Setelah berhasil mengeluarkan Nayaka dari balik semak-semak, Gentala pun kebingungan setelahnya karena tak tahu bagaimana caranya untuk memeriksa tubuh sahabatnya dengan kuku-kuku tajamnya? Apakah ia harus merubah wujudnya menjadi sosok manusia? Sosok yang paling ia benci karena mereka telah membantai seluruh anggota Klannya, padahal sahabatnya sendiri adalah manusia, namun entah kenapa? Gentala tak pernah membencinya, apa mungkin karena sahabat manusianya ini lah yang telah menyelamatkan hidupnya?
Jika di pikir kembali, Gentala belum pernah membalas budi pada Nayaka. Ia pun akhirnya memutuskan untuk merubah wujudnya menjadi sosok manusia, anggap saja sebagai balas budi terhadap sahabatnya itu.
Jari tangannya perlahan ia simpan di pergelangan tangan Nayaka, seraya menutup kedua kelopak matanya. memfokuskan diri untuk memeriksanya.
Tak lama kemudian, tiba-tiba kedua bola mata nya melebar, mendapati denyu
" Apa kamu sungguh-sungguh tak melihat sahabat ku?! " Tanya Nayaka kembali untuk memastikan, karena seingatnya ia di lempar ke jurang itu bersama sahabatnya, dan sangat tak mungkin bagi sahabatnya itu pergi meninggalkannya seorang diri karena mereka telah berjanji untuk hidup semati.Gentala mengela nafas, seraya menggerutu di dalam hati dengan sikap sang sahabat yang begitu keras kepala. " Sudah berapa kali aku menjelaskannya padamu, aku tak pernah melihat sosok yang kamu bilang itu. " terangnya dengan nada sedikit kesal. " Karena sosok itu adalah aku, dasar bodoh." Tambahnya di dalam hati.Nayaka pun terdiam sejenak menatap kedua mata Gentala untuk menemukan jejak kebohongan, yang sayangnya ia tak menemukannya sama sekali membuatnya mendesah kecewa sekaligus pasrah dan tak bisa berkata apa-apa lagi, apa sahabatnya itu telah benar-benar meninggalkan dirinya?. " Apa dia membenciku karena sudah membuatnya terluka? Atau karena dia
' Bugh! bugh! bugh! Nayaka menendang ke empat perampok yang mencoba mengambil barang berharga dari kereta kakek tua itu, sedangkan sang pemilik sudah tergelak lemas di atas tanah yang tak jauh dari kereta miliknya." Siapa kalian?! Kenapa kalian merampok seorang kakek tua?! Sungguh tak tahu malu. " teriak Nayaka dengan suara lantangnya, berdiri dengan gagah di depan seorang kakek itu seraya berkacak pinggang. Sedangkan Gentala membantu kakek itu untuk berdiri." Dasar Bocah ingusan kurang ajar! Beraninya kamu melukai ku! Apa kamu sudah bosan hidup! " ucap marah salah satu pria perampok bertubuh gemuk, tangannya meremas baju bagian dada yang di tendang oleh Nayaka. terlihat jelas bekas kaki Nayaka di baju pria itu.Nayaka terdiam tak menanggapi ocehan dari pria bertubuh gemuk itu, salah satu alisnya terangkat sebelah. " Salah mu sendiri karena sudah berani merampok seorang kakek tua. " timpalnya
Pria itu langsung berjalan masuk ke dalam rumah begitu saja, lalu meraih kerah baju Mbah Sujana dan mencengkramnya dengan kuat hingga kaki sang kakek sedikit terangkat di udara.Tindakan yang di lakukan pria itu sontak membuat Nayaka marah. " Hey, apa yang kamu. . .Brak! Belum sempat mendekat, tubuh Nayaka telah terlempar terlebih dahulu hingga tubuhnya mengenai serta menghancurkan meja yang berada di ruangan itu." Nayaka!! " pekik Gentala, berjalan menghampiri tubuh sahabatnya yang sudah tak sadarkan diri. Ia pun mendelik tajam pada pria itu, lalu berjalan menghampirinya namun Mbah Sujana menghentikan langkahnya dengan mengatakan. " Lebih baik kamu diam, biar simbah yang akan mengurusnya. "" Tapi Mbah. ." Lebih baik, kamu jaga tolong mu saja. " selanya.Tak bisa berkata-kata lagi, Gentala pun hanya bi
Gentala begitu terkejut dengan pernyataan Mbah Sujana, ia tak pernah mengira bahwa ada manusia yang menyadari identitas aslinya bahkan temannya yang sudah lama bersama di sampingnya pun tak pernah mengetahui identitas aslinya." Apa kamu memberikan darah mu padanya? " tanya Mbah Sujana kembaliKedua bola mata Gentala terbeliak, ' bagaimana bisa Mbah Sujana bisa tahu? Bukankah di jurang itu hanya ada mereka berdua? ' batinnya. Ia melirik dan menatap wajah Mbah Sujana dengan raut terkejutnya. " Ba-bagaimana Mbah tahu? "Raut wajah Mbah Sujana seketika berubah, tak menyangka bahwa dugaannya ternyata benar adanya. Tangannya memijat keningnya yang terasa sakit, " Kenapa kamu memberikannya? Apa kamu tak tahu? akibat tindakan ceroboh mu itu?! "" Memangnya apa yang akan terjadi? Aku hanya menolong nyawa sahabatku dan aku hanya memberinya sedikit dari darah ku dan it
Pada esok harinya, Mbah Sujana pun mulai mengajarkan ilmu bela dirinya pada mereka, yang tentunya di sambut antusias oleh Nayaka tapi tidak dengan Gentala yang terpaksa melakukannya karena ia tak ingin terus menerus menjadi beban Nayaka.Meski Mbah Sujana sudah banyak mengajarinya bela diri. Akan tetapi Gentala tak pernah menganggapnya seorang guru sekali pun bahkan ia selalu bersikap dingin pada Mbah Sujana, membuat Nayaka marah dan juga kesal terhadapnya, bahkan sering memberinya nasehat dan berakhir di abaikan.Mbah Sujana sendiri memang tak pernah keberatan atau pun mempermasalahkan nya sama sekali, karena memang dirinya tak layak menjadi seseorang yang layak untuk di hormati oleh siapa pun termasuk kehidupan orang-orang yang telah ia hancurkan di masa lalu yaitu Nayaka dan Gentala. Mbah Sujana merasa bahwa sikap dingin Gentala terhadapnya tak cukup untuk menembus semua dosanya di masa lalu. Maka dari itu Mbah Sujana baik-bai
Anak kecil itu bernama Nura, seorang gadis kecil yang berhasil ,melarikan diri dari kekejaman orang bangsawan. Setelah kepergian kedua orang tuanya. Nura yang hidup kelaparan di tengah tengah kehidupan masyarat, tiba-tiba di datangi oleh seorang pria dewasa yang terlihat sangat kaya, tampan dan juga baik mendekatinya, pria itu mengatakan bahwa dia ingin menolongnya, Nura yang masih polos dan tak tahu harus pergi kemana lagi langsung menerima ajakan pria itu.Di bawanya Nura ke sebuah rumah yang begitu megah nan mewah, memperlakukannya bak tamu spesial, memberinya pakaian yang bagus serta menjamunya dengan hidangan yang memenuhi meja makan, hidangan itu begitu lezat nan menggoda bagi siapa pun yang tengah kelaparan Seperti Nura saat itu yang begitu sangat kelaparan, langsung memakan hidangan apapun yang berada di atas meja, hingga dirinya tiba-tiba jatuh pingsan.Saat kedua matanya terbuka
Pada esok harinya, Gentala pun mendatangi sebuah rumah mewah nan megah yang tertera di selembaran kertas itu, di depan pintu gerbang utama rumah itu terdapat dua penjaga yang berdiri di samping kiri dan kanan pintu itu. Gentala terdiam sejenak seraya menatap rumah itu.Gentala pun mendengus. ' Pantas saja, tentara kerajaan pura-pura tak melihat, ternyata pria itu sangatlah kaya raya. ' batin Gentala, ia berjalan mendekati pintu gerbang dan langsung di hadang oleh dua penjaga itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia langsung mengeluarkan secarik kertas dan sebuah kalung yang di ambil dari Nura saat gadis itu tengah terlelap tidur.Ke dua penjaga itu saling bertukar pandang sejenak, lalu salah satu dari mereka mengambilnya dan membawanya langsung ke dalam, tak lama kemudian penjaga itu kembali dan membiarkannya masuk ke dalam rumah itu.Dibawanya ia ke sebuah ruangan yang berukuran besar o
Gentala tetap bersikap tenang dan biasa saja, meskipun ia dan para gadis kecil itu tengah terjebak dan tak bisa kemana-mana, karena pintu keluar dari ruangan tersebut hanya satu, dan pintu itu telah tertutup rapat oleh tubuh para penjaga keluarga Bomo.Seketika para tubuh gadis kecil itu gemetar ketakutan, memegang erat kaki Gentala seraya berlindung di balik punggungnya, Gentala yang menyadari hal tersebut berjongkok, menenangkan perasaan para gadis kecil itu, di rasa sudah tenang, Gentala pun memerintahkan para gadis kecil itu untuk menjauh darinya dan juga menyuruh mereka untuk menutup ke dua mata dan telinga mereka sampai ia menyuruhnya, para gadis kecil itu pun dengan patuh menuruti perkataannya, Gentala tersenyum lalu bangkit, menghadap pada pria itu.Pria itu mendengus melihat sikap Gentala yang biasa-biasa saja." Cih, perjaga. . . Brak!! Hoek ! belum sempat pria itu menyelesaikan perkat