Brakkk....
Papa memukul meja makan yang ada di hadapan aku dan mama.Trang-tang....Sendok dan garpu yang ada di meja makan pun ikut berbunyi.Aku terkejut melihat emosi papa yang meledak, dan mata merah papa yang lagi menatapku. Wajah papa menampakkan kemarahan. Meja makan yang berisi sarapan pagi kami hari ini berserakan. Aku melihat mama yang sama terkejutnya denganku."Pokoknya aku tidak mau menikah dengan pria tua itu". Aku bahkan masih membantah permintaan papa."Clara...".Papa memanggilku yang sudah berlari melangkahkan kakiku ke kamar. Aku sungguh tidak perduli. Mimpi apa aku tadi malam hingga harus mendengarkan hal konyol di pagi hari di saat hari ulang tahunku.------20 Desember 2022Hari ini tepat hari ulang tahunku.Aku berumur dua puluh satu tahun.Dan itu artinya, aku bebas dan sudah dewasa serta bisa menentukan semua keputusan untuk hidupku. Aku berkata kepada diriku sendiri.Aku menatap diriku di depan kaca.Kemudian membalikkan badanku ke kanan dan ke kiri. Aku ingin melihat apakah gaun yang kupakai ini cocok untuk kupakai ke pesta ulang tahunku malam ini. Aku mengoleskan lipstik merah kemudian menempelkan kedua bibirku rapat agar lipstik merah yang kupakai sempurna."Oke, aku sudah selesai". Aku berkata dengan yakin.Iya, aku mengadakan pesta sederhana bersama teman-teman ku di sebuah restoran pinggir pantai. Aku yang cantik seperti ini, masih muda, punya bodi yang nggak kalah aduhai dengan model catwalk, masa harus menikah dengan orang tua itu. Jangan-jangan duda punya anak lagi. Aku berdecak pelan.Harusnya kalau mama ingin menjodohkan aku dengan seorang pria harus dilihat umurnya dong. Yang lebih utama harus yang perjaka ting ting. Mana mau aku dijodohkan dengan pria tua.Dimana akal sehat mama dan papa ketika mengatakan itu tadi pagi, aku menggelengkan kepala ketika mengingat pembicaraan kami."Clara, selamat ulang tahun, nak"."Terima kasih, ma pa".Aku memeluk mama dan papa karena telah memberikan surprise ulang tahun di pagi hari ini. Aku terbangun karena dikejutkan oleh suara terompet yang ditiupkan oleh papa.Aku menyadari bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku pun meniup lilin yang berada di atas kue ulang tahunku yang berwarna merah jambu itu. Ada manekin gadis cantik berambut panjang mirip seperti diriku."Kue ulang tahun yang cantik untuk anak kami yang cantik". Kata papa kepadaku.Aku pun tersenyum."Sana kamu mandi dulu, kamu bau, Clara"."Hehe.. ".Aku hanya terkekeh."Kalau sudah mandi kita sarapan bareng ya. Ada yang mama dan papa ingin bicarakan denganmu"."Baik, pa. Clara mandi dulu".Aku pun segera mandi. Aku begitu bahagia hari ini karena hari ini adalah hari ulang tahunku dan lebih bahagia karena aku sudah berumur dua puluh satu tahun. Yes, aku sudah dewasa, pikirku.Tetapi apa yang sebenarnya ingin papa dan mama bicarakan kepadaku, aku penasaran.Kini kami sedang duduk bertiga di meja makan. Mama menyiapkan semua masakan kesukaan aku. Kata mama, anggap saja perayaan kecil-kecilan di rumah ini.Aku mencium pipi mama, "Terima kasih ma sudah memasakkan semua ini".Aku pun mengedarkan mataku di sekeliling meja makan. Ada ayam goreng tepung, cumi saus tiram, sambal udang, sayur kol dan wortel tumis. Aku sudah tidak sabar memakan ini semua."Makanlah Clara, makan yang banyak, ya"."Nggak mama, aku tidak mau gendut"."Kamu mau sekurus apalagi, badan kamu itu udah kayak lidi, mama lihat"."Benar, kata mama kamu itu"."Tuh, kan. Papa juga bilang yang sama dengan mama"."Kamu jangan terlalu berpusat dengan tubuh kamu. Kalau kamu menikah, berat badan kamu juga akan naik, nak"."Menikah, itu masih lama papa, aku kan baru berumur dua puluh satu tahun. Dan itu baru satu hari, hari ini".Aku pun langsung menggigit paha ayam."Enak ma ayamnya, krispi banget"."Kamu ini, Clara. Papa ingin bicara serius"."Iya, pa. Ada apa?"."Kamu akan segera papa dan mama nikahkan dengan seorang laki-laki yang sudah kami pilihkan untukmu".Aku yang mendengar itu pun terkejut."Uhuk... Uhuk...".Aku pun terbatuk karena merasa ada daging ayam yang tersangkut di tenggorokanku. Mama buru-buru memberikan segelas air putih untuk aku minum."Pelan-pelan minumnya, nak"."Apa, menikah pa. Aku tidak salah dengar kan, pa?"."Kamu tidak salah dengar, Clara"."Ma, papa gak lagi bercanda kan, ma"?.Aku pun berusaha meminta kepastian dari mama tentang apa yang barusan aku dengar dari papa. Mama seakan mengiyakan dan menganggukkan kepalanya."Benar, Clara. Kami sepakat untuk menjodohkan kamu dan segera akan menikahkan kamu dengannya"."Aku nggak mau, ma"."Kamu nggak bisa menolak, nak. Yakinlah, ini semua untuk kebaikan kamu dan keluarga kita"."Clara nggak mau ma. Clara masih muda, masih ingin kuliah"."Mama ingin kamu jangan membantah keinginan papa kamu, Clara"."Ini calon suamimu".Kemudian Papa menyodorkan kepadaku selembar poto seorang lelaki dewasa. Aku yang melihat poto tersebut, membelalakkan mata."Ini calon suami Clara, pa?"."Iya, Clara. Dia adalah atasan baru papa di kantor cabang ini"."Apa karena dia atasan papa sehingga papa menjodohkan pria tua ini kepada Clara, pa?"."Jaga bicaramu, Clara. Pak Yoga bukan pria tua, umurnya masih tiga puluh sembilan tahun"."Oh, jadi namanya pak Yoga. Apa bedanya papa?".Aku berdecak kesal ketika papa dengan entengnya mengatakan umur pria tua itu. Aku melanjutkan kata-kataku."Tiga puluh sembilan tahun umurnya papa bilang?. Tahun depan setelah menikah dengan Clara, umurnya empat puluh tahun, pa".Aku tegas. Aku benar-benar menolak rencana pernikahan ini."Jadi, mau kamu apa, Clara?"."Hanya satu pa, Clara belum mau menikah".Papa dan mama pun hanya diam setelah mendengar penolakan keras dariku mengenai perjodohan ini. Aku melihat raut sedih di wajah mereka berdua. Ah, aku tidak perduli.Setelah mengatakan itu, aku pergi meninggalkan meja makan. Selera makanku menjadi hilang. Aku kembali masuk ke kamar.Sebaiknya, aku mengadakan pesta ulang tahun bersama dengan teman-temanku. Aku tidak mau memikirkan pernikahan itu. Yang benar saja.-----Di sebuah restoran pinggir pantai.Happy Birthday, Clara......Begitulah kalimat berulang aku dengar dari semua temanku yang berjumlah sepuluh orang yang hadir untuk merayakan hari ulang tahunku pada malam ini. Aku menyewa salah satu bagian VIP di restoran ini.Ruangan VIP ini berkonsep terbuka, sehingga bisa melihat pemandangan langsung pantai di malam hari. Kami pun bisa merasakan sejuknya angin pantai di malam hari.Tidak sulit bagiku untuk menyewa ruangan ini, papa adalah salah satu pejabat penting di kantornya saat ini. Lagi pula, aku adalah anak tunggal di keluarga kami.Papa begitu menyayangiku sehingga pengeluaran yang aku habiskan beberapa pun, papa tidak pernah komentar. Walaupun begitu aku cukup bijak dalam mengatur keuangan dan pengeluaran yang kuhabiskan untukku sendiri.Seperti kali ini, aku tidak berpikir dua kali untuk mengadakan pesta ulang tahun ini. Besok saja pikirku untuk memberitahukan kepada mama dan papa. Mereka pasti setuju sama seperti tahun-tahun yang lalu."Asal kamu bahagia, Clara". Begitulah setiap kali jawaban papa bila aku menghabiskan beberapa uang di kartu debitku.Mama dan papa bilang, asal aku bahagia mereka tidak akan melarang. Selagi tidak ke arah yang negatif dan merugikan diri sendiri dan keluarga.Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Bagus sekali pemandangan di restoran ini.Kemudian, mataku secara tidak sengaja bertemu dengan tatapan seorang mata pria yang bagiku seperti tidak asing. Laki-laki itu sepertinya sedang mengawasi diriku."Aku seperti mengenalnya", pikirku."Apa?".Dia adalah pak Yoga.Aku menajamkan penglihatan, aku sepertinya tidak salah lihat. Cahaya restoran yang agak redup apalagi keadaan malam hari ini sedikit menyulitkanku untuk memastikan orang itu adalah pak Yoga.Ah, aku yakin itu pak Yoga.Lalu, kenapa dia ada disini. Terserah deh aku ngga mau perduli sedang apa dia disini. Yang aku ingin tahu, kenapa dia seolah mengawasiku. Apakah dia sedang memata-matai aku?Dasar pria tua genit.Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu.Aku yang sudah kesal dari pagi, semakin menjadi kesal karena pria yang ingin aku nikahi itu mengawasi aku. Aku akan meminta bantuan temanku saja."Andri.....".Aku mendekati Andri dan membisikkan untuk membantuku sebentar. Tetapi, bila dilihat dari arah pak Yoga. Dia akan mengira aku mencium Andri.Aku tertawa puas.Aku lantas menggandeng lengan Andri untuk sedikit berdansa mengikuti irama lagu romantis yang sedang di putar. Kami berpura-pura seperti pasangan yang sedang dilanda cinta. Lihatlah semua ini, pak Yoga. Apa setelah ini, kamu masih ingin menikahiku. Dia pasti ragu.Aku melirik sedikit, pak Yoga masih memperhatikan aku. Astaga, benar-benar, apa dia ngga ada urusan lain apa? Kenapa lagi masih disini.Sepertinya drama cinta yang sedang aku permainkan sekarang ini akan berlanjut lebih lama. Aku mengajak Andri untuk duduk berdampingan denganku. Kami mengobrol mesra layaknya orang pacaran."Andri, ak.....Aku menyuruh Andri untuk membuka mulutnya. Aku menyuapkan satu buah anggur merah. Andri berperan dengan sangat baik.Andri pun kemudian berpura-pura membenarkan helaian rambutku yang terbang ditiup angin malam. Kemudian sedikit membelai lembut wajahku.Aku melotot kepada Andri agar menghentikan aksinya. Aku tidak mau, Andri seakan menyelam sambil minum air. Enak saja. Aku tidak mau disentuh sembarangan."Andri..."."Apa Clara?"."Bisa ambilkan aku minuman lagi, gelasku sudah kosong"."Oke, tunggu sebentar ya".Aku hanya tersenyum kaku. Rencanaku berhasil, sengaja aku menyuruh Andri pergi karena aku sudah melihat kalau pak Yoga telah pergi dari tempat dia mengawasiku tadi.Aku lantas kembali bergabung dengan teman-temanku untuk merayakan pesta ulang tahunku yang ke delapan belas.Sungguh hari ini begitu panjang, pikirku.Sejenak akan aku lupakan, setidaknya aku akan menikmati pesta ini.-----Sekitar jam sepuluh malam aku telah sampai di rumah.Aku kaget ketika membuka pintu rumah, mama dan papa sudah menunggu aku di ruang tamu. Aku melihat papa begitu marah dan mama seolah sedang meredakan kemarahan papa yang seakan siap meledak."Darimana saja kamu, Clara"."Dari Birthday Party Clara, pa"."Kamu ya, Clara".Aku tersentak, dan mundur selangkah dari tempat berdiriku. Aku melihat papa dengan raut gelisah, tidak pernah sekalipun papa marah seperti tadi."Aww... ". Gumamku pelan. Aku terbangun dan merasa seluruh badanku pegal, aku sedikit menggeliat pelan. Deg, aku seperti menyentuh tubuh seseorang, aku pun menoleh ke samping.Aku kaget, karena yang kulihat adalah seseorang. Dan itu adalah Yoga. Kejadian seperti ini mengingatkan aku pada malam pertamaku bersama Yoga juga, dan ini malam keduaku. Aku kini menyadari apa yang telah terjadi dan apa yang sudah kami lakukan tadi malam."Apa karena aktifitas kami tadi malam yang membuat badanku pegal seperti ini". Aku berkata pelan takut mengganggu tidur Yoga. Ditambah dengan perpindahan kami ke rumah hari ini membuat tubuhku terasa begitu lelah. Sama seperti sebelumnya, aku tersenyum dan rasanya tidak mau bangun dari tempat tidur ini. Aku ingin lebih lama berada di samping suamiku ini. Dulu, pagi hari itu adalah hari yang sudah lama berlalu, dan hari ini harus aku tunggu dengan begitu lamanya. Lalu, aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku mengamati tiap guratan wajah tampan Yoga, p
"Janji yang mana? ".''Memeluk mama. Tapi papa ingin melakukannya tidak di dapur seperti yang tadi, tapi ditempat yang mama suka". Yoga membuat aku kembali menerka dan membuat aku kembali penasaran. "Mama suka lagi? Tempat yang mana? "'Makanya cepat selesaikan makannya. Biar mama juga tahu?!".Aku melihat Yoga kini mengerling dengan nakal, ia menggodaku. Detak jantungku berbunyi dengan kuat, kenapa aku malah menjadi gugup seperti ini. Untuk memasukkan satu sendok nasi ke mulut pun rasanya urung aku lakukan. Pikiranku pun sudah traveling kemana-mana. "Aish, apalah yang aku pikirkan ini". "Aku akan setia menunggu". Sambung Yoga yang membuat aku semakin menelan ludahku sendiri. Lima menit kemudian. Aku melirik dengan ekor mataku bahwa Yoga yang masih setia menungguku dengan duduk di meja makan. Aku baru saja menyelesaikan makanku dan kini sedang mencuci piring kami berdua dan peralatan memasak tadi. Aku sengaja melambatkannya karena gugup dengan apa yang akan Yoga lakukan setelah i
"Kalau mau dimaafkan harus ada syaratnya? ". Yoga memberiku satu syarat entah apa itu. "Apa syaratnya? ". Tanyaku dengan penasaran. Awas saja jika syaratnya aneh-aneh, aku tidak mau melakukannya. "Syaratnya sangat gampang kok, pasti mama suka"."Mama suka? A-apa, pa? "."Iya mama pasti suka dengan syarat yang akan papa ajukan". Yoga kembali mengulangi perkataanya dengan intonasi pelan agar aku mengerti apa maksud dan tujuannya. Aku kembali memutar otakku menerka apa syarat yang dimaksud oleh suami tuaku itu. Aku jadi ingin tertawa, sudah lama aku tak mengatai Yoga pria tua. Awal pernikahan dulu, aku sering memanggilnya sebagai pria tua. Hal itu aku lakukan karena membenci Yoga. Siapa juga yang tidak akan membenci seseorang yang tiba-tiba hadir didalam kehidupan kita dengan mendadak. Lagipula dulu aku merasa kehadirannya tidak menyenangkan bagiku. Aku yang masih remaja harus menikah dengan seorang pria berumur empat puluh tahun. "Kenapa kamu malah tertawa? ".Sontak pertanyaan dar
"Mau kemana, mama Revan? ".Aku melototkan mata terkejut karena Yoga ternyata tidak tidur. "Eh, ka-kamu tidak tidur?". Tanyaku dengan suara terbata karena terkejut."Mana bisa aku tidur jika kamu tidak ada di sampingku, Clara". Mendengarkan gombalan Yoga pipiku terasa bersemu merah. Aku menjadi salah tingkah saat ini. "Kapan Revan tidur? ". Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan."Baru saja, tadi kami asyik bermain namun sepertinya dia mengantuk. Aku bawa saja ke kamar dan tak lama setelah minum susu, revan tertidur"."Oh, pasti kecapekan". Ucapku mengiyakan. "Kamu juga tidak capek? ". Yoga bertanya kepadaku.Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Yoga. Aku bahkan seperti merenggangkan otot tangan dan pinggangku agar lebih nyaman. "Sini aku pijitin, biar agak enakan badannya". Tawar Yoga kepadaku seraya menarik tubuhku biar berdekatan dengannya. Yoga pun bangun dari tidurnya dan duduk disampingku. Jantungku berdebar kencang saat ini karena jarak kami yang begitu dekat. Aku m
"Maafkan saya pak Rakha. Sepertinya saya harus berhenti bekerja". Ucapku pada akhirnya. Hufft.... Aku bisa menghembuskan nafas lega karena sudah berhasil mengeluarkan kata-kata yang tersangkut berat di tenggorokanku. "A-apa? Aku tidak salah dengar kan Clara? ". Ucap Yoga seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. "Namun, saya akan tetap bekerja hingga satu bulan ke depan". Sambungku lagi. "Apa?"."Iya pak Rakha saya akan berhenti bekerja. Saya akan memberikan surat pengunduran diri saya satu bulan kemudian". Ucapku menjelaskan keinginanku. "Kenapa tiba-tiba seperti ini Clara? Apakah ada yang salah? ". Jawab Rakha seolah tidak percaya. Rakha pun meletakkan sendoknya di atas piring dan memilih tidak melanjutkan suapan selanjutnya. Kabar mengenai pengunduran diri Clara masih teringat di pikirannya. Kini ia sendiri di meja makan ini, Clara sudah meninggalkan dirinya beberapa menit yang lalu. Rakha teringat kembali dengan perkataan Clara yang menjelaskan kenapa ia harus berhent
"Kamu yakin Clara sudah mempertimbangkan semuanya dan mau memberikan aku jawabannya? ". Ucapku kembali bertanya untuk menyakinkan dengan lebih lagi kepada Clara. "Iya, aku yakin. Seratus persen yakin dengan keputusan yang akan aku ambil"."Baiklah, apapun itu aku harap semua untuk kebahagiaan dan kebaikan untuk aku, kamu dab baby Revan". Ucapku dengan penuh penekanan.Clara mengangguk dan mantap akan menjawabnya. Aku malah gugup dan berharap dengan cemas. Sungguh aku takut dan tak bisa memprediksi dengan jelas apa jawaban yang akan Clara katakan. "Aku akan berhenti bekerja dan mulai menjalani hidup sepenuhnya menjadi istrimu dan ibu dari anak kita". Aku menatap Clara dengan binar penuh kebahagiaan karena mendengar jawaban yang memang sesuai dengan harapanku. "Tapi aku punya satu syarat? ". Lanjut Clara memyambung lagi. "Apapun syaratnya jika tidak bertentangan dengan kebaikan kita akan aku penuhi". Ucapku dengan serius dan penuh keyakinan."Syaratnya cuma ada satu, Yoga. Aku hara