Home / Romansa / Pria Tua itu adalah Suamiku / Bab 3. Pak Dedi vs Pak Yoga

Share

Bab 3. Pak Dedi vs Pak Yoga

Author: Yoona Nusa
last update Last Updated: 2023-08-02 11:11:17

Frengky, salah satu anak buah kepercayaannya pergi dengan memegang sebuah poto gadis cantik. Dia mempunyai tugas penting saat ini. Tuannya sedang mengincar seorang gadis, pikir Frengky.

Frengky bahkan agak terkejut dengan permintaan tuannya kali ini. Biasanya, tugas yang dia terima adalah menyingkirkan para gadis-gadis sexy yang berkerumunan seperti lalat di sekitar Yoga.

Sekarang, Frengky malah mencari informasi gadis muda cantik yang bahkan belum berumur dua puluh tahun. Apakah gadis cantik ini yang akan mengubah pemikiran Yoga untuk merubah statusnya, pikir Frengky lagi.

"Apa yang istimewa dari gadis ini?". Frengky bicara sendiri sambil menunjuk-nunjuk poto Clara.

Frengky tidak ada waktu untuk memikirkannya. Dia harus bergerak cepat, dia yakin tuannya ingin mendapatkan informasi ini secepatnya. Tuannya tidak ingin punya anak buah yang mengecewakan.

Setelah Frengki pergi, Yoga kembali memikirkan rencana perjodohan itu. Yoga merasa begitu penasaran seperti apa gadis itu.

"Clara..... ". Yoga menggumakan nama Clara.

Kenapa ada sesuatu di gadis itu yang membuat aku tergelitik untuk mengetahui lebih dalam tentangnya.

Aku tidak sengaja bertemu dengannya di sebuah restoran tepi pantai pada malam itu. Aku mengenali gadis itu dari sebuah poto yang diberikan pak Dedi, bawahannya yang berusaha menjodohkan dia dengan anaknya.

Yoga sebenarnya acuh tak acuh dengan permintaan bawahannya yang menurut sangat lucu tersebut dan tidak masuk akal. Siapa pak Dedi yang dengan sangat berani ingin menjadi calon mertuanya.

Kemudian, menjadikan anaknya sebagai tumbal pengantin wanita untuk Yoga sebagai balasan agar dia bisa meminjam uang.

"Apa sebegitu bangkrutnya pak Dedi hingga tidak ada jalan lain selain menumbalkan anak gadisnya", pikir Yoga.

Yoga hanya melihat sekilas poto itu, dan tidak menyangka akan bertemu dengan Clara malam ini.

------

Di ruangan kerja Yoga

Terdapat tiga orang lelaki dewasa yang sedang membicarakan sesuatu yang penting. Pak Yoga yang duduk di singgasananya, dikawal seorang laki-laki tegap dan setegas pak Yoga. Dia Frengky pengawal pribadi pak Yoga.

Kemudian, bersimpuh seorang lelaki paruh baya dengan raut kecemasan sedang menghadap pak Yoga. Tak lain, pria tersebut adalah pak Dedi, papa Clara.

"Aku akan memberikan anak perempuan yang paling aku sayangi untuk pak Yoga nikahi".

Begitulah tawaran yang Yoga dapatkan apabila pak Dedi bisa mendapatkan pinjaman yang cukup besar darinya. Yoga tidak perlu khawatir kehabisan uang, karena nominal yang besar bagi pak Dedi, tidak bagi Yoga. Itu hanyalah seperti debu di jalanan.

Yoga hanya tidak paham dengan jalan pikiran pak Dedi. Kenapa harus menumbalkan putrinya, itu saja.

"Apa alasanmu mengorbankan putrimu dalam hal ini?".

"Saya tahu sebenarnya pak Yoga orang yang baik. Pak Yoga seorang laki-laki lajang. Dan dengan menikahi pak Yoga, saya tidak akan khawatir dengan kehidupan putri kesayanganku".

"Karena aku kaya, begitukah?".

"Tidak, pak Yoga".

"Lalu, apa?". Yoga menjadi penasaran.

"Sebenarnya, sudah banyak yang ingin membantu keuangan kami. Tetapi semuanya mengajukan syarat agar bisa menikahi putri saya, lalu saya menolak semuanya".

"Menolak semuanya?. Lalu, kenapa kamu datang kepadaku apabila sudah mendapatkan solusi dari masalahmu?".

"Saya tidak mau putri saya menjadi istri yang ke sekian dari mereka, pak Yoga. Walaupun kami bangkrut, saya tidak tega melihat putri saya ikut menderita".

Yoga yang mendengar kebenaran tentang hal itu pun sontak terkejut dan memahami bagaimana perasaan sayangnya seorang ayah kepada anak gadisnya. Tidak seperti dirinya yang tumbuh tanpa seorang Ayah. Hanya ada ibu yang selalu menemaninya. Sedikit Yoga melunak dan mempertimbangkan tawaran dari pak Dedi.

"Baiklah saya akan pertimbangkan".

Mendengar perkataan pak Yoga seperti merasakan angin segar menerpa pak Dedi. Pak Dedi pun dengan percaya diri menyodorkan sebuah poto seorang gadis cantik yang tak lain adalah putrinya tersebut.

"Pak Yoga bisa melihat dulu poto cantik putri saya".

Pengawal pribadi Pak Yoga dengan sigap berjalan ke arah pak Dedi kemudian mengambil selembar poto tersebut dan menyerahkannya kepada tuannya.

"Ini, Tuan".

Pak Yoga dengan malas meraih poto tersebut. Bagi pak Yoga sudah terlalu banyak dia melihat poto ataupun secara langsung wanita cantik. Tapi, sama sekali dia tidak menyukainya walaupun sedikit.

Ketika mata pak Yoga melihat poto tersebut, ada keterkejutan di netra pak Yoga.

"Apa-apaan ini, pak Dedi?".

Pak dedi yang melihat respon pak Yoga berusaha memahami apa yang salah dengan poto cantik Clara. Dia merasa tidak salah memberikan poto putrinya, bahkan pak Dedi memberikan salah satu poto terbaik putrinya itu. Pak Dedi bahkan dengan sengaja mengambil poto terbaru Clara seminggu yang lalu sebelum hari ulang tahunnya.

Dengan begitu, pak Dedi mempunyai alasan untuk memotret putrinya itu. Clara bahkan memakai gaun terbaiknya dan memberikan pose manis bak model catwalk. Pak Dedi saja baru tahu kalau putri kesayangannya itu memang pantas bila disebut seperti model papan atas atau seorang artis kenamaan yang terkenal.

Lalu apa yang salah, apakah atasan yang ada didepannya ini tidak menyukai putrinya. Lantas, apalagi usaha yang harus aku lakukan untuk putriku, pikir pak Dedi.

Dengan penuh keberanian, pak Dedi pun bertanya untuk bisa memastikan sesuatu.

"Namanya Clara, pak Dedi. Itu benar adalah putri saya".

"Saya tidak perduli itu putri anda atau bukan. Yang saya tidak mengerti apa putri anda ini masih belia".

"Iya, pak Yoga, minggu depan adalah hari ulang tahunnya. Dia akan berumur dua puluh satu tahun".

"Apa?". Pak Yoga pun berkata setengah berteriak.

"Maaf, pak Yoga saya tidak bermaksud begitu. Tapi, anak saya sudah cukup umur untuk menikah dan tidak ada salahnya menikah dengan pak Yoga".

"Kamu sadar atas apa yang anda bicarakan, pak Dedi?".

"Saya sadar sekali".

"Lalu apakah pak Dedi tahu berapa pastinya umur saya?".

"Saya tahu pak Yoga, tahun depan pak Yoga akan menginjak kepala empat".

Pak Dedi mengatakan itu dengan pasti. Baginya tak masalah umur pak Yoga yang penting masih lajang dan putrinya akan menjadi istri pertama, itu saja. Yang paling utama Clara tidak akan kekurangan sesuatupun.

"Pak Dedi, anak pak Dedi ini lebih pantas menjadi putri saya daripada istri saya".

"Tidak, pak Yoga. Saya jamin anda tidak akan menyesal menikahi Clara. Putri saya adalah gadis cantik dan ceria. Clara pasti bisa membahagiakan hati dan kehidupan pak Yoga".

"Apakah putri anda setuju untuk menikahi saya?".

Yoga sebenarnya tidak perduli setuju atau tidak pendapat orang lain. Yoga hanya ingin mengetahui reaksi Clara apabila tahu akan menikahi lelaki berumur seperti dirinya ini. Yoga tahu, Clara tidak akan menyetujuinya.

Mana ada zaman sekarang seorang gadis yang akan menikah muda. Clara pastilah seorang gadis bebas yang tidak akan terkukung di dalam sebuah pernikahan di masa mudanya. Dia saja sebagai laki-laki sampai sekarang masih menyendiri.

"Saya pastikan, Clara menyetujuinya, pak Yoga".

Yoga terkekeh pelan.

"Lalu bagaimana bila aku yang tidak setuju?".

"Saya jamin anda akan menyesal, pak Yoga".

Pak Dedi pun dengan percaya diri mengatakan hal tersebut. Kalau saja dia tidak bangkrut, mana mau melakukan hal ini. Dia saja sedih, di umur yang masih muda, putri kesayangannya akan menikah dengan lelaki yang jauh lebih tua.

Bukan tidak bisa pak Dedi mencarikan jodoh laki-laki tampan untuk putrinya. Tetapi di umur yang masih muda, tidak ada lelaki yang cukup kaya untuk membantu keuangannya dengan terpaksa menumbalkan putrinya. Hanya satu kandidat yang mau tak mau pak Dedi pilih.

Dia adalah pak Yoga. Yoga adalah atasannya sendiri di kantor cabang ini. Dan begitulah saat ini, pak Dedi sedang memohon kepada pak Yoga untuk menikahi putrinya sekaligus membantu keuangannya.

"Kamu cukup berani dan percaya diri, pak Dedi. Saya cukup suka dengan sikapmu".

"Saya jamin pak Yoga. Putri saya akan bersikap baik dengan pak Yoga. Saya tahu seperti apa putri yang kami besarkan itu. Dia pasti akan membahagiakan pak Yoga".

"Lalu, apa Clara putri kesayangan bapak akan bahagia bila menikahi saya?".

Lagi-lagi sifat bersaing dan dominan yang dimiliki oleh Yoga mulai tampak. Yoga merasa tidak ingin dikalahkan dengan semua argumen yang diucapkan oleh laki-laki yang sedang bersimpuh di depannya ini.

Lagi pula, bagi Yoga dia tidak merasa bakal diuntungkan di dalam perjodohan dengan Clara. Bahkan, Yoga merasa dia bakal mengurusi seorang anak remaja yang labil.

Benar-benar tidak masuk akal baginya.

"Clara akan bahagia. Mungkin dia akan menolak pada awalnya, tetapi berjalannya waktu, dia akan memahami bahwa dia juga akan bahagia dengan kehidupan pernikahannya dengan pak Yoga".

Pak Dedi sekali lagi menyakinkan laki-laki yang tengah duduk di depannya itu.

-------

Yoga tidak terlalu memikirkan permintaan pak Dedi yang menawarkan putrinya. Karena melihat keteguhan yang diperlihatkan pak Dedi, Yoga pun tergerak hatinya untuk meminjamkan secuil hartanya kepada pria yang masih bersimpuh di hadapannya itu.

"Baiklah, aku akan meminjamkan uangku kepadamu. Soal putri kesayanganmu, bisa kita bahas nanti".

"Pak Yoga, benarkah itu?".

Pak Dedi seperti tidak percaya bahwa pak Yoga, atasannya itu bersedia meminjamkan uangnya. Usahaku tidak sia-sia, selanjutnya pak Dedi tinggal membujuk Clara untuk menerima pernikahan ini. Begitulah pikir pak Dedi.

Yoga pun segera menuliskan beberapa nominal uang yang diperlukan pak Dedi dalam selembar cek. Tangan itu pun mengukir rangkaian sebuah bentuk menyerupai kata "Yoga". Tanda tangan "Yoga" seperti ukiran yang khas dan akan begitu sulit jika seseorang ingin memalsukannya.

"Berikan kepada Pak Dedi".

Yoga memerintahkan Frengky, pengawal pribadinya. Frengky pun berjalan ke arah pak Dedi yang masih tetap saja bersimpuh itu.

Pak Dedi pun meraih selembar cek yang diulurkan Frengky. Mata pak Dedi melotot, dia seperti tidak percaya angka yang tertulis di cek tersebut. Nominalnya bahkan mencapai dua kali lipat dari permintaannya.

"Terima kasih, pak Yoga". Pak Dedi berbicara dengan mata yang berbinar.

"Keluarlah dan selesaikan hutangmu itu. Aku tidak mau mendengar, pak Dedi menyalah gunakan uang tersebut. Anda tahu kan apa konsekuensinya?".

Begitulah cara Yoga berusaha menunjukkan kuasanya kepada pak Dedi. Yoga berharap dapat mengintimidasi pak Dedi. Entah apa yang menyebabkan yoga menyetujui kesepakatan ini.

"Awasi, pak Dedi".

Yoga pun memerintahkan Frengky.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 103. Kebahagiaan

    "Aww... ". Gumamku pelan. Aku terbangun dan merasa seluruh badanku pegal, aku sedikit menggeliat pelan. Deg, aku seperti menyentuh tubuh seseorang, aku pun menoleh ke samping.Aku kaget, karena yang kulihat adalah seseorang. Dan itu adalah Yoga. Kejadian seperti ini mengingatkan aku pada malam pertamaku bersama Yoga juga, dan ini malam keduaku. Aku kini menyadari apa yang telah terjadi dan apa yang sudah kami lakukan tadi malam."Apa karena aktifitas kami tadi malam yang membuat badanku pegal seperti ini". Aku berkata pelan takut mengganggu tidur Yoga. Ditambah dengan perpindahan kami ke rumah hari ini membuat tubuhku terasa begitu lelah. Sama seperti sebelumnya, aku tersenyum dan rasanya tidak mau bangun dari tempat tidur ini. Aku ingin lebih lama berada di samping suamiku ini. Dulu, pagi hari itu adalah hari yang sudah lama berlalu, dan hari ini harus aku tunggu dengan begitu lamanya. Lalu, aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku mengamati tiap guratan wajah tampan Yoga, p

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 102. Malam Kedua

    "Janji yang mana? ".''Memeluk mama. Tapi papa ingin melakukannya tidak di dapur seperti yang tadi, tapi ditempat yang mama suka". Yoga membuat aku kembali menerka dan membuat aku kembali penasaran. "Mama suka lagi? Tempat yang mana? "'Makanya cepat selesaikan makannya. Biar mama juga tahu?!".Aku melihat Yoga kini mengerling dengan nakal, ia menggodaku. Detak jantungku berbunyi dengan kuat, kenapa aku malah menjadi gugup seperti ini. Untuk memasukkan satu sendok nasi ke mulut pun rasanya urung aku lakukan. Pikiranku pun sudah traveling kemana-mana. "Aish, apalah yang aku pikirkan ini". "Aku akan setia menunggu". Sambung Yoga yang membuat aku semakin menelan ludahku sendiri. Lima menit kemudian. Aku melirik dengan ekor mataku bahwa Yoga yang masih setia menungguku dengan duduk di meja makan. Aku baru saja menyelesaikan makanku dan kini sedang mencuci piring kami berdua dan peralatan memasak tadi. Aku sengaja melambatkannya karena gugup dengan apa yang akan Yoga lakukan setelah i

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 101. Rumah Kita

    "Kalau mau dimaafkan harus ada syaratnya? ". Yoga memberiku satu syarat entah apa itu. "Apa syaratnya? ". Tanyaku dengan penasaran. Awas saja jika syaratnya aneh-aneh, aku tidak mau melakukannya. "Syaratnya sangat gampang kok, pasti mama suka"."Mama suka? A-apa, pa? "."Iya mama pasti suka dengan syarat yang akan papa ajukan". Yoga kembali mengulangi perkataanya dengan intonasi pelan agar aku mengerti apa maksud dan tujuannya. Aku kembali memutar otakku menerka apa syarat yang dimaksud oleh suami tuaku itu. Aku jadi ingin tertawa, sudah lama aku tak mengatai Yoga pria tua. Awal pernikahan dulu, aku sering memanggilnya sebagai pria tua. Hal itu aku lakukan karena membenci Yoga. Siapa juga yang tidak akan membenci seseorang yang tiba-tiba hadir didalam kehidupan kita dengan mendadak. Lagipula dulu aku merasa kehadirannya tidak menyenangkan bagiku. Aku yang masih remaja harus menikah dengan seorang pria berumur empat puluh tahun. "Kenapa kamu malah tertawa? ".Sontak pertanyaan dar

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 100. Pulang

    "Mau kemana, mama Revan? ".Aku melototkan mata terkejut karena Yoga ternyata tidak tidur. "Eh, ka-kamu tidak tidur?". Tanyaku dengan suara terbata karena terkejut."Mana bisa aku tidur jika kamu tidak ada di sampingku, Clara". Mendengarkan gombalan Yoga pipiku terasa bersemu merah. Aku menjadi salah tingkah saat ini. "Kapan Revan tidur? ". Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan."Baru saja, tadi kami asyik bermain namun sepertinya dia mengantuk. Aku bawa saja ke kamar dan tak lama setelah minum susu, revan tertidur"."Oh, pasti kecapekan". Ucapku mengiyakan. "Kamu juga tidak capek? ". Yoga bertanya kepadaku.Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Yoga. Aku bahkan seperti merenggangkan otot tangan dan pinggangku agar lebih nyaman. "Sini aku pijitin, biar agak enakan badannya". Tawar Yoga kepadaku seraya menarik tubuhku biar berdekatan dengannya. Yoga pun bangun dari tidurnya dan duduk disampingku. Jantungku berdebar kencang saat ini karena jarak kami yang begitu dekat. Aku m

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 99. Kebahagiaan

    "Maafkan saya pak Rakha. Sepertinya saya harus berhenti bekerja". Ucapku pada akhirnya. Hufft.... Aku bisa menghembuskan nafas lega karena sudah berhasil mengeluarkan kata-kata yang tersangkut berat di tenggorokanku. "A-apa? Aku tidak salah dengar kan Clara? ". Ucap Yoga seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. "Namun, saya akan tetap bekerja hingga satu bulan ke depan". Sambungku lagi. "Apa?"."Iya pak Rakha saya akan berhenti bekerja. Saya akan memberikan surat pengunduran diri saya satu bulan kemudian". Ucapku menjelaskan keinginanku. "Kenapa tiba-tiba seperti ini Clara? Apakah ada yang salah? ". Jawab Rakha seolah tidak percaya. Rakha pun meletakkan sendoknya di atas piring dan memilih tidak melanjutkan suapan selanjutnya. Kabar mengenai pengunduran diri Clara masih teringat di pikirannya. Kini ia sendiri di meja makan ini, Clara sudah meninggalkan dirinya beberapa menit yang lalu. Rakha teringat kembali dengan perkataan Clara yang menjelaskan kenapa ia harus berhent

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 98. Berhenti bekerja

    "Kamu yakin Clara sudah mempertimbangkan semuanya dan mau memberikan aku jawabannya? ". Ucapku kembali bertanya untuk menyakinkan dengan lebih lagi kepada Clara. "Iya, aku yakin. Seratus persen yakin dengan keputusan yang akan aku ambil"."Baiklah, apapun itu aku harap semua untuk kebahagiaan dan kebaikan untuk aku, kamu dab baby Revan". Ucapku dengan penuh penekanan.Clara mengangguk dan mantap akan menjawabnya. Aku malah gugup dan berharap dengan cemas. Sungguh aku takut dan tak bisa memprediksi dengan jelas apa jawaban yang akan Clara katakan. "Aku akan berhenti bekerja dan mulai menjalani hidup sepenuhnya menjadi istrimu dan ibu dari anak kita". Aku menatap Clara dengan binar penuh kebahagiaan karena mendengar jawaban yang memang sesuai dengan harapanku. "Tapi aku punya satu syarat? ". Lanjut Clara memyambung lagi. "Apapun syaratnya jika tidak bertentangan dengan kebaikan kita akan aku penuhi". Ucapku dengan serius dan penuh keyakinan."Syaratnya cuma ada satu, Yoga. Aku hara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status