...
Suara pedang yang saling beradu, berdenting keras memenuhi halaman istana. Hari ini, Julian tengah melatih dirinya bersama para prajurit. Dengan kelihaain dan ketangkasannya, Julian berhasil menghalau setiap serangan dari prajurit yang saat ini tengah berlatih bersama dengannya.Sudut bibirnya tertarik sedikit, saat Julian berhasil mengalahkan prajurit itu. Kali ini dia menang. Julian berbangga diri karena dengan kemampuan berlatihnya dia berhasil mengalahkan prajurit itu. Ekor matanya melirik tajam kesetikar, lalu dengan sekali lemparan Julian melempar pedang yang menganggur hingga melayang dan mendarat tepat pada seseorang, dengan sigap seseorang itu menangkap sempurna pedang yang Julian lemparkan barusan."Kemarilah Duck, aku membutuhkan lawan." Seru Julian dengan satu alisnya yang terangkat.Duck menatap heran pada Julian. "Kau menantang ku, Pangeran?" Tanya Duck, melangkah mendekat."Iya!"Duck mendengus pelan, lalu menuruti apa yang Pangeran Thedas ucapkan. Kini mereka berhadapan dengan tenang, Julian dan Duck memulai pertarungan mereka. Ini bukan pertarungan yang serius, ini hanya sebuah pertarungan yang biasa mereka lakukan."Kalah, eh?" Ejek Julian saat melihat Duck tersungkur ketanah dengan pedangnya yang sudah terlempar jauh.Duck bangkit setelah mendapat uluran tangan dari Julian. Lantas menatap pada Julian dengan sedikit berdecak pelan."Pangeran, kurasa kau serius untuk menyerang ku." Sahut Duck setelah berdiri dari terjatuh nya.Julian sontak tertawa, dia menepuk keras bahu kanan milik pengawal nya itu. "Tidak juga," ujarnya mengendik bahu.Duck mendengus pelan. Dia berdecak melihat Julian yang mentertawakan dirinya, seolah pria itu setelah apa yang terjadi pada Duck barusan.Seketika, Julian mengehentikan tawanya saat mendengar kegaduhan di gerbang istana Thedas. Julian melirik pada Duck dengan penuh tanya, namun Duck hanya menggeleng tertanda jika ia pun tidak tau.Julian melempar pedangnya ke tanah, dan melangkah menuju gerbang istana yang semakin terdengar gaduh. Keningnya berkerut, saat melihat sebuah kereta kuda yang masuk kedalam halaman istana. Duck ikut menyusul dan berdiri di samping Julian. Dengan bersidekap dada, Julian memperhatikan kearah pandang didepannya. Kedua matanya menatap dengan serius, disertai kerutan tajam yang tercetak jelas di keningnya.Salah satu prajurit membuka pintu kereta kuda, dan terlihat seseorang turun dari sana dengan anggunnya. Dibalut gaun mewah berwarna biru mencolok, dan kedua pipi putihnya yang merah merona. Bibirnya tersenyum lebar saat kedua kakinya sudah menapaki tanah istana.Julian yang melihat siapa seseorang itu lantas berdecak. Dia mendelik malas pada seseorang yang berdiri tidak jauh dari jaraknya itu."Ck, dia lagi." Ketusnya dengan nada tidak suka."Bukankah dia Putri Eden? Apa yang dia lakukan disini?" Tanya Duck dengan heran.Julian mendengus kasar. "Kenapa kau bertanya padaku?!" Dengan kasar Julian menyahut.Dengan cepat Duck mengatupkan bibirnya. Dia memilih diam daripada harus mendengar Omelan dari Pangeran Julian.Raja Charles yang mendengar kedatangannya dengan segera menghampiri Eudora yang sudah berdiri di depan pintu masuk istana. Dengan lembut dan hangat, Raja Charles dan Ratu Maria menyambut kedatangan dari Eudora."Selamat datang, Tuan Putri. Semoga kau nyaman berada disini." Seru Raja Charles dengan senyum yang hangat.Eudora tersenyum kecil. "Terimakasih, Yang Mulia.""Masuklah, pelayan akan mengantarkan mu ke kamar." Seru Ratu Maria.Eudora mengangguk pelan. Dia diiring masuk menuju kedalam istana Thedas, dengan celotehan dari Raja Charles yang membuat Eudora sesekali tertawa karena gurauan dari pria paruh baya itu.Julian yang melihat pemandangan itu kembali berdecak keras. Dia menatap tidak suka pada apa yang ia lihat barusan. Dengan perasaan yang kesal, Julian berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Duck yang masih berdiri di tempatnya."Pangeran?!" Panggil Duck setelah tersadar.***Makan malam kali ini membuat Julian tidak berselera. Pasalnya, kehadiran seseorang lah yang membuat suasana hati Julian berubah seketika. Terlebih seseorang itu kini berhadapan dengannya."Bagaimana? Apa kau menyukai Thedas?" Tanya Raja' Charles memecah keheningan.Eudora menoleh lalu mengangguk dengan antusias. "Sangat. Aku sangat suka. Disini membuatku nyaman." Ujar Eudora dengan senyum lebarnya.Raja Charles dan Ratu Maria tersenyum hangat. Berbeda dengan Julian yang justru mendelik malas disana."Baguslah jika kau nyaman. Kau bisa tinggal lebih lama disini jika kau mau." Seru Raja Charles."Benarkah?!" Tanya Eudora dengan antusia. Dia semakin tersenyum lebar kala mendapati anggukan dari Raja Charles."Tentu saja. Besok kau bisa berjalan-jalan ke luar istana, Julian yang akan menemani mu."Mendengar namanya disebut, membuat Julian menoleh cepat pada sang ayah. Mengerut tajam dengan raut ketidaksukaan. Sebelum dirinya memprotes, Raja Charles sudah lebih dulu memberikan kode lewat lirikan matanya hingga membuat Julian hanya bisa mendesah pasrah."Baiklah," ucap Julian dengan malas. Sangat malas.Eudora melirik Julian, dia tersenyum malu-malu. Saat Julian menoleh padanya, dengan cepat Eudora menunduk untuk menyembunyikan wajah merona nya. Julian berdecih dalam hati, lagi-lagi dia harus berurusan dengan wanita itu lagi."Sial," Julian merutuk kesal.Saat makan malam usai, dengan segera Julian meninggalkan meja makan. Dia bahkan tidak peduli dengan panggilan ayahnya yang memanggilnya.SretJulian mengambil busur panah miliknya, lalu mulai mengarahkan dengan asal anak panah yang ia lesatkan. Kedua matanya menatap tajam, dan tangannya terus bergerak untuk melesatkan anak panah miliknya."Pangeran?"Julian berbalik arah dengan anak panah yang ia arahkan kedepan."O-oh, Pangeran." Duck berseru kaget. Dia melangkah mundur dengan kedua tangan yang terangkat keatas. "Kau serius ingin memanah ku?" Tanya Duck dengan ragu.Menyadari itu, Julian segera menurunkan busur panah nya. Decakan keras terdengar dari bibir tipisnya, lalu melempar kasar busur panah beserta anak panahnya ke sembarang arah."Ada apa?!" Seru Julian dengan ketus.Duck melangkah pelan mendekati Julian. "Tidak." Ringis Duck. "Ada yang mengganggu pikiran mu? Kau terlihat sangat kesal." Tambah Duck dengan sikap pengertiannya.Duck memang orang yang sangat peka, dan Julian mengakui itu. Apapun yang Julian rasakan pasti Duck akan selalu tau dan mengerti akan hal itu."Tidak ada. Aku hanya sedang kesal," ungkap Julian mendengus dingin."Kesal? Apa ini berhubungan dengan Tuan Putri Eden?" Tanya Duck sedikit memancing.Julian melirik sinis. "Diam!""Apa wanita itu membuat ulah lagi?" Tanya Duck lagi, mengabaikan ucapan Julian barusan.Julian berdeham singkat. "Aku tidak tau apa yang wanita itu lakukan disini. CK, sial sekali. Raja bahkan menyuruhku untuk menemaninya berjalan-jalan." Gerutu Julian dengan kesal."Kenapa kau harus marah? Bukankah itu bagus? Dengan ini, mungkin kau dan Tuan Putri Eden akan semakin dekat." Sahut Duck.Julian tertawa mengejek, dia memberikan lirikan sinis pada Duck. "Dekat? Aku bahkan merasa tidak nyaman saat berada di dekatnya." Timpal Julian mendengus kasar."Dia wanita cerewet, dia terlalu banyak bicara hingga membuat telinga ku panas." Imbuh Julian semakin menggerutu."Mungkin, kau belum terbiasa." Timpal Duck lagi.Julian semakin melirik sinis. "Cih!" Decihnya, sebelum kemudian melenggang pergi meninggalkan Duck disana.Duck yang melihat kepergian Julian hanya bisa menggeleng pelan. Tidak habis pikir, apa Pangeran Thedas itu tidak tertarik sekali dengan wanita? Berapa kali Duck berusaha untuk mengenalkan Julian pada wanita bangsawan tapi Pangeran terus saja menolak, ujungnya malah membuat Duck terkena Omelan nya........Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Anne menatap lurus gerbang istana Thedas. Setelah sekian lama berlalu Anne kembali lagi ke sini. Anne menolehkan kepalanya ketika merasakan genggaman tangan Julian yang erat dan hangat. Julian melirik Anne sembari tersenyum kecil yang langsung dibalas oleh Anne dengan senyuman lagi. Rasa gugupnya sedikit berkurang berkat Julian. Nyatanya usapan lembut di tangannya berhasil menetralkan degup jantungnya. Mengikuti langkah Duck yang berada di depan, Julian dan Anne berjalan memasuki istana Thedas. Netra tajam Julian memperhatikan seisi istana. Duck benar, kini keadaan Thedas terlihat berbeda dari terakhir kali Julian pergi. Istana Thedas sedikit redup dengan prajurit yang tidak sebanyak dulu. Mungkin sebagian prajurit memilih pergi meninggalkan Thedas karena tidak adanya yang memimpin Thedas sehingga membuat istana Thedas kacau. "Semenjak raja sakit, banyak di antara warga istana yang meninggalkan Thedas. Terlebih perekenomian kerajaan yang berantakan menyebabkan sebagian rakyat T