Share

Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa
Pria Pertamaku Ternyata Seorang Penguasa
Penulis: Mirielle

Pengakuan

“Ruby, aku gay.”

Ruby menahan rasa mual kala mengingat pengakuan mantan kekasihnya yang kepergok beradu pedang di apartemen yang keduanya persiapkan untuk masa depan mereka.

Ternyata, Ruby hanya dijadikan tameng selama 6 tahun belakangan agar pria itu tak dihakimi keluarga dan lingkungan.

Luar biasa!

“Are you okay, Ruby?”

Ucapan sang sahabat menyadarkan Ruby dari lamunan tentang kejadian beberapa hari lalu.

“No. I’m not,” jujur Ruby, “Arden ternyata menyukai laki-laki.”

“Selama ini, aku berpikir jika aku sangat menawan, sehingga bisa mempertahankan dia.” Tak peduli keadaan klub yang berisik, entah mengapa tangisan yang ditahan Ruby, keluar juga.

“Ternyata aku sama sekali tidak menarik dan dia sama sekali tidak menyukaiku. Aku—”

“Kamu menarik, bestie. Arden saja yang bajingan,” hibur Liv cepat.

Dituangnya alkohol dan memberikannya pada Ruby untuk diminum.

“Tapi tetap saja aku sakit hati.” Ruby memelas lirih.

“Aku tahu ...” Liv harus berhenti bicara saat musik tiba-tiba menyala.

“Aku mengerti rasa sakitmu, By. Maka bersenang-senanglah dan lupakan laki-laki itu. Bebaskan dirimu, Ruby,” teriak Liv di telinga Ruby agar dia bisa mendengarnya.

“Ayo ikut berdansa.” Liv menari tangannya.

Ruby menggeleng cepat.

Bagaimana jika dia malah mengacau di sana? Ruby jarang ke klub malam. Lagipula, dia di sini untuk melupakan sejenak Ardeng, bukan untuk menambah masalah.

Untungnya, Liv mengerti.

Teman Ruby itu pun turun ke lantai dansa sendirian.

Cukup lama, gadis itu memperhatikan temannnya. Namun, getaran ponsel membuatnya mengalihkan fokus.

Ada banyak sekali notifikasi dari salah satu sosial medianya.

Saat membukanya, Ruby rasanya kehilangan napas ... Arden ternyata mengunggah foto dirinya yang sedang berciuman dengan kekasih prianya waktu itu!

[ Astaga @Ruby, bukankah kamu sudah menjalin hubungan serius dengan Arden? Kenapa bisa berakhir seperti ini? ]

[ Mereka sepasang kekasih? Astaga @Ruby yang malang. ]

[ @Ruby, masih ada aku. Menikahlah denganku.]

[ @Ruby, aku mendukungmu.]

[ Pengakuan besar-besaran ini membuatku terkejut. Apakah kamu baik-baik saja, @Ruby?]

Teman-temannya yang lain mempertanyakan hubungan mereka selama ini. Bahkan, sang ayah tiba-tiba menelponnya!

“Apa maksud Arden dalam postingannya itu? Bagaimana denganmu? Apa maksudnya?” teror pria itu dengan rentetan pertanyaan.

“Dad, kami sudah putus dan aku harap kalian tidak membahas hal ini lagi kedepannya.”

“Apa maksudmu, Nak? Kenapa? Bagaimana dengan pertunangan kalian?”

“Semuanya sudah selesai dan tidak ada pertunangan Dad. Tolong beritahu Mom soal ini juga. Maaf kalau kalian harus tahu lewat internet dan bukan dariku sendiri. Aku masih berusaha menenangkan diriku, Dad.”

“Astaga, putriku. Apa kamu mau Mom dan Dad datang mengunjungimu?”

Ruby menggeleng meski tak dapat dilihat sang ayah. “Aku baik-baik saja Dad. Malah aku sedikit lega setelah hubungan kami berakhir,” bohongnya, “jadi kalian jangan khawatir. Setelah ini, aku akan mencarikan menantu untuk kalian.”

“Kami hanya menginginkan kebahagiaanmu, Nak. Soal laki-laki, Mom dan Dad akan bantu mencarikan. Istirahat yang cukup dan bersenang-senanglah di sana. Lupakan laki-laki sialan itu. Dia tidak pantas mendapatkan putriku yang berharga.”

Ruby hanya bisa tertawa kecil sebelum sambungan telepon mereka berakhir.

Brak!

Gadis itu melempar ponselnya ke dalam tas dan langsung menenggak alkohol di depannya sampai habis.

Rasanya, dia ingin berteriak keras seorang diri! Namun, dia tak nyaman bila melakukannya di sini.

Melihat Liv yang masih asyik menari, Ruby lantas memutuskan untuk meletakkan beberapa lembar uang di atas meja.

Dipanggilnya pelayan yang tak jauh darinya untuk menyampaikan pada Liv jika dia harus pergi dari sana. 

Untungnya, sebuah taksi lewat begitu Ruby berhasil membelah lautan manusia untuk keluar dari klub.

“Pak. Tolong antar saya ke pantai terdekat …,” ucapnya kala berhasil mencegatnya.

Jadi, begitulah kisah Ruby, hingga dia berada di pantai pasar pantai putih saat ini.

Melepas siletonya, gadis itu menyusuri garis pantai seorang diri.

Tak dia pedulikan angin malam yang berhembus menembus dress pendeknya atau kaki telanjangnya.

Emosinya sedikit pulih.

Hanya saja, teriakan seorang laki-laki membuat Ruby nyaris melompat. “Ahh!!! Siapa yang menginjakku?!”

Gadis itu lantas mundur kala menyadari jika kakinya telah menginjak kaki laki-laki paruh baya yang sedang terlentang di atas pasir.

“Maafkan aku,” ujarnya tulus. “Aku tidak melihatmu, Tuan.”

Namun, laki-laki berusia setidaknya empat puluhan itu justru berdiri dengan sempoyongan. “Apa katamu?”

“Kamu menginjakku sama seperti dia menginjakku di rumah sesuka hatinya.” Laki-laki paruh baya itu kembali berteriak dan mengucapkan hal-hal yang tidak dimengerti oleh Ruby.

Bau alkohol yang menguar membuat Ruby mencoba menyingkir dari sana. Sayangnya, laki-laki itu tidak meloloskannya begitu saja.

Dia menarik tangan Ruby dengan kasar dan memegangnya erat.

“Lepaskan aku!” teriak Ruby.

Dia juga berusaha melepas genggaman laki-laki mabuk itu dengan sekuat tenaga.

Melihat kesempatan, dia pun berlari. Hanya saja, dia terus dikejar.

“Hei, kamu punya kekasih? Butuh seseorang untuk menemanimu? Malam ini aku tidak akan pulang agar dia tidak bisa menceramahiku. Ayo pesan hotel, Sayang.”

“Aish, kenapa malah seperti ini? Aku ke sini untuk mencari ketenangan, malah seperti ini,” gerutu Ruby dalam hati.

Lebih baik, dia diam dan duduk di klub malam saja tadi. Setidaknya, dia tidak berlari sampai lelah seperti ini.

Paling hanya mengorbankan indra pendengarannya karena musik yang hingar-bingar.

Ruby terus berlari, hingga....

Bugh!

Dia tak sengaja menabrak seorang pria dengan tubuh menjulang.

Ruby hampir saja jatuh jika pria itu tak menangkap tubuhnya dalam pelukan.

“Tolong aku…” Panik, membuat Ruby memohon pada pria asing di hadapannya.

Untungnya, dia segera menempatkan Ruby ke belakang tubuh seolah sedang melindunginya.

“Berhenti di sana!” Suara baritonnya yang begitu mendominasi membuat sang laki-laki mabuk terhenyak.

“Enyah dari sini atau kamu akan menerima konsekuensinya setelah bangun besok,” perintahnya lagi.

“Kenapa? Mau menuntutku? Memangnya pantai ini milik nenek moyangmu?”

“Aku bisa menjebloskanmu saat ini juga ke dalam penjara.”

Pria penyelamat Ruby itu mendekati si pemabuk dan menatapnya dengan dingin.

Entah apa yang terjadi, laki-laki mabuk itu langsung ketakutan saat mengenali pria di hadapannya.

Dia adalah Louis, atasannya di kantor! Dan pantai ini ... memang masih bagian dari resort milik turun-temurun dari Louis!

“Maaf, Tuan. Aku tadi tidak mengenalimu,” paniknya menundukkan tubuh di hadapan Louis, "Maafkan aku."

“Pergilah!”

“Ba-baik Tuan.”

Seketika, pria pengganggu itu pun pergi.

Meksi bingung, akhirnya Ruby bisa bernafas lega.

“Kamu baik-baik, saja?”

Suara bariton sang penyelamat membuat Ruby mendongakkan wajahnya untuk melihat jelas wajahnya.

Di bawah sinar bulan yang keemasan, dia bisa melihat garis wajah tegas terpahat di sana.

Ruby menelan ludahnya sendiri. ‘Tampan sekali!’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status