Dengan gaun panjang berbahan satin berwarna merah Soraya menuruni tangga dan bergabung bersama Rebecca. Dilihatnya wanita itu sedang duduk di ruang tengah sambil membaca majalah."Selamat pagi, Ma."Rebecca terkejut dan menatapnya. "Pagi, Sayang. Syukurlah kau sudah turun. Ayo, sarapan. Mama sudah lapar."Soraya tersenyum dan melangkah mengikuti Rebecca. "Apa John mengatakan sesuatu kepada Mama?""Tidak, memangnya kenapa?"Saat itu mereka berdua tiba di ruang makan. Soraya mengambil posisi di samping kanan meja, sedangkan Rebecca di samping kiri meja."Aku pikir dia mengatakan sesuatu tentangku."Rebecca membuka piringnya. "Memangnya apa yang terjadi?"Soraya juga membuka piringnya. "Aku telah melarangnya datang ke sini lagi."Rebecca terkejut menatap Soraya. "Benarkah? Kapan kau mengatakan hal itu, bukannya semalam kalian sedang berdua di kamar?"Soraya meraih selembar roti tawar. "Semalam aku telah mengatakan apa yang ingin kusampaikan. Tapi aku melakukannya setelah berhasil mengump
Mereka pun tiba di kantin. Ansley mengarahkan kedua temannya ke bangku di mana mereka sering menempatinya."Aku pesan menu dulu."Begitu pelayan tiba mereka bertiga langsung menyebutkan menu makanan yang akan mereka santap.Reagan mengambil posisi di samping Luke.Ansley duduk di depan mereka sambil mengarah ke pintu masuk kantin. "Sepertinya Clare masih ada kelas. Jadi, kita tidak bisa mengajaknya makan siang."Luke berkomentar sambil menatap Reagan. "Kenapa kau tidak menyatakan perasaanmu saja, hah? Kau menyukainya, kan?"Reagan menunduk malu. "Bukan hanya sekedar suka, tapi aku sangat mencintainya. Baru kali ini aku merasakan perasaan berbeda kepada Agatha. Aku takut mengungkapkan perasaanku karena sudah jelas dia pasti akan menolakku.""Kata siapa dia akan menolak?" tanya Luke sambil menatap Reagan dan Ansley secara bergantian, "Kau tanya Ansley, dia sangat mengkhawatirkanmu. Sepertinya dia juga sangat menyukaimu."Wajah Reagan menjadi berbinar-binar. "Sebenarnya aku juga merasaka
"Benar kata Ansley," kata Luke, "Kalau benar Clare tidak memberitahukan hal ini karena memang dia tidak tahu, itu berarti ayahnya sedang merencanakan sesuatu untuk kalian berdua. Mungkin sang ayah ingin memperkenalkan calon menantunya kepada sang anak."Reagan tertawa. "Itu tidak mungkin, Agatha sudah dijodohkan dengan orang lain. Aku rasa beliau mengundangku makan malam karena aku ini adalah anak sahabatnya. Apalagi beliau tahu kalau aku dan anaknya sekarang cukup dekat."Drtt... Drtt...Getaran ponsel Reagan kembali terdengar membuat mereka terdiam sesaat lalu menatap sosok pelayan yang tepat di saat itu datang sambil membawa menu pesanan mereka.Luke dan Ansley kegirangan karena perut mereka sudah lapar.Sementara Reagan dengan penasaran segera menyambungkan panggilan dari kontak yang tidak dikenalinya itu. "Halo?""Reagan, maaf mengganggumu. Ini aku, Soraya."Alis Reagan berkerut menatap Luke dan Ansley. Ekspresinya bingung. "Soraya? Oh, maaf, apa Anda Nyonya Soraya?"Mendengar na
"Malam ini dia akan menghadiri makan malam bersama pemilik universitas. Bukankah itu hal yang memang sangat-sangat kebetulan? Dengan begitu aku tidak perlu khawatir lagi dia akan curiga ketika aku menanyakan soal siapa pemilik universitas saat makan malam besok. Ini akan menjadi topik terpanas aku dan dia, Ma."Rebecca tersenyum. "Semoga berhasil, Sayang. Dan semoga kau bisa mendekati pemilik universitas itu sesuai keinginanmu.""Mama benar, John sudah tua dan sudah saatnya untuk dia dipensiunkan.""Tapi, apa yang akan kau katakan kepada John jika kau berhasil mendapatkan penggantinya?""Aku tidak akan mengatakan apa-apa. Lagi pula menjalin hubungan sembunyi-sembunyi dengan dua lelaki yang menguntungkan itu sangat mengasikan, Mama."***Karena hari ini kelasnya sudah selesai Clare berniat akan langsung pulang untuk perawatan. Tahu malam ini sang pujaan hati akan datang untuk makan malam, Clare harus menyiapkan diri ke salon untuk melakukan beberapa perawatan.Baru saja kakinya melangk
Dengan langkah gontai Kensky dan Clare menuruni tangga.Dean yang sedang duduk bersama Reagan di ruang tamu segera menoleh dengan senyum begitu lebar."Lihat, Reagan. Bukankah om sangat beruntung memiliki dua wanita yang sangat cantik?"Reagan cukup terpana melihat Clare yang begitu cantik dengan balutan gaun bertali satu. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri karena telah menyutujui perjodohan yang dilakukan oleh orangtuanya. Seandainya perjodohan itu tidak pernah terjadi sebelum dirinya melihat Clare, malam ini ia akan memohon dan meminta ayahnya agar menjodohkan dirinya dengan wanita itu.Dean tersenyum menatap Reagan yang masih terpana saat menatap putrinya. "Sepertinya om sekarang punya saingan."Perkataan Dean mengejutkan Reagan. Ia berkedip, menoleh dan tersenyum. "Tante Kensky dan Agatha sangat cantik. Om, benar, mereka terlihat seperti malaikat berbentuk manusia."Dean mengerutkan alis ketika mendengar nama yang disebutkan Reagan. "Apakah Clare yang menyebutkan nama itu kepa
Perkataan Kensky mengejutkan Reagan. Dalam hati Reagan merasa bahagia karena Kensky telah menganggap dirinya seperti anak sendiri. Mungkin karena ia anak sahabat mereka sampai Kensky bersikap seperti itu kepadanya, pikir Reagan.Hal yang sama juga dirasakan Clare. Meski tahu Reagan adalah anak sahabat ayahnya, tapi penyebutan Kensky tadi cukup membuat jantungnya berdetak tak beraturan. "Ya, ampun, seandainya mami tahu aku menyukai Reagan, apakah mami dan papi akan setuju dan mau memperlakukannya seperti sekarang ini?" katanya dalam hati."Oh, iya. Kau kan adalah mahasiswa senior di kampus, bisakah om memberikan satu tugas untukmu, Reagan?""Tentu saja, Om. Katakan, apa tugas. Aku berjanji akan melakukannya dengan baik."Kensky dan Clare sibuk mengunyah. Sementara Reagan dengan ekspresi tak sabaran menatap Dean yang kini balas menatapnya."Om ingin kau menjaga Clare dari orang-orang jahat di kampus. Om tidak suka jika teman wanitamu itu mengganggu Clare dan menyakitinya."Clare terkeju
Setelah mengunci pintu Clare mengajak Reagan ke taman belakang. Taman di mana banyak sekali tumbuhan-tumbuhan hijau dan bunga yang ditanam mengelilingi pagar serta kolam renang yang ukurannya sangat besar dan pondok kecil yang terbuat dari kayu yang dikelilingi lampu hias berwarna kuning."Benar kata ibumu, tempat ini bagus," kata Reagan, "Udara malam di sini sangat sejuk."Clare tersenyum. "Aku sering menghabiskan waktu di sini kalau besoknya menghadapi ujian."Reagan tersenyum. "Suasana di sini sangat nyaman."Clare mengajak Reagan duduk di lantai pondok. Dengan pandangan ke arah kolam dan kaki menjuntai ia mulai berkata, "Maaf jika kedua orangtuaku terlalu banyak bicara padamu."Reagan duduk di sampingnya. Sambil tersenyum ia menoleh lalu menjawab, "Aku sangat suka pada mereka, orangtuamu sangat baik dan perhatian."Clare menunduk sesaat. "Karena selama ini kau sudah tahu aku anak dari pemilik universitas, aku berharap kau tidak akan membocorkan hal ini kepada siapapun selain Luke.
Reagan menelan ludah. Dengan keberanian yang sudah terkumpul ia meraih kedua tangan Clare lalu menggenggamnya. "Sama, aku juga sudah dijodohkan. Tapi aku ingin kau wanita pertama yang memilikiku, Agatha. Aku ingin kau wanita pertama dalam hidupku sebelum calon istriku. Aku ingin kau menjadi kekasihku sebelum kita menikah dengan pasangan masing-masing. Lagi pula kita berdua saling mencintai. Tidak ada salahnya bukan jika kita menjalin hubungan sebelum menikah? Siapa tahu Tuhan sayang dan mendengarkan doa kita lalu menjodohkan kita berdua."Clare tertawa. "Kau ini ... itu tidak mungkin, Reagan.""Aku serius, Agatha. Sekarang jawab aku. Apa kau mau menjadi pacarku?"Clare menatapnya lekat-lekat. Meskipun perkataan Reagan sering membuatnya tertawa, tapi saat ini ia tidak menemukan keisengan dari ekspresinya. Ia melihat keseriusan dan ketulusan dari wajah Reagan. "Aku mau, tapi dengan satu syarat."Spontan Reagan membawa kedua tangan Clare ke bibir dan mengecupnya. "Katakan apa syarat itu?