Share

Pria Tua itu         adalah Suamiku
Pria Tua itu adalah Suamiku
Author: Yoona Nusa

Bab 1. 21 Tahun

Brakkk....

Papa memukul meja makan yang ada di hadapan aku dan mama.

Trang-tang....

Sendok dan garpu yang ada di meja makan pun ikut berbunyi.

Aku terkejut melihat emosi papa yang meledak, dan mata merah papa yang lagi menatapku. Wajah papa menampakkan kemarahan. Meja makan yang berisi sarapan pagi kami hari ini berserakan. Aku melihat mama yang sama terkejutnya denganku.

"Pokoknya aku tidak mau menikah dengan pria tua itu". Aku bahkan masih membantah permintaan papa.

"Clara...".

Papa memanggilku yang sudah berlari melangkahkan kakiku ke kamar. Aku sungguh tidak perduli. Mimpi apa aku tadi malam hingga harus mendengarkan hal konyol di pagi hari di saat hari ulang tahunku.

------

20 Desember 2022

Hari ini tepat hari ulang tahunku.

Aku berumur dua puluh satu tahun.

Dan itu artinya, aku bebas dan sudah dewasa serta bisa menentukan semua keputusan untuk hidupku. Aku berkata kepada diriku sendiri.

Aku menatap diriku di depan kaca.

Kemudian membalikkan badanku ke kanan dan ke kiri. Aku ingin melihat apakah gaun yang kupakai ini cocok untuk kupakai ke pesta ulang tahunku malam ini. Aku mengoleskan lipstik merah kemudian menempelkan kedua bibirku rapat agar lipstik merah yang kupakai sempurna.

"Oke, aku sudah selesai". Aku berkata dengan yakin.

Iya, aku mengadakan pesta sederhana bersama teman-teman ku di sebuah restoran pinggir pantai. Aku yang cantik seperti ini, masih muda, punya bodi yang nggak kalah aduhai dengan model catwalk, masa harus menikah dengan orang tua itu. Jangan-jangan duda punya anak lagi. Aku berdecak pelan.

Harusnya kalau mama ingin menjodohkan aku dengan seorang pria harus dilihat umurnya dong. Yang lebih utama harus yang perjaka ting ting. Mana mau aku dijodohkan dengan pria tua.

Dimana akal sehat mama dan papa ketika mengatakan itu tadi pagi, aku menggelengkan kepala ketika mengingat pembicaraan kami.

"Clara, selamat ulang tahun, nak".

"Terima kasih, ma pa".

Aku memeluk mama dan papa karena telah memberikan surprise ulang tahun di pagi hari ini. Aku terbangun karena dikejutkan oleh suara terompet yang ditiupkan oleh papa.

Aku menyadari bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku pun meniup lilin yang berada di atas kue ulang tahunku yang berwarna merah jambu itu. Ada manekin gadis cantik berambut panjang mirip seperti diriku.

"Kue ulang tahun yang cantik untuk anak kami yang cantik". Kata papa kepadaku.

Aku pun tersenyum.

"Sana kamu mandi dulu, kamu bau, Clara".

"Hehe.. ".

Aku hanya terkekeh.

"Kalau sudah mandi kita sarapan bareng ya. Ada yang mama dan papa ingin bicarakan denganmu".

"Baik, pa. Clara mandi dulu".

Aku pun segera mandi. Aku begitu bahagia hari ini karena hari ini adalah hari ulang tahunku dan lebih bahagia karena aku sudah berumur dua puluh satu tahun. Yes, aku sudah dewasa, pikirku.

Tetapi apa yang sebenarnya ingin papa dan mama bicarakan kepadaku, aku penasaran.

Kini kami sedang duduk bertiga di meja makan. Mama menyiapkan semua masakan kesukaan aku. Kata mama, anggap saja perayaan kecil-kecilan di rumah ini.

Aku mencium pipi mama, "Terima kasih ma sudah memasakkan semua ini".

Aku pun mengedarkan mataku di sekeliling meja makan. Ada ayam goreng tepung, cumi saus tiram, sambal udang, sayur kol dan wortel tumis. Aku sudah tidak sabar memakan ini semua.

"Makanlah Clara, makan yang banyak, ya".

"Nggak mama, aku tidak mau gendut".

"Kamu mau sekurus apalagi, badan kamu itu udah kayak lidi, mama lihat".

"Benar, kata mama kamu itu".

"Tuh, kan. Papa juga bilang yang sama dengan mama".

"Kamu jangan terlalu berpusat dengan tubuh kamu. Kalau kamu menikah, berat badan kamu juga akan naik, nak".

"Menikah, itu masih lama papa, aku kan baru berumur dua puluh satu tahun. Dan itu baru satu hari, hari ini".

Aku pun langsung menggigit paha ayam.

"Enak ma ayamnya, krispi banget".

"Kamu ini, Clara. Papa ingin bicara serius".

"Iya, pa. Ada apa?".

"Kamu akan segera papa dan mama nikahkan dengan seorang laki-laki yang sudah kami pilihkan untukmu".

Aku yang mendengar itu pun terkejut.

"Uhuk... Uhuk...".

Aku pun terbatuk karena merasa ada daging ayam yang tersangkut di tenggorokanku. Mama buru-buru memberikan segelas air putih untuk aku minum.

"Pelan-pelan minumnya, nak".

"Apa, menikah pa. Aku tidak salah dengar kan, pa?".

"Kamu tidak salah dengar, Clara".

"Ma, papa gak lagi bercanda kan, ma"?.

Aku pun berusaha meminta kepastian dari mama tentang apa yang barusan aku dengar dari papa. Mama seakan mengiyakan dan menganggukkan kepalanya.

"Benar, Clara. Kami sepakat untuk menjodohkan kamu dan segera akan menikahkan kamu dengannya".

"Aku nggak mau, ma".

"Kamu nggak bisa menolak, nak. Yakinlah, ini semua untuk kebaikan kamu dan keluarga kita".

"Clara nggak mau ma. Clara masih muda, masih ingin kuliah".

"Mama ingin kamu jangan membantah keinginan papa kamu, Clara".

"Ini calon suamimu".

Kemudian Papa menyodorkan kepadaku selembar poto seorang lelaki dewasa. Aku yang melihat poto tersebut, membelalakkan mata.

"Ini calon suami Clara, pa?".

"Iya, Clara. Dia adalah atasan baru papa di kantor cabang ini".

"Apa karena dia atasan papa sehingga papa menjodohkan pria tua ini kepada Clara, pa?".

"Jaga bicaramu, Clara. Pak Yoga bukan pria tua, umurnya masih tiga puluh sembilan tahun".

"Oh, jadi namanya pak Yoga. Apa bedanya papa?".

Aku berdecak kesal ketika papa dengan entengnya mengatakan umur pria tua itu. Aku melanjutkan kata-kataku.

"Tiga puluh sembilan tahun umurnya papa bilang?. Tahun depan setelah menikah dengan Clara, umurnya empat puluh tahun, pa".

Aku tegas. Aku benar-benar menolak rencana pernikahan ini.

"Jadi, mau kamu apa, Clara?".

"Hanya satu pa, Clara belum mau menikah".

Papa dan mama pun hanya diam setelah mendengar penolakan keras dariku mengenai perjodohan ini. Aku melihat raut sedih di wajah mereka berdua. Ah, aku tidak perduli.

Setelah mengatakan itu, aku pergi meninggalkan meja makan. Selera makanku menjadi hilang. Aku kembali masuk ke kamar.

Sebaiknya, aku mengadakan pesta ulang tahun bersama dengan teman-temanku. Aku tidak mau memikirkan pernikahan itu. Yang benar saja.

-----

Di sebuah restoran pinggir pantai.

Happy Birthday, Clara......

Begitulah kalimat berulang aku dengar dari semua temanku yang berjumlah sepuluh orang yang hadir untuk merayakan hari ulang tahunku pada malam ini. Aku menyewa salah satu bagian VIP di restoran ini.

Ruangan VIP ini berkonsep terbuka, sehingga bisa melihat pemandangan langsung pantai di malam hari. Kami pun bisa merasakan sejuknya angin pantai di malam hari.

Tidak sulit bagiku untuk menyewa ruangan ini, papa adalah salah satu pejabat penting di kantornya saat ini. Lagi pula, aku adalah anak tunggal di keluarga kami.

Papa begitu menyayangiku sehingga pengeluaran yang aku habiskan beberapa pun, papa tidak pernah komentar. Walaupun begitu aku cukup bijak dalam mengatur keuangan dan pengeluaran yang kuhabiskan untukku sendiri.

Seperti kali ini, aku tidak berpikir dua kali untuk mengadakan pesta ulang tahun ini. Besok saja pikirku untuk memberitahukan kepada mama dan papa. Mereka pasti setuju sama seperti tahun-tahun yang lalu.

"Asal kamu bahagia, Clara". Begitulah setiap kali jawaban papa bila aku menghabiskan beberapa uang di kartu debitku.

Mama dan papa bilang, asal aku bahagia mereka tidak akan melarang. Selagi tidak ke arah yang negatif dan merugikan diri sendiri dan keluarga.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Bagus sekali pemandangan di restoran ini.

Kemudian, mataku secara tidak sengaja bertemu dengan tatapan seorang mata pria yang bagiku seperti tidak asing. Laki-laki itu sepertinya sedang mengawasi diriku.

"Aku seperti mengenalnya", pikirku.

"Apa?".

Dia adalah pak Yoga.

Aku menajamkan penglihatan, aku sepertinya tidak salah lihat. Cahaya restoran yang agak redup apalagi keadaan malam hari ini sedikit menyulitkanku untuk memastikan orang itu adalah pak Yoga.

Ah, aku yakin itu pak Yoga.

Lalu, kenapa dia ada disini. Terserah deh aku ngga mau perduli sedang apa dia disini. Yang aku ingin tahu, kenapa dia seolah mengawasiku. Apakah dia sedang memata-matai aku?

Dasar pria tua genit.

Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu.

Aku yang sudah kesal dari pagi, semakin menjadi kesal karena pria yang ingin aku nikahi itu mengawasi aku. Aku akan meminta bantuan temanku saja.

"Andri.....".

Aku mendekati Andri dan membisikkan untuk membantuku sebentar. Tetapi, bila dilihat dari arah pak Yoga. Dia akan mengira aku mencium Andri.

Aku tertawa puas.

Aku lantas menggandeng lengan Andri untuk sedikit berdansa mengikuti irama lagu romantis yang sedang di putar. Kami berpura-pura seperti pasangan yang sedang dilanda cinta. Lihatlah semua ini, pak Yoga. Apa setelah ini, kamu masih ingin menikahiku. Dia pasti ragu.

Aku melirik sedikit, pak Yoga masih memperhatikan aku. Astaga, benar-benar, apa dia ngga ada urusan lain apa? Kenapa lagi masih disini.

Sepertinya drama cinta yang sedang aku permainkan sekarang ini akan berlanjut lebih lama. Aku mengajak Andri untuk duduk berdampingan denganku. Kami mengobrol mesra layaknya orang pacaran.

"Andri, ak.....

Aku menyuruh Andri untuk membuka mulutnya. Aku menyuapkan satu buah anggur merah. Andri berperan dengan sangat baik.

Andri pun kemudian berpura-pura membenarkan helaian rambutku yang terbang ditiup angin malam. Kemudian sedikit membelai lembut wajahku.

Aku melotot kepada Andri agar menghentikan aksinya. Aku tidak mau, Andri seakan menyelam sambil minum air. Enak saja. Aku tidak mau disentuh sembarangan.

"Andri...".

"Apa Clara?".

"Bisa ambilkan aku minuman lagi, gelasku sudah kosong".

"Oke, tunggu sebentar ya".

Aku hanya tersenyum kaku. Rencanaku berhasil, sengaja aku menyuruh Andri pergi karena aku sudah melihat kalau pak Yoga telah pergi dari tempat dia mengawasiku tadi.

Aku lantas kembali bergabung dengan teman-temanku untuk merayakan pesta ulang tahunku yang ke delapan belas.

Sungguh hari ini begitu panjang, pikirku.

Sejenak akan aku lupakan, setidaknya aku akan menikmati pesta ini.

-----

Sekitar jam sepuluh malam aku telah sampai di rumah.

Aku kaget ketika membuka pintu rumah, mama dan papa sudah menunggu aku di ruang tamu. Aku melihat papa begitu marah dan mama seolah sedang meredakan kemarahan papa yang seakan siap meledak.

"Darimana saja kamu, Clara".

"Dari Birthday Party Clara, pa".

"Kamu ya, Clara".

Aku tersentak, dan mundur selangkah dari tempat berdiriku. Aku melihat papa dengan raut gelisah, tidak pernah sekalipun papa marah seperti tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status