Cia tiduran malas di kamarnya. Gadis itu sama sekali tidak menyadari sejak kapan mama masuk ke kamarnya dan posisi sekarang sudah duduk manis di ranjang tidurnya.
Dia sedikit terkejut ketika merasakan belaian lembut di rambutnya, senyum berusaha dia sungging untuk membalas senyum menyejukkan yang mama berikan untuknya.
“Weekend kok malas–malasan sendirian gini?” tanya mama masih sambil membelai rambut putrinya itu dengan lembut dan dengan senyum manis terhias di bibir yang menyejukkan hati.
“Iya, Ma, pengin di rumah aja, mumpung Mama nggak lagi pergi,” alasan Cia yang hanya membuat mama menggeleng pelan.
“Jangan bohong, Sayang. Kamu lagi ada masalah dengan Aka?” tanya mama langsung pada inti pembicaraan, sesuatu hal yang beberapa waktu terakhir ini mama pendam penuh penasaran.
Aka tak nampak main ke rumah mengunjungi Cia setelah di sore hari itu ketika dia mengantarkan Cia pulang. Saat itupun Aka mampir han
Sudah sebulan lebih Aka dan Cia melewati hari–hari mereka sebagai pangeran dan tuan putri yang terpenjara dalam sangkar emas. Hiiyaa…kayak lagu aja. Selama itu banyak cerita penuh kerinduan dan air mata yang tertumpah mereka lewati bersama.Seperti pagi itu, air mata serta merta mengalir tanpa kendali ketika Cia menemukan sudut bibir dan pipi Aka yang memar lebam kebiruan. Ketika dia bertanya penuh kekhawatiran cowok itu hanya tersenyum seolah itu hanyalah sebuah hiasan yang bisa di hapus kapanpun juga.Dengan air mata berlinang Cia menyentuh sudut bibir dan meraba pipi yang membiru itu dengan lembut, “ Gara gara aku, ya?” tanyanya tanpa bisa menahan tangis. Akhirnya gadis itu hanya bisa tergugu mendengar penuturan cowok yang begitu di kasihinya yang mengatakan bahwa ini bukanlah hal yang serius.Ceritanya, hari itu sepulang sekolah Cia berkata pada Aka bahwa dia merindukan saat–saat bersamanya dengan Aka seperti ketika du
“Kalian berdua segera menunduk dulu,“ instruksi Vandra pada Aka dan Cia yang duduk di bangku paling belakang begitu mobil bersiap keluar gerbang sekolah. Saat ini dia memposisikan mobilnya berada di urutan tengah–tengah di antara mobil teman–temannya yang lain. Secara berkonvoi layaknya anak-anak muda labil mobil-mobil mereka keluar melewati gerbang sekolah, sehingga mengacaukan konsentrasi para pengawal daddy yang yakin majikannya tidak akan kabur.Benar saja, tak jauh dari gerbang sekolah dua mobil bercat hitam masih terparkir dengan tenang dan dua orang berpakaian hitam–hitam tampak siaga di dekat mobil menunggu majikan mereka masing–masing, padahal yang di tunggu sudah berhasil lolos tanpa sepengetahuan mereka.Cia menyandarkan kepalanya di bahu Aka. Dadanya masih berdegub kencang dengan kepanikan yang teramat sangat. Di bangku tengah Merlin asyik bermain dengan ponselnya, sesungguhnya tadi dia tak kalah tegang dengan yang lain.
Kedua orang tua Aka sudah kembali ke negaranya, dan kini kehidupan Aka dan Cia sudah kembali normal seperti sebelumnya. Mereka bisa pergi kemana–mana lagi tanpa di larang dan di jaga pengawal dari dekat. Bisa naik bus kota dengan leluasa seperti dulu, dan yang terpenting mereka kembali memiliki kebebasan waktu untuk menikmati hari–hari indah mereka tanpa merasa tertekan. Walaupun sesungguhnya masih ada yang sama seperti sebelumnya, mereka tetap di awasi oleh secret bodyguard dari jarak aman yang tak mudah terlihat oleh sembarang mata. Tapi sekali lagi, itu semua lebih baik daripada kemana–mana harus di kuntit pengawal dan bahkan tidak di perbolehkan ngapa-ngapain karena kekhawatiran berlebihan dari daddy. Seantero sekolah pun 99,99% juga sudah tahu jika duo idola itu saat ini masing–masing sudah tidak jomblo lagi seperti kemarin. Mereka menjadi pasangan serasi yang membuat iri orang lain sekaligus menjadi pasangan yang di idolakan juga di sekolah mereka. Keduanya se
Zona tertunduk kelu di depan ruang IGD rumah sakit tempat pertolongan pertama Aka saat ini. Di dekatnya, ketiga teman Aka yang lain melakukan hal yang sama.Zona sudah menghubungi kedua orang tuanya. Kali ini nampaknya dad terlalu shock mendengar berita kecelakaan Aka sehingga tak banyak kata yang terucap. dad hanya mampu menyebut nama Tuhan, selebihnya terdiam tanpa kata dan akhirnya mengatakan bahwa kira-kira lima jam lagi sudah akan sampai di Indonesia. Dalam kondisi darurat seperti ini daddy pasti mengandalkan pesawat jet pribadinya yang bisa menempuh jarak Inggris–Indonesia hanya dalam waktu empat jam. Padahal secara normal jika di tempuh dengan pesawat terbang biasa membutuhkan waktu kurang lebih dua belas jam. Yang terngiang di telinga Zona saat ini adalah tangis mommy yang menyayat hati karena pada saat dia menelepon dad tadi terdengar suara kepanikan mommy yang pasti ikut mendengarkan di samping daddy.“Save flight, Dad. I'm
Enam hari dalam perawatan rumah sakit kondisi Aka menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hingga dengan bujuk rayu kedua orang tua Aka dan isyarat yang di sampaikan oleh Aka, Cia rela untuk sejenak meninggalkannya.Sudah lima hari dia bolos sekolah dan hari ini adalah hari pertamanya dia kembali belajar. Setelah berpamitan pada kedua orang tuanya, dengan santai dia berjalan keluar pintu rumah. Tawaran papa untuk memakai Pak Husen sebagai sopir antar jemputnya Cia tolak dengan manis. Meskipun hatinya tak seringan dan tak sama lagi rasanya seperti kemarin, dia berusaha kembali pada kehidupan biasanya. Setidaknya menghibur dan menghilangkan rasa banyak khawatirnya pada Aka.Sebelum benar-benar meninggalkan halaman rumahnya, Cia berhenti sejenak di depan gerbang pagar rumah sambil berucap salam kepada Pak Har, security yang berjaga pada hari itu. Pak Har membantu Cia membuka pintu otomatis pagar rumah itu dari tombol di posnya dan begitu pintu terbuka, tak menun
Minggu ke-3 Aka di rumah sakit.Keadaannya sudah jauh lebih baik, meskipun belum bisa turun dari bed paling tidak dia sudah mulai bisa merubah posisi tidurnya menjadi duduk meskipun ketika bangun dari posisi baringnya harus tetap mengandalkan bantuan.Kedua kakinya dalam masa pemulihan setelah operasi pemasangan pen tepat di bawah lutut, begitupun dengan tangan kirinya di bagian antara lengan dan bahu. Tak ketinggalan sedikit luka di dekat kepalanya yang juga bekas operasi karena pada saat pemeriksaan CT Scan terdapat sedikit darah beku yang jika di biarkan bisa berakibat fatal.Dalam hatinya Aka tak berhenti bersyukur karena masih di beri kesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Dia sangat beruntung karena pada saat kecelakaan helm masih menempel rapat pada kepalanya, itulah salah satu yang melindungi tulang tengkorak dan otaknya sehingga tidak sampai terjadi sesuatu yang lebih fatal.Cia memasuki kamar Aka dengan ceria seperti biasanya. Dia sudah membayan
Cia masih rapat menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tubuhnya merasa lemas tak bertenaga, tapi dia masih bertekad untuk mampu mendengarkan penjelasan dari keluarga Aka. Meskipun dengan tangis yang sekuat tenaga dia tahan dan air mata yang tak berhenti mengalir tapi Cia tetap bertahan di posisinya, sama sekali bergeming dengan semakin meyakinkan diri bahwa dia harus sanggup menghadapi apapun yang sedang di depan matanya kini. "Kami menyerahkan semua keputusan kepada kamu Cia, kami tahu Aka sangat menyayangi kamu dan begitupun kwmi juga tahu seberapa besar sayang kamu kepada Aka. Tapi masing–masing dari kalian masih mempunyai masa depan yang harus di perjuangkan. Terutama kamu Cia, masa depan kamu masih cukup indah untuk di kejar, sedangkan Aka ... seperti yang kamu tahu sekarang, dia tak sesempurna sebelumnya," Zona melanjutkan kata–katanya tetap tanpa mampu melihat ke arah Cia. Tangis pilu gadis itu masih sangat jelas dia dengar, tapi di kondiai seperti sekarang dialah yang
Cia, Merlin dan Hendry berjalan di koridor gedung Polda siang itu. Papa Hendry terlihat berjalan di depan mereka dengan seseorang berseragam polisi di sampingnya."Silahkan masuk, Pak, tahanan sudah menunggu di ruang bezuk," persilah polisi itu pada Papa Hendry."Apakah boleh kami masuk berempat bersamaan, anak saya dan teman–temannya ingin ketemu juga sama Jordi," ijin Papa Hendry pada rekan polisinya tersebut. Nampak polisi itu terdiam sejenak, meskipun kemudian akhirnya mengangguk mempersilahkan mereka semua untuk masuk.Di sebuah bangku duduk seorang lelaki muda berwajah tampan yang masih seusia dengan ketiga remaja yang berseragam putih abu–abu itu.Cia berjalan paling belakang di antara ketiga orang yang lain, pemuda yang awalnya menunduk itu kini sudah mendongak dan melihat ke arah tamu yang ingin menemuinya siang ini. Di awal wajahnya nampak datar biasa–biasa saja, tapi begitu melihat wajah seorang gadis di antara tamunya siang i