Sudahlah, ambil saja, Rangga. Mumpung aku lagi banyak duit dan lagi baik. Tidak setiap kali kita melakukan ini aku akan memberikan uang kepadamu. Jadi, kamu ambil saja."
Untuk tidak membuat Tineke curiga, maka Rangga terpaksa mengambil uang itu. "Terima kasih, sayang."
"Oke dan ingat, kamu harus memuaskan aku lagi dan lagi nanti. Mengerti?"
"Mau ikut?" tawarku pada Haley. "Tentu saja," jawab Haley, bergabung denganku dalam memukul pantat Kaitlyn tanpa ampun. Teriakan Kaitlyn setiap kali dipukul lebih karena kemarahan dan keterkejutan daripada rasa sakit, karena aku tahu dia sebenarnya menyukai pantatnya disiksa, tapi aku tidak akan berhenti saat kita semua tampak begitu menikmati ini. Aku sudah mencium aroma familiar dan musky dari liang keintiman Kaitlyn yang basah, dan aku sudah keras seperti batu. Kilauan di mata Haley memberitahu aku dia juga menikmati ini, dan aku penasaran seberapa jauh ini akan berlanjut. "Maaf, sial, maaf, oke?" kata Kaitlyn. "Maaf untuk apa?" ejek Haley, menampar pantat Kaitlyn dengan keras."Sial!" teriak Kaitlyn. "Sial, maaf aku mencoba menipumu." Pukulan! "Maaf aku begitu jahat!" Pukulan! "Maaf aku mencoba membuatmu memakan pantat Ryan!" Pukulan!"Maaf untuk semua kali lain aku mencoba menipumu!" Pukulan! "Aku tidak menyesal, aku menikmati ini!" Kaitlyn mendesis, tersenyum
Saya: Kalau begitu, aku akan berada di dalam bungalow. Aku sudah punya kuncinya. Ketuk pintu saat kamu sampai di sini? Kaitlyn: Sampai jumpa nanti ;) Kaitlyn: Oh, dan Ryan? Saya: Ya? Kaitlyn: Saat aku sampai di sana, ikuti saja, oke? Well, itu sama sekali tidak mencurigakan, kan?Aku: Ikut saja apa? Kaitlyn: Kamu akan lihat ;) Aku ingin lebih dari itu, tapi aku juga cukup mengenal Kaitlyn untuk tahu bahwa itu semua yang akan aku dapatkan. Itu akan membuatku frustrasi jika aku tidak memiliki rasa sayang yang begitu besar untuk Kaitlyn, bukan hanya karena seberapa lama kita sudah kenal, tapi karena dia adalah orang yang memicu kegilaan yang indah di tahun terakhirku. Tentu saja, dia sedang bersikap menyebalkan saat itu dan mencoba menyuap jalan keluar dari sesi bimbingan belajar, tapi sejak kita mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama (baik bimbingan belajar maupun bercinta seperti orang gila), kita jadi dekat. Sangat dekat, sebenarnya. Tidak ada kemungkinan di dunia
Mallory mendesah dengan putus asa, liang keintimannya sudah basah kuyup karena nafsu. "Aku tidak akan membuat janji apa pun, tapi kalau kamu terus melakukan itu, aku, sial, aku akan berusaha diam seperti tikus."Aku tidak pernah berpikir akan berada dalam posisi meminta seorang gadis untuk diam, tapi tampaknya ada pengecualian untuk setiap aturan. Aku bermaksud setidaknya membalasnya dengan antusiasme, memasukkan dua jari ke dalam liang keintimannya bersama lidahku, menjelajahi kedalaman panas dan basahnya, dan memutar-mutar jari-jariku. Aku pernah menemukan titik G-nya di masa lalu dan tahu persis di mana letaknya kali ini, menekan ke arahnya sambil mengisap dan menjilat area sensitifnya dengan ganas.Aku tahu Mallory suka berteriak, dan pasti menyakitkan baginya, menggigit bibirnya dan menahan teriakan kenikmatan yang terdengar mengagumkan. Daripada berteriak, dia menarik kaus ketatnya ke atas payudaranya yang kecil namun indah tanpa bra, putingnya yang besar dan membengkak sudah ke
Seperti biasa, saat ada sesuatu yang ditunggu-tunggu setelahnya, pelajaran terasa berjalan lambat seperti siput. Biasanya aku suka pelajaran-pelajaranku, terutama pelajaran Bu Lynn, tapi dengan Halloween Scream yang tinggal hitungan jam, sulit untuk fokus.Pesan-pesan yang aku terima juga tidak membantu. Beberapa di antaranya adalah hal-hal biasa yang biasa aku terima dari Kaitlyn dan Brooke, mengatakan apa yang mereka ingin lakukan padaku dan bagaimana mereka menantikan Halloween berakhir agar aku punya lebih banyak waktu luang untuk mereka, tapi saat foto-foto mulai datang, well, itu membuat sulit untuk fokus.Brooke: Kamu pikir celana dalam ini cocok dengan kostumku???Brooke mengirim foto dirinya membungkuk di depan cermin kamar tidurnya, rok pendek berwarna hijau pucat dari kostum putri peri-nya ditahan di atas pantatnya, memperlihatkan sepasang celana dalam hijau pucat yang begitu tipis sehingga saya bisa melihat liang keintimannya dan anusnya dengan jelas melalui celana dalam i
"Ya?""Aku benar-benar senang kalian akhirnya bersama. Aku selalu tahu kalian akan terlihat manis bersama," kata Lauren.Ada jutaan hal yang bisa aku katakan saat itu, dan yang terbaik mungkin hanya diam saja, tapi entah kenapa aku tidak bisa menjelaskan mengapa aku menjawabnya seperti itu. Mungkin itu gabungan dari berbagai faktor: panas dan gairah yang masih berputar di kepalaku, rekonsiliasi aneh yang sedang terjadi antara Tori dan aku, kegembiraan yang luar biasa karena Halloween, tekanan yang akan datang dari semua pesan Nadia, dan perasaan kagum kecilku pada ibu Tori. Aku menjawab dengan cepat karena ingin menjawabnya dengan cepat, tapi jika aku memikirkannya lebih dalam, aku akan menghindari banyak sakit hati dan penderitaan di kemudian hari."Kita tidak bersama, tidak benar-benar. Kita hanya bersenang-senang, satu sama lain, dengan orang lain. Membuat tahun terakhir SMA ini menjadi kenangan yang tak terlupakan, kan?" kataku, lebih jujur daripada yang aku maksudkan, tapi tetap
"Apa, kamu bilang kamu nggak mau goy*ng belahan belakangku?" Tori menjawab, mengencangkan belahan belakangnya ke arah batang kemaluanku."Tidak," kataku, menekan kepala batang kemaluanku ke lubangnya, tidak mendorong masuk, tapi memberitahunya bahwa aku ada di sana. "Sejak berhubungan seks denganmu menjadi pilihan, aku ingin megoy*ng belahan belakangmu seperti yang tidak pernah kamu bayangkan, aku hanya berpikir, kamu tahu, akan ada momen yang lebih spesial untuk itu." "Nah, kalau kamu mau aku mengadakan pesta untukmu, menyiapkan topi dan pita, dan sebagainya, aku bisa selalu—SI KACANG!" Tori berteriak saat aku menekan kepala batang kemaluanku ke lubang belahan belakangnya yang ketat, sangat ketat, dan panas. Sepertinya itu cara yang baik untuk menghentikan ejekannya, dan itu pasti berhasil."Aku tidak butuh pesta. Aku hanya kaget," kataku, mencoba menggunakan lelucon untuk menyembunyikan rasa kagum yang luar biasa saat menyetubuhi belahan belakang lezat Tori."Aku juga, kalau dipik