MasukDada Leo sudah naik turun karena terlalu emosi dengan kondisi Adeline yang tak kunjung sadar dari tidurnya. Dia sangat ingin memukul sesuatu saat ini namun tidak ada satu pun benda atau apa pun itu yang bisa dijadikan objek pelampiasan.
Leo menundukkan kepala seraya memijit pelipis. Dia lalu duduk dengan kedua tangan bersedekap. Kedua matanya menatap lurus tubuh sang istri yang masih terbaring.
“Jika sampai besok pagi dia tidak bangun juga, jangan harap rumah sakit ini masih bisa berdiri—”
Leo terdiam melihat kedua mata perawat tersebut yang terbalalak. Menurutnya itu adalah hal yang tidak sopan ketika sedang berbicara pada orang lain. Terlebih dia adalah pemegang saham tertinggi di rumah sakit ini.
“Kenapa kamu menatap seperti itu? Kamu ingin mati—”
“Tuan,” perawat itu bergumam. “Istri Anda sudah sadar. Izinkan saya untuk segera melihat kondisinya,” sambungnya.
"Tuan Leo? Kenapa Anda pergi? Bukankah istri Anda belum saya periksa? Kasihan nanti jika istri Anda tidak melakukan pemeriksaan kandungan hanya karena keegoisan Anda," ucap Alexi memanas-manasi Leo.Adeline tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Tapi melihat ekspresi wajah Leo yang sangat kesal dan penuh dengan amarah membuat dia yakin bahwa mungkin ada sesuatu yang terjadi antara Leo dan dokter itu yang bernama Alexi.Leo menolehkan kepala ke arah Adeline. Dia tersenyum pada istrinya itu dan memberikan usapan lembut di pipinya."Apakah tidak apa-apa jika kita melewatkan pemeriksaan kandungan hari ini?" tanya Leo dengan lembut.Adeline tersenyum pada Leo. Dia lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Kita bisa mencari rumah sakit lain yang memiliki seorang dokter wanita seperti yang kamu inginkan. Aku akan selalu mengikuti keinginanmu."Senyuman Leo semakin lebar ketika melihat Adeline yang mengerti dengan perasaannya. Padahal ist
Adeline terkekeh melihat gurauan sang suami. Lalu dia menganggukkan kepala dan menunggu Leo melanjutkan ucapannya."Jadi, tadi ketika aku sedang duduk di meja kerjaku, laptopku sedang menyala. Aku sedang bekerja dengan serius saat itu. Hingga tiba-tiba sebuah gambar wajah seorang wanita cantik hadir dalam benakku."Terlihat Adeline yang kesal dengan perkataan pilihan padanya. Dia sangat kesal dengan Leo yang membicarakan wanita lain di saat sedang bersamanya."Jika kamu ingin membicarakan tentang wanita itu, maka jangan dilanjutkan! Aku tidak ingin mendengarkan apapun mengenai wanita itu!"Adeline bangkit dari tidur namun ditahan oleh suaminya itu. Leo langsung berpindah posisi hinggap yaitu berada di atasnya."Aku belum selesai berbicaranya, Sayang," ucap Leo dengan lembut seraya mengusap puncak kepala Adeline."Baiklah! Silakan lanjutkan ucapan," ucap Adeline mempersilakan sang suami."Aku mencoba menahan diriku tapi ternyata aku tetap merindukannya meski aku sudah berada di depanny
Membuat wanita itu merasa malu karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.Sedangkan Leo tentu saja merasa lucu dengan tingkah apa adanya yang ditunjukkan oleh istrinya."Kamu lapar? Mau pasta?" tanya Leo.Adeline menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Leo.Pria itu menggulung lengan kemejanya dan mulai membuat makan malam untuk mereka. Melihat sang suami yang baru saja pulang dan langsung membuatkan makan malam untuknya, ditambah suaminya itu belum sempat mengganti pakaian, membuat Adeline semakin merasa tidak enak."Apakah tidak apa-apa?" tanya Adeline pada Leo yang masih sibuk dengan urusan perdapuran."Tidak apa-apa, apanya?" tanya Leo tidak mengerti."Itu ... kamu baru saja pulang yang dan belum beristirahat. Tapi, kamu malah menyiapkan makan malam untukku. Padahal harusnya aku juga menyiapkan makanan untukmu," ucap Adeline sedikit merasa malu."Memang kenapa jika aku yang menyiapkannya? Aku senang memasakkan makanan untukmu. Aku senang ketika kamu mau makan apapun
Entah apa yang membuat Adeline ragu untuk mengatakan bahwa dirinya sedang marah pada Leo. Padahal sebelumnya Adeline sangat yakin dengan saran yang dikatakan oleh Anna.Adeline berdiri bersandar di balik pintu kamar. Seketika dia merasa takut jika bertemu dengan suaminya."Aku ini kenapa, sih? Kenapa malah jadi tidak ingin bertemu dengannya? Padahal sebelumnya aku ingin melihat terus di sini bersama aku. Sekarang aku malah ingin pria itu pergi."Adeline menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Seketika itu juga Adeline langsung naik ke atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Ceklek!Pintu kamar terbuka. Adeline bisa merasakan langkah kaki mendekat ke arah ranjang. Beberapa saat kemudian, dia juga merasakan sisi sebelahnya yang seakan sedang diduduki. Tentu saja Adeline mengira bahwa itu adalah Leo. Karena hanya ada dirinya dan pria itu di dalam apartem
"Kamu pikir aku takut dengan ancamanmu? Aku tidak pernah takut dengan siapapun! Bahkan aku tidak pernah takut jika harus berhadapan dengan Kane Global! Aku tidak peduli dengan perusahaan yang menjadi top 3 perusahaan paling besar di Eropa. Aku tidak pernah takut pada—"KRINGGG! KRINGGG!Telepon kantor yang ada di meja Adrian tiba-tiba berbunyi. Membuat pria itu menghentikan ucapan yang akan dia katakan pada Leo.Smirk tipis muncul di bibir Leo, pandangannya tajam mengarah tepat ke iris hitam pria paruh baya itu.Awalnya Adrian ragu untuk menjawab. Namun, karena telepon itu terus berdering akhirnya dia menjawab panggilan itu.Adrian mengangkat telepon dengan kedua mata yang masih menatap Leo. Nampak senyuman pria itu yang begitu menakutkan untuknya. Seketika dia memiliki perasaan yang tidak enak tentang panggilan yang akan diterima."Ya," ucap Adrian sembari terus memperhatikan Leo. Seketika kedua mata Adrian terbelalak ke
"Sebenarnya, aku meminum semua obat itu. Tapi, setelah meminumnya aku akan masuk ke dalam kamar mandi dan mulai memuntahkan semua isi perut ku. Aku tidak tahu kenapa aku lakukan itu. Seperti yang aku katakan sebelumnya bahwa aku hanya ingin anak ini tidak lahir ke dunia."Alice menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia harus banyak-banyak bersabar ketika mendengarkan cerita dari Adeline.Berulang kali dia berkata pada diri sendiri bahwa yang dilakukan oleh Adeline adalah hal yang wajar. Setiap wanita yang sedang depresi pasti akan melakukan hal yang di luar nalar manusia normal pada umumnya."Sekarang kamu sudah tahu bahwa yang kamu lakukan itu adalah percuma. Apakah kamu masih mau untuk tidak meminum obatmu?" tanya Alice dengan lembut.Adeline menggelengkan kepalanya. Dia sadar bahwa sebenarnya yang membutuhkan obat-obatan itu adalah dirinya sendiri. Karena itu dia akan mulai membiasakan diri untuk meminum kembali obat-obatan itu.Alice tersenyum menyadari bahwa Adelin







