Share

bab 6. Fitting Baju Pengantin

Frengky yang melihat adegan di depannya pun nampak terkejut. Dia hampir saja lalai karena merasa Clara patuh untuk ikut dengannya. Frengky pun dengan cepat membukakan pintu mobil untuk Yoga dan Clara.

Clara yang tertangkap basah hanya diam dan begitu malu karena perbuatannya yang ingin melarikan diri diketahui oleh Yoga. Tidak ada yang bisa Clara lakukan lagi. Clara pun kali ini patuh untuk masuk ke mobil.

"Kamu memang remaja yang labil".

Yoga pun membuka pembicaraan dengan Clara, calon istrinya itu.

"Apa maksud anda, Tuan?".

"Oh, kamu ingin bersikap formal ya, seakan-akan saya memang orang tua".

Clara tersenyum tipis, ternyata lawannya pandai juga menafsirkan arti dari perkataannya.

"Jangan bicara padaku, jika kamu menganggapku sebagai orang tua".

"Siapa juga yang mau bicara padamu". Jawab Clara.

Yoga menggelengkan kepala.

Tidak seharusnya dia menyetujui pernikahan ini. Disampingnya, bukan seorang wanita yang siap menikah tetapi hanya anak remaja yang bisanya membuat onar. Yoga tidak punya pilihan lain.

Kemarin, Oma Ayu, memberikan pilihan kepadanya. Menikahi wanita yang sudah oma pilihkan untuknya atau Yoga sendiri yang membawakan wanita pilihannya ke rumah. Perintah Oma tidak pernah bisa Yoga bantah.

"Apa?".

"Kenapa, Clara? Apakah kamu yang tidak mau menikahi cucu oma yang ganteng ini?".

Oma malah seperti mempromosikan diri Yoga. Clara yang berharap Oma mempunyai kesan negatif pada dirinya malah berbalik arah.

"Tidak, Oma. Clara mencintai Yoga. Siapa wanita di dunia ini yang bisa menolak cucu oma".

Yoga berkata dalam hati, "Benar-benar pintar akting anak ini".

Mama yoga yang sedari tadi hanya diam. Akhirnya ikut juga bicara.

"Mama senang jika kalian saling mencintai. Mama harap pernikahan kalian akan bahagia".

"Benar, Oma juga tidak sabar mengendong cucu dari kalian".

Yoga dan Clara pun hanya saling melirik. Mereka tahu mereka akan menghadapi masalah baru.

"Jadi, kalian sudah mempersiapkan hari pernikahan kalian?". Lanjut mama.

"Sudah, Ma. Setelah ini, kami pergi ke butik dan akan mencoba gaun pengantin Clara serta jas buat Yoga".

"Oh, baguslah kalau begitu. Pernikahan kalian tinggal beberapa hari lagi. Persiapkan juga diri kalian sendiri untuk pernikahan kalian".

"Iya, Ma".

"Ya sudah, sekarang kita makan siang dulu, ayo Yoga ajak Clara ke meja makan kita".

"Baik, Oma".

Oma, Mama, Yoga dan Clara pun segera menuju ruang makan. Di meja makan sudah tersedia bermacam-macam lauk pauk. Oma sengaja memasak lebih banyak karena datangnya Yoga dan calon istri Yoga.

Aku melihat di meja ada ayam bakar kecap, daging tumis saos, udang sambal, sayur tumis, buah dan susu. Clara tak menyangka bahwa makanan di keluarga ini cukup sederhana. Tidak seperti masakan barat. Ah, sepertinya keluarga ini memang menyukai masakan Indonesia.

"Kamu suka makan apa, Clara?".

"Clara suka semuanya, Oma".

"Oh begitu, oma suka kamu tidak pilih makanan. Kalau begitu semua yang oma siapkan ini harus kamu makan, Clara".

"Maaf Oma, tapi Clara lagi diet".

"Kamu gak usah diet, bentar lagi juga akan menikah dan hamil, harus banyak makan biar tubuh kamu punya nutrisi yang banyak".

"Benar itu kata mama yoga, kamu harus punya nutrisi agar bisa mengandung cucu oma".

Clara yang melihat oma dan mama yoga seolah setuju dengan pernikahan ini. Alih-alih menolak dirinya malah memaksa segera memberikan cucu. Clara menjadi sakit kepala.

"Baik, Oma. Tenang saja".

"Uhuk... Uhuk....".

Yoga tersedak mendengar perkataan Clara dan buru-buru mengambil gelas yang ada dihadapannya. Yoga tidak percaya, Clara malah mengiyakan perkataan mama dan omanya.

"Kamu, Yoga. Gak sabar lagi, apa?'.

Yoga menggelengkan kepala. Oma bahkan meledekku sekarang. Clara kamu benar-benar pembuat masalah. Perbuatanmu tidak bisa aku prediksi.

"Udah makan yang pelan, nanti setelah kalian berdua kenyang baru pergi ke butik".

"Iya, Oma". Yoga menjawab oma.

"Iya, Oma". Aku pun menjawab dengan senyuman termanisku.

Aku sedikit melirik ke arah Yoga. Bagaimana aktingku, pak Yoga? Apa kamu menyukainya?. Clara berbicara dalam hati seakan mengejek Yoga. Ini baru permulaan, Clara pun tersenyum lagi.

------

Setelah acara makan siang dengan keluarga Yoga, Clara dan Yoga pun segera pergi meninggalkan rumah mewah itu. Jalan raya yang dilalui oleh sepasang calon pengantin ini tidak terlalu rame. Mobil pun bisa melesat dengan kencang. Setelah hampir dua puluh menit berlalu, Frengky pun berhasil mengantarkan Yoga dan Clara ke sebuah butik.

Clara melihat dari kaca mobil, tertulis di papan depan toko "Butik Glory". Clara tahu butik ini adalah salah satu butik yang terkenal di kota ini. Bahkan, semua koleksi butik ini harganya sangat mahal. Walaupun harga selangit, namun kualitas yang dijual pun tidak akan mengecewakan para pelanggan yang membelinya.

Clara sempat tidak percaya, karena jarak antara perkenalan dan pernikahan mereka hanya seminggu. Ah, Clara lupa betapa kaya dan berkuasanya keluarga Yoga. Apa yang tidak bisa dapatkan. Aku saja dipaksa menikah dengan Yoga.

"Clara, kamu ingin tetap di mobil?".

Pertanyaan Yoga menghentikan lamunan Clara.

"Kalau aku tetap di mobil, emang boleh?".

"Kamu mau aku tarik paksa, iya?".

"Galak amat sih, Dasar....".

"Dasar apa....?".

Clara yang belum sempat menyelesaikan bicaranya hanya melengos kesal. Clara takut akan aura Yoga yang ada di depannya ini. Clara gak mau, Yoga benar-benar menariknya.

"Aku akan turun". Clara mencoba menjadi anak baik.

Yoga dan Clara pun memasuki butik Glory. Para pegawai dengan sigap melayani mereka. Entah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan Yoga untuk merevarasi janji untuk fitting di butik Glory. Clara tahu, sangat sulit untuk memesan gaun pengantin disini.

Clara pernah membeli salah satu gaun, itupun harus mengantri memesan karena banyaknya permintaan pelanggan dimana-mana. Clara bahkan tidak tahu jika mereka akan ke butik ini. Clara mendengar bisik-bisik pegawai butik tersebut.

"Apa laki-laki itu yang namanya, Yoga?".

"Aku dengar, tubuhnya atletis banget".

"Iya, dia juga orang yang paling kaya di kota ini".

"Sudah kaya, ganteng lagi".

"Beruntung banget wanita yang menikahinya".

"Mana masih lajang lagi".

"Eh, apa remaja itu gadis beruntung itu?".

Clara yang mendengar itu tak sengaja tersenyum. Clara tahu, gadis beruntung itu adalah dirinya. Tetapi, detik berikutnya Clara malah menjadi kesal.

"Masa iya, selera Yoga seperti itu, anak remaja lagi".

"Aku kira wanita dewasa yang sexy, apakah remaja itu bisa memuaskan Yoga?".

Astaga. Clara hampir saja emosi mendengarkan mereka berkata buruk tentang dirinya. Apa tidak ada hal lain selain urusan ranjang yang dibahas?.

"Hmmm... hmmm....".

Deheman agak keras dari Yoga membuat para pegawai itu membungkam mulut mereka.

"Bisa ambilkan semua gaun pengantin yang terbaik di butik ini?".

Yoga pun memerintahkan pegawai untuk melayaninya. Yoga sudah bertindak sebagai raja, bukankah pembeli adalah raja. Yoga benar-benar memanfaatkan kalimat itu.

"Baik, tuan. Tunggu sebentar".

Aku yang melihat Yoga sedang duduk dengan menaikkan sebelah kakinya itu merasa Yoga begitu kharismatik. Pria dewasa itu begitu menawan. Memang pantas para wanita mengidolakannnya.

"Kamu lihat apa?".

Aku menggelengkan kepala, "Tidak, aku tidak melihat apa-apa".

Aku pun pura-pura memegang salah satu gaun pengantin yang di pajang dan sedikit melihat-lihat. Hampir saja aku ketahuan sedang memperhatikannya. Malu banget.

Srek.... Srek....

Mataku pun beralih karena mendengar bunyi kereta yang didorong. Aku melihat dua pegawai sedang membawa puluhan gaun pengantin yang berderet cantik. Aku terpukau dengan hanya melihat sekilas.

"Ini semua gaun pengantin yang terbaik di butik Glory, tuan".

Salah satu pegawai berbicara dengan manis kepada Yoga. Clara yang melihatnya ingin sekali mencibirnya. Berbicara sok manis dan sengaja melembutkan suaranya. Clara tahu wanita di depannya ini ingin mencoba menarik perhatian Yoga.

"Baiklah. Sekarang coba kalian pakaian satu per satu kepada gadis itu".

Aku mendelik tidak percaya dengan perkataan laki-laki itu. Enak saja dia bilang "gadis itu" aku mempunyai nama. Clara namaku. Aku benar-benar bisa naik darah bila lama-lama berada disini.

"Clara...".

Aku menoleh dengan malas ke arah Yoga.

"Apa?".

"Kamu tidak dengar, apa?".

"Dengar apa?".

"Kamu tidak dengar saya menyuruh kamu untuk mencoba semua gaun pengantin ini?".

"Aku". Clara menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya.

"Siapa lagi, Clara".

"Kamu bilang gadis itu, disini banyak gadis, aku tidak tahu gadis yang mana yang ingin kamu suruh mencoba semua itu".

Yoga memegang pelipis dan menekannya pelan. Dia seakan sudah hampir kehilangan kesabarannya. Clara yang melihat itu masa bodoh.

"Clara...".

"Iya, ada apa, tuan Yoga".

"Kamu ingin menguji kesabaranku ya?".

"Tidak". Clara bertingkah cuek.

"Lalu selain kamu, siapa lagi yang akan aku nikahi?".

"Mungkin banyak yang mau, pegawai disini juga bersedia sepertinya".

Clara berkata sambil mengedarkan pandangannya ke beberapa pegawai yang ada disana. Semuanya tersenyum seolah bersedia setiap saat untuk dinikahi Yoga. Clara senang bisa sedikit mempermainkan emosi calon suaminya tersebut.

"Baiklah. Clara coba kamu pakai gaun pengantin itu. Aku ingin melihat mana yang cocok".

"Oke".

Clara kali ini menurutinya karena Yoga telah memanggil namanya. Clara pun mengikuti dua pegawai yang sedang mendorong deretan gaun pengantin. Mereka menuju kamar ganti di ujung ruangan.

"Tenang saja pak Yoga, semua ini akan cocok denganku".

Clara pun sengaja bicara ketika melewati Yoga seakan ingin membuat Yoga kesal. Yoga yang mendengar hal itu, mengembuskan nafas kasar. Clara melihat itu, tersenyum senang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status