Share

Bab 4. Perdebatan

Author: Yoona Nusa
last update Last Updated: 2023-08-03 10:06:40

-----

Seminggu kemudian

"Tuan, nanti malam ada meeting di Restoran Flora".

Frengky memberitahu Yoga mengenai jadwal hari ini. Yoga mendelik tak suka dengan cara bicara Frengky yang masih tetap saja memanggilnya dengan sebutan, Tuan. Yoga bersikap seperti demikian bukan karena tak ada sebab.

Frengky dan Yoga adalah teman sedari masa sekolah menengah atas. Karena ketidakmampuan Frengky untuk berkuliah disebabkan keterbatasan biaya, membuat Yoga menawarkan kepadanya jabatan pengawal pribadi kepadanya. Frengky yang bingung akan masa depan dia dan keluarganya, akhirnya setuju mengikuti kemauan sahabatnya tersebut.

Yoga yang sedang sibuk kuliah dan Frengky yang sibuk dengan pelatihan militer khusus. Semua itu diberikan oleh Yoga untuk membuat Frengky mempunyai keahlian membela diri. Tujuannya hanya satu, melindungi Yoga.

"Apakah kita akan berangkat, Tuan". Frengky kembali bertanya kepada sahabatnya itu.

"Nanti aku pertimbangkan".

Frengky dan Yoga. Ada satu hal yang mencolok dari mereka berdua. Frengky yang umurnya sama dengan Yoga, bahkan sudah mempunyai tiga orang anak. Sedangkan, Yoga.. Jangankan anak, istri saja tidak punya.

Hal itulah kadang-kadang menjadi bahan olokan Frengky kepada Yoga. Sebenarnya, Frengky tahu betul alasan kenapa Yoga masih berstatus lajang. Yoga tidak mau istrinya menikah dengannya karena harta.

Ada satu wanita yang pernah menempati hati pak Yoga. Laura Cynthia. Bahkan, karena wanita itulah pak Yoga masih betah sendiri sampai sekarang.

Bukan karena masih mencintai wanita itu, malah sebaliknya. Yoga begitu membenci wanita itu dikarenakan, cinta tulus Yoga dibalas dengan cinta palsu Laura. Laura mencintai Yoga karena harta. Bukan murni mencintai seorang Yoga.

Frengky tahu Yoga tidak suka dipanggil, Tuan. Tetapi, untuk mencerminkan rasa terima kasih Frengky atas kebaikan Yoga selama ini, hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.

"Kamu harus terbiasa, Tuan".

"Frengky, jangan bicara formal padaku".

"Baiklah, Yoga".

Akhirnya Frengky memanggil Yoga dengan sebutan nama. Itupun, sebentar saja, selang beberapa menit nanti akan berubah lagi. Begitulah cara Frengky meredam kekesalan Yoga.

"Informasi mengenai Clara sudah saya dapatkan. Ini berkas yang anda minta, Tuan".

Yoga pun berdecak kesal.

"Frengky... ".

Yoga pun mengambil berkas informasi Clara. Dan tertulis, malam ini Clara akan mengadakan pesta ulang tahun.

Sebentar...

Sepertinya, Yoga menyadari sesuatu.

"Frengky, kita tadi mau meeting di restoran mana?".

"Restoran Flora, Tuan".

Yoga pun mencocokkan nama dengan informasi tempat Clara mengadakan pesta ulang tahun.

Sama. Restoran Flora.

"Hari ini tanggal berapa?".

"20 Desember 2022, tuan".

Kebetulan sekali, pikir Yoga.

"Baiklah, kita akan datang untuk meeting ke restoran Flora".

Yoga berniat untuk membatalkan meeting tersebut dikarenakan hari ini ingin cepat pulang ke rumah. Pekerjaan yang menumpuk membuat Yoga malas untuk meeting di malam hari.

Satu hal yang membuat Yoga membatalkan hal tersebut dikarenakan tempat dan waktu yang pas dengan acara birthday party Clara. Yoga berpikir akan melihat secara langsung putri kesayangan pak Dedi, bawahannya itu.

Apakah benar seperti kata orang tuanya, Clara seorang gadis yang cantik. Yoga tahu, poto bisa menipu mata semua orang, tak luput dirinya sebagai orang biasa.

"Baik, Tuan. Masih ada waktu satu jam untuk pergi ke sana".

"Ayo".

Yoga dan Frengky pun pergi menuju restoran Flora.

Meeting bersama klien sudah selesai Yoga laksanakan. Yoga tak langsung pulang ke rumah, dia mau melancarkan aksinya untuk melihat sosok Clara. Yoga pun melihat seperti ada sebuah pesta di bagian VIP yang menghadap langsung ke pantai. Pemilihan tempat yang tepat, pikir Yoga.

Suasana malam hening dengan hembusan angin yang sepoi-sepoi membuat pesta Clara menarik perhatian semua orang. Begitupun, Yoga.

"Apa Clara tidak tahu kalau keluarganya sudah bangkrut?. Kenapa dia masih menghambur-hamburkan uang dengan membuat pesta seperti ini". Gumam Yoga.

Menarik sekali. Apa orang tuanya menyembunyikan kebenaran karena begitu menyayangi putrinya?. Yoga pun semakin penasaran dan semakin mendekati pesta tersebut.

Berjarak lima meter, ruangan VIP yang terbuka itu bisa diakses dengan sempurna oleh Yoga. Bersandar di sebuah tiang, Yoga dengan seksama mencari di antara kerumunan anak remaja itu dimana gadis yang mirip dengan poto yang pernah dia lihat.

"Itu dia", tunjuk Yoga.

Gadis yang paling menonjol di antara teman-temannya. Memakai gaun merah bak model papan atas, terbuka tapi tetap sopan. Rambutnya dibiarkan tergerai, ada jepit rambut berwarna keemasan terselip di sela-sela helaian tersebut.

"Anak baik rupanya", batin Yoga.

Cantik, tinggi semampai, langsing bak gitar spanyol. Yoga tak menampik kenyataan tersebut. Cocok jika disandingkan dengan Yoga. Yoga masih mengawasi gerak-gerik Clara. Tak sengaja tatapan Yoga dan Clara bertemu. Yoga masih tetap menajamkan matanya, sedangkan Clara mengalihkan pandanganya.

"Mau berpura-pura tidak melihatku ya, Clara".

Yoga semakin terpancing untuk melihat apa tingkah Clara selanjutnya. Yoga memahami, Clara sudah tahu akan sosok dirinya dan perjodohan yang direncanakan oleh pak Dedi. Yoga melihat Clara yang berpura-pura mesra dengan temannya dan berusaha untuk membuat Yoga berpikir bahwa Clara sudah mempunyai pacar.

"Sia-sia usahamu, Clara. Kamu mencoba menipu aku yang sudah dua kali lipat hidup di dunia ini darimu".

Yoga terkekeh pelan.

"Baiklah, aku semakin tertarik padamu. Aku ingin tahu, apa alasanmu untuk menolakku dan pernikahan tak masuk akal itu. Berani sekali kamu, Clara".

Begitu banyak wanita yang mengantri untuk Yoga. Sedangkan, Clara tinggal menikah saja dengannya, malah sok jual mahal. Apa sebenarnya kelebihan dan perbedaan kamu dengan yang lainnya, Clara.

"Aku akan mencari tahu semua itu".

Yoga pun mengakhiri pengintaiannya kepada Clara. Dan melangkahkan kaki menuju pintu keluar restoran Flora. Pengawal pribadinya, Frengky sudah menunggu di balik kemudi mobil mewah Yoga.

Mobil sport hitam itu pun melaju dengan kencang meninggalkan Clara yang sedang asyik berpesta dengan teman-temannya.

--------

"Clara, jangan lupa nanti kamu fitting baju pengantin ya".

Mama Clara mengingatkan kepada Clara untuk menyempatkan waktu pergi ke butik. Clara yang mendengar itu hanya bisa menunjukkan wajah tidak senang.

"Jam sepuluh nanti, ada sopir dari pak Yoga akan menjemputmu di rumah".

"Iya, ma".

Clara hanya mengiyakan permintaan mama. Mama gak akan tahu kan kalau aku gak datang, begitulah rencana licik Clara.

"Mama mau ke pasar dulu, belanja buat masak nanti malam. Kamu siap-siap deh ini sudah jam sembilan".

"Iya, ma".

Bagus, mama ke pasar dan tidak ada dirumah. Sebaiknya, aku menonton televisi saja daripada memikirkan baju pengantin. Siapa juga yang mau, umur segini memakai baju pengantin. Emangnya, aku pengantin cilik apa.

"Nah ini nih, kalau calonnya muda, tampan kayak di drama ini, aku juga mau".

Clara pun menumpahkan emosinya dengan berceloteh sendirian sambil menonton drama percintaan di televisi. Clara bahkan menunjuk salah satu aktor utama tersebut. Pria muda target bucin anak muda zaman sekarang

"Lah aku, masa iya aku menikah dengan pria dewasa juga tua seperti itu. Semua orang juga gak bakalan mau".

Clara semakin kesal karena kehidupan percintaannya tidak sama dengan drama yang sedang ditontonnya. Clara pun mematikan televisi tersebut. "Ada baiknya, aku keluar saja berjalan-jalan, keburu mama pulang nanti malah ketahuan", pikir Clara.

Lima belas menit kemudian, Clara pun sudah siap. Dengan menggunakan dress selutut berwarna merah muda dipadukan dengan high helss warna senada. Tak lupa, Clara menguraikan rambutnya yang sepanjang pinggang tersebut.

Clara nampak seperti manekin putri dari sebuah kerajaan. Clara pun hanya memakai riasan tipis dan lip balm saja. Walaupun seperti itu, Clara sudah cantik sempurna.

"Sudah siap". Clara berkata sambil bercermin.

Dengan percaya dirinya Clara melangkahkan kaki untuk meninggalkan rumah dengan tujuan yang berbeda.

"Yang penting saat mama pulang, aku tidak ada di rumah ini. Dan Mama pasti bakal mengira aku sudah pergi ke butik. Ide bagus, Clara".

Clara pun membuka pintu, betapa terkejutnya Clara sudah ada sosok laki-laki yang sedang memunggunginya. Clara tidak tahu siapa itu dan kenapa ada di depan rumahnya. Laki-laki itu pun dengan spontan berbalik ke belakang karena mendengar seseorang membuka pintu.

Dia adalah Frengky, pengawal pribadi Yoga.

Clara seperti mengenal orang ini. Dia mengamati dari atas sampai bawah dan menyadari bahwa orang yang didepannya ini sama dengan orang yang pernah bersama pak Yoga malam itu. Sial.

"Kenapa orang ini sudah ada di depan rumahku". Clara berkata pelan.

"Permisi".

"Eh...".

Clara salah tingkah, ternyata laki-laki didepannya mendengar suaranya. "Aku benar-benar sial hari ini. Bahkan, ini masih kurang tiga puluh menit dari jam sepuluh. Aku akan berpura-pura tidak tahu saja".

Clara pun seakan tidak perduli dan berjalan melewati Frengky. Belum dua langkah, Frengky pun memanggilnya. Clara menyiapkan diri untuk berani dan tegas melawan bawahannya pak Yoga satu ini.

"Non Clara".

"Iya, siapa kamu?".

"Perkenalkan saya Frengky. Saya disini atas perintah pak Yoga untuk membawa anda pergi ke butik".

"Oh".

"Kalau begitu silahkan ikut saya ke mobil".

Frengky pun mengarahkan Clara menuju mobil yang akan mengantarkannya ke butik. Clara pun berencana pura-pura untuk mengikuti Frengky. Dan setelah beberapa langkah Clara pun dengan sigap berlari kencang ke arah gerbang rumahnya.

Clara tak tak menyangka usahanya itu sia-sia. Ternyata Clara kalah cepat dengan calon suaminya. Tangan Clara sudah diraih sebelum dia sempat berlari jauh.

Iya, Yoga yang sedari tadi diam di mobil memperhatikan gerak-gerik Clara. Ketika tahu, Clara ingin melarikan diri, Yoga pun langsung membuka pintu mobil dan keluar untuk menarik Clara. Yoga tahu Clara tidak akan lari cepat karena menggunakan high heels.

"Dia mau menipuku lagi. Semakin menarik kamu, Clara". Pikir Yoga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 103. Kebahagiaan

    "Aww... ". Gumamku pelan. Aku terbangun dan merasa seluruh badanku pegal, aku sedikit menggeliat pelan. Deg, aku seperti menyentuh tubuh seseorang, aku pun menoleh ke samping.Aku kaget, karena yang kulihat adalah seseorang. Dan itu adalah Yoga. Kejadian seperti ini mengingatkan aku pada malam pertamaku bersama Yoga juga, dan ini malam keduaku. Aku kini menyadari apa yang telah terjadi dan apa yang sudah kami lakukan tadi malam."Apa karena aktifitas kami tadi malam yang membuat badanku pegal seperti ini". Aku berkata pelan takut mengganggu tidur Yoga. Ditambah dengan perpindahan kami ke rumah hari ini membuat tubuhku terasa begitu lelah. Sama seperti sebelumnya, aku tersenyum dan rasanya tidak mau bangun dari tempat tidur ini. Aku ingin lebih lama berada di samping suamiku ini. Dulu, pagi hari itu adalah hari yang sudah lama berlalu, dan hari ini harus aku tunggu dengan begitu lamanya. Lalu, aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku mengamati tiap guratan wajah tampan Yoga, p

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 102. Malam Kedua

    "Janji yang mana? ".''Memeluk mama. Tapi papa ingin melakukannya tidak di dapur seperti yang tadi, tapi ditempat yang mama suka". Yoga membuat aku kembali menerka dan membuat aku kembali penasaran. "Mama suka lagi? Tempat yang mana? "'Makanya cepat selesaikan makannya. Biar mama juga tahu?!".Aku melihat Yoga kini mengerling dengan nakal, ia menggodaku. Detak jantungku berbunyi dengan kuat, kenapa aku malah menjadi gugup seperti ini. Untuk memasukkan satu sendok nasi ke mulut pun rasanya urung aku lakukan. Pikiranku pun sudah traveling kemana-mana. "Aish, apalah yang aku pikirkan ini". "Aku akan setia menunggu". Sambung Yoga yang membuat aku semakin menelan ludahku sendiri. Lima menit kemudian. Aku melirik dengan ekor mataku bahwa Yoga yang masih setia menungguku dengan duduk di meja makan. Aku baru saja menyelesaikan makanku dan kini sedang mencuci piring kami berdua dan peralatan memasak tadi. Aku sengaja melambatkannya karena gugup dengan apa yang akan Yoga lakukan setelah i

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 101. Rumah Kita

    "Kalau mau dimaafkan harus ada syaratnya? ". Yoga memberiku satu syarat entah apa itu. "Apa syaratnya? ". Tanyaku dengan penasaran. Awas saja jika syaratnya aneh-aneh, aku tidak mau melakukannya. "Syaratnya sangat gampang kok, pasti mama suka"."Mama suka? A-apa, pa? "."Iya mama pasti suka dengan syarat yang akan papa ajukan". Yoga kembali mengulangi perkataanya dengan intonasi pelan agar aku mengerti apa maksud dan tujuannya. Aku kembali memutar otakku menerka apa syarat yang dimaksud oleh suami tuaku itu. Aku jadi ingin tertawa, sudah lama aku tak mengatai Yoga pria tua. Awal pernikahan dulu, aku sering memanggilnya sebagai pria tua. Hal itu aku lakukan karena membenci Yoga. Siapa juga yang tidak akan membenci seseorang yang tiba-tiba hadir didalam kehidupan kita dengan mendadak. Lagipula dulu aku merasa kehadirannya tidak menyenangkan bagiku. Aku yang masih remaja harus menikah dengan seorang pria berumur empat puluh tahun. "Kenapa kamu malah tertawa? ".Sontak pertanyaan dar

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 100. Pulang

    "Mau kemana, mama Revan? ".Aku melototkan mata terkejut karena Yoga ternyata tidak tidur. "Eh, ka-kamu tidak tidur?". Tanyaku dengan suara terbata karena terkejut."Mana bisa aku tidur jika kamu tidak ada di sampingku, Clara". Mendengarkan gombalan Yoga pipiku terasa bersemu merah. Aku menjadi salah tingkah saat ini. "Kapan Revan tidur? ". Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan."Baru saja, tadi kami asyik bermain namun sepertinya dia mengantuk. Aku bawa saja ke kamar dan tak lama setelah minum susu, revan tertidur"."Oh, pasti kecapekan". Ucapku mengiyakan. "Kamu juga tidak capek? ". Yoga bertanya kepadaku.Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Yoga. Aku bahkan seperti merenggangkan otot tangan dan pinggangku agar lebih nyaman. "Sini aku pijitin, biar agak enakan badannya". Tawar Yoga kepadaku seraya menarik tubuhku biar berdekatan dengannya. Yoga pun bangun dari tidurnya dan duduk disampingku. Jantungku berdebar kencang saat ini karena jarak kami yang begitu dekat. Aku m

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 99. Kebahagiaan

    "Maafkan saya pak Rakha. Sepertinya saya harus berhenti bekerja". Ucapku pada akhirnya. Hufft.... Aku bisa menghembuskan nafas lega karena sudah berhasil mengeluarkan kata-kata yang tersangkut berat di tenggorokanku. "A-apa? Aku tidak salah dengar kan Clara? ". Ucap Yoga seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. "Namun, saya akan tetap bekerja hingga satu bulan ke depan". Sambungku lagi. "Apa?"."Iya pak Rakha saya akan berhenti bekerja. Saya akan memberikan surat pengunduran diri saya satu bulan kemudian". Ucapku menjelaskan keinginanku. "Kenapa tiba-tiba seperti ini Clara? Apakah ada yang salah? ". Jawab Rakha seolah tidak percaya. Rakha pun meletakkan sendoknya di atas piring dan memilih tidak melanjutkan suapan selanjutnya. Kabar mengenai pengunduran diri Clara masih teringat di pikirannya. Kini ia sendiri di meja makan ini, Clara sudah meninggalkan dirinya beberapa menit yang lalu. Rakha teringat kembali dengan perkataan Clara yang menjelaskan kenapa ia harus berhent

  • Pria Tua itu adalah Suamiku   Bab 98. Berhenti bekerja

    "Kamu yakin Clara sudah mempertimbangkan semuanya dan mau memberikan aku jawabannya? ". Ucapku kembali bertanya untuk menyakinkan dengan lebih lagi kepada Clara. "Iya, aku yakin. Seratus persen yakin dengan keputusan yang akan aku ambil"."Baiklah, apapun itu aku harap semua untuk kebahagiaan dan kebaikan untuk aku, kamu dab baby Revan". Ucapku dengan penuh penekanan.Clara mengangguk dan mantap akan menjawabnya. Aku malah gugup dan berharap dengan cemas. Sungguh aku takut dan tak bisa memprediksi dengan jelas apa jawaban yang akan Clara katakan. "Aku akan berhenti bekerja dan mulai menjalani hidup sepenuhnya menjadi istrimu dan ibu dari anak kita". Aku menatap Clara dengan binar penuh kebahagiaan karena mendengar jawaban yang memang sesuai dengan harapanku. "Tapi aku punya satu syarat? ". Lanjut Clara memyambung lagi. "Apapun syaratnya jika tidak bertentangan dengan kebaikan kita akan aku penuhi". Ucapku dengan serius dan penuh keyakinan."Syaratnya cuma ada satu, Yoga. Aku hara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status