Share

Chapter 9

"Dua kali Anda bertemu dengan anak saya. Dua kali itu juga Anda memeluk-meluknya. Saya sudah pernah memperingatkan Anda untuk menjauhkan tangan Anda dari putri saya. Dan ini yang ketiga kalinya, Anda  malah mau berbuat cabul dengannya. Anda ini polisi atau bukan hah? Mengapa Anda terus saja memanfaatkan kepolosan putri saya untuk kesenangan Anda sendiri!" Saat tinju Chris akan kembali melayang ke wajah Galih, Mer langsung saja menahan tangan ayahnya.

"Yah, berantemnya setop dulu. Mer udah mau pipis banget ini! Lagian abang polisi bukannya mau berbuat cabul sama Mer. Abang polisi cuma bukain resleting celana Mer yang tadi macet. Ayah minggir dulu, Mer mau pipis. Abang polisi, tissuenya mana? Cepetan, udah mau keluar ini pipisnya!"

Mer sampai melompat-lompat menahan sesak pada kandung kemihnya. Dengan wajah lebam-lebam, Galih merogoh saku celananya. Mengeluarkan sebungkus tissue pada Merlyn. Merlyn buru-buru masuk ke dalam toilet.

"Nanti saat menarik resletingnya, luruskan dulu arahnya. Jauhkan kain yang di samping resleting. Jadi nggak akan kejepit lagi kainnya sewaktu resletingnya kamu tarik. Mengerti, Mer?" Galih mengusap hidupnya yang terasa hangat dan basah. Darah sudah mengalir di sana. Galih mencabut beberapa tissue dari tangan Merlyn untuk menahan darah yang menetes, sebelum membantu menutup pintu toilet dan berdiri tegak di sana.

"Iya... iya... Abang polisi. Saya tahu. Memangnya saya anak kecil apa, nggak bisa naikin resleting sendiri?" Merlyn menjawab kencang dari balik pintu toilet.

"Kalau kamu memang bukan anak kecil dan bisa sendiri, ngapain tadi kamu meminta tolong saya untuk membetulkan resleting celana kamu yang macet, heh? Sampai ayah kamu malah jadi salah paham seperti ini, Mer?" Galih menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Pusing dengan segala keabsurdan dan tingkah aneh Merlyn.

"Ooohhhh... Saya khilaf, Bang. Namanya juga manusia. Sesekali kan bisa khilaf juga. Termasuk saya. Saya kan juga manusia, Bang?" Merlyn menjawab santai, sementara Galih hanya bisa mengelus dada saja. Dia pasrah. Ampunnnn, Gusti!

"Mungkin benar Anda memang bermaksud untuk menolong putri saya. Tapi Anda tetap salah karena tidak memanggil polwan saja untuk membantu permasalahannya. Anda ini kan laki-laki. Seharusnya anda tahu apa yang di sebut dengan etika. Mer itu memang tidak paham prosedur, tapi Anda kan paham." Chris masih saja bertahan dengan pendapatnya sendiri yang ia rasa benar. Galih ini pasti modus saja karena ingin dekat-dekat dengan putrinya.

"Saya minta maaf kalau Bapak merasa perbuatan saya itu salah. Tetapi saya yakin dan percaya kalau Bapak pasti lebih tahu tentang keadaan putri Bapak sendiri. Mer ini kalau sudah punya mau, tidak bisa di bantah. Lagi pula ia sudah sangat kebelet buang air kecil, Pak Chris. Saya hanya sekedar membantunya dan saya tidak melakukan apapun padanya. Anda bisa menanyakan kebenaran kata-kata saya pada putri Anda sendiri." Galih tahu ia memang salah walau tidak sepenuhnya. Oleh karena dengan kesatria dan lapang dada ia minta maaf dan mengakui kesalahannya.

Merlyn keluar beberapa menit kemudian dengan celana yang sudah terkancing rapi. Matanya seketika tampak sedih saat melihat wajah babak belur Galih. Dia heran, kenapa ayahnya hobby sekali memukuli abang polisinya padahal si abang sama sekali tidak bersalah.

"Ayah, abang polisi nggak salah. Tadi Mer yang tadi minta tolong sama abang polisi untuk bukain resleting yang macet. Ayah minta maaf dong sama abang polisi karena udah nuduh dan mukul abang polisi sembarangan. Setelah ayah minta maaf ke abang polisi, baru Mer mau minta maaf sama ayah. Karena mau mancing tapi nggak ngajak-ngajak ayah. Padahal biasa ayah kalau mau mancing selalu ngajak Mer. Makanya Mer kena karma, Yah. Mer jadi ditangkap polisi sekarang."

Adu Mer sedih. Dia kembali menangis karena teringat kembali kata-kata yang diucapkan oleh mbak polwan tadi. Mbak polwan mengatakan kalau ia tidak akan bisa pulang lagi ke rumah dan akan tidur di dalam sel yang pengap dan banyak nyamuk bersama-sama dengan para tersangka  lainnya.

Chris yang sudah mendengar soal asal muasal kata memancing versi Mer dari Liz, hanya bisa memandang kasihan sekaligus kesal pada putri naifnya ini. Sementara Merlyn yang dipandangi oleh ayahnya malah mengartikan lain. Ia merasa ayahnya pasti marah sekali dan akan kembali menghukumnya di ruang isolasi. Penjara dan ruang isolasi itu sama menyeramkannya menurutnya. Ia tidak bisa memilih salah satunya. Dan sialnya ia malah akan menjalani kedua-duanya bukan?

"Ayah kalau mau marah nanti aja ya? Satu satu dulu Mer terima hukumannya. Sekarang Mer di penjara aja dulu. Nanti kalau udah keluar dari penjara, baru Mer akan masuk ruang isolasi yang di rumah. Tapi ayah sabar ya? Kata mbak polwan Mer akan di kurung di sini lama. Jangan-jangan nanti saat Mer pulang, ayah udah nggak kenal lagi sama Mer karena rambut Mer udah putih semua." Mer merasa dadanya sesak oleh bayangannya sendiri. Bagaimana ia harus hidup saat jauh dari ayahnya, bundanya, abangnya dan juga anak-anak down syndrome di Rumah Ceria. Bagaimana pula nasib boneka-boneka kain flanel yang baru separuh jalan dibuatnya. Air mata Mer kembali mengalir dengan derasnya. Apalagi saat mbak polwan kembali memborgol tangannya. Sedihnya makin menjadi-jadi saja rasanya.

"Apa tidak bisa anak saya tidak usah di borgol, Bu polwan? Kasihan itu tangannya luka-luka semua. Lagi pula ia juga tidak akan menghilangkan barang bukti atau lari ke mana-mana." Chris mencoba bernegosiasi dengan Bripda Astuti. Tetapi sang polwan tetap keukeh mengatakan bahwa itu adalah prosedur dan kebijakan dari atasannya.

"Buka kembali borgol Ibu Merlyn, Bripda Astuti. Juper akan memeriksanya sekarang. Borgol itu tidak diperlukan lagi saat ini. Pemborgolan hanya dilakukan jika memang dipandang perlu agar tahanan tidak melarikan diri. Semua tergantung pada diskresi di lapangan. Sementara saat ini, hal itu sudah tidak lagi diperlukan." Dengan sedikit ogah-ogahan, akhirnya Bripda Astuti melepaskan kembali borgol Merlyn.

"Merlyn akan segera dibawa ke ruangan Juper, Pak Chris. Apakah Bapak sudah menunjuk pengacara resmi untuk Mer?" Galih menghela lembut bahu Merlyn ke arah ruangan Juper. Galih sebenarnya agak was-was karena Bripda Gede belum juga kembali. Padahal Mer akan segera diperiksa. Mer sangat memerlukan rekaman CCTV itu untuk membuktikan kalau ia memang tidak bersalah. Ia hanya ketiban sial karena dijebak. Saat anak buahnya itu mengabari bahwa ia akan segera sampai, barulah Galih merasa sedikit lega.

"Saya sudah memberikan kuasa penuh kepada Ethan Hartomo Putranto sebagai pengacara anak saya. Nah, itu dia, Ethan sudah tiba." Chris luar biasa lega saat Ethan membawa surat kuasa penuh menjadi pengacara Merlyn. Setelah Merlyn menandatanganinya, Ethan ikut masuk ke ruangan Juper dan duduk di samping Merlyn. Chris terpaksa memakai jasa anak si Tomo ini, karena Maureen sedang mengikuti seminar di Den Haag sana.

"Selamat malam Ibu Merlyn. Tolong sebutkan nama lengkap !nda?" Sang Juper mulai bersiap-siap menginterogasinya dan mengetik semua curhatannya.

"Merlyn Diwangkara, Pak Polisi."

"Umur?"

"25 tahun."

"Alamat?"

"Pondok Indah 12, Kebayoran Lama, Jak Sel."

"Apakah tas ini milik Anda, Bu Merlyn?" Sang Juper memperlihatkan tas oversize Merlyn."

"Iya benar, Pak Polisi." Mer menganggukkan kepalanya. Tas besar itu memang kepunyaannya.

"Apakah obat-obatan ini milik Anda, Bu Merlyn?" Tanya Juper lagi dengan suara lantang. Ia seperti mengeja kata perkata agar bisa dimengerti Merlyn.

"Bukan, Pak Polisi. Saya tidak punya obat-obatan seperti Incida*nya Bik Sari begitu. Itu bukan punya saya." Jawab Merlyn tegas.

"Jadi kalau begitu mengapa obat-obatan ini ada di tas Anda? Anda mendapatkan obat-obatan itu dari mana Bu Merlyn? Bisa Anda sebutkan siapa orang yang sudah memasok narkoba ini kepada Anda?" Sang juper mulai berusaha menjebak Merlyn dengan pertanyaan- pertanyaan yang bersayap. Ethan langsung bereaksi keras. Ia seketika berniat protes dengan pertanyaan yang menjebak seperti itu.

"Anda ini bagaimana sih Pak Polisi? Bapak yang nanya eh Bapak juga yang menjawab sendiri. Kalau begitu ngapain juga Bapak nanya-nanya saya lagi? Bapak capek ya sudah memeriksa begitu banyak tersangka, makanya jadi tidak fokus? Kasihan. Emmmm, Bapak butuh aqu* barangkali. Biar kembali fokus?"

Merlyn terlihat bersimpati dan kasihan terhadap sang Juper yang disangkanya sampai tidak fokus memberikan pertanyaan akibat kelelahan. Ethan tidak dapat menyembunyikan cengiran lebarnya, karena geli bin takjub atas jawaban Merlyn. Sepertinya clientnya kali ini malah yang membuat pusing Jupernya. Bukan sebaliknya. Dagelan lawak-lawak banget ini mah. Ethan memutuskan untuk sementara ia akan mengikuti maunya Merlyn saja.

"Begini saja. Akan saya rubah pertanyaannya. Apakah obat-obatan itu milik Anda, Bu Merlyn?" Tanya Juper lagi sambil memijit-mijit keningnya sendiri. Dia pusing menghadapi  tersangka yang antik seperti Merlyn ini.

"Bukan, Pak Polisi." Merlyn menjawab tegas.

"Kalau begitu obat-obatan itu milik siapa?"

"Ya mana saja tahu Pak Polisi. Yang jadi polisi di sini siapa? Kan Bapak? Ya sudah menjadi tanggung jawab Bapak lah untuk mencari penjahatnya. Ini kok Bapak nanyanya sama saya? Saya jadi bingung."

Merlyn memandang sang Juper dengan tatapan heran. Sudah menjadi tugas polisi lah untuk menangkap penjahat. Ye kan? Lah masak dia yang kagak tahu apa-apa ditanyain? Dia mau nanya sama siapa coba? Masa nanya sama tas? Bapak ini pasti kerjanya makan gaji buta saja. Males menangkap penjahat. Maunya nanya-nanya orang terus. Harusnya bapak polisi ini dilaporkan ke KPK. Menghabiskan uang negara saja menggaji polisi yang tidak memiliki inisiatif dan malas bekerja.

Sang Juper sendiri pun saat ini sudah mulai kembali memijit-mijit keningnya. Selama sepuluh tahun berkarir sebagai seorang juru periksa, baru kali ini lah ia mati kutu menghadapi orang yang akan diperiksanya.

"Bapak polisi kenapa? Sakit kepala? Sama saya juga. Udahan yuk main tanya-tanyaannya. Kita pulang aja. Udah malem. Bapak nggak capek apa? Kalau saya mah capek pake banget, Pak. Pengen pulang. Hiks... hiks... hiks..." Merlyn yang kelelahan akhirnya menangis lagi. Sekarang ia sudah merindukan kasurnya yang pasti sudah menunggu-nunggunya pulang.

"Apakah Ibu pernah menitipkan tas pada seseorang pada saat penggerebekan tadi terjadi?" Sang Juper berusaha mencari jalan tengah. Sekarang ia tidak yakin ada seorang agen narkoba yang otaknya sekilo kurang dua ons seperti Merlyn ini. Bisa hancur lebur kartel Narkoba kalau agennya bahkan tidak tahu bagaimana cara berbohong dan berdiplomasi. Ternyata manusia naif dan jujur masih ada di muka bumi ini. Mana cantik kinyis-kinyis begini lagi manusianya. Ealahhh... mbathin apa dirinya ini. Kerja... kerja....

"Tidak Pak polisi. Cuma sewaktu akan tes urine tadi, mbak polwannya bilang nggak boleh bawa tas ke toilet. Jadi tasnya saya letakkan begitu saja di kursi. Nah selepas saya dari toilet  mbak polwan tiba-tiba saja memborgol saya. Si Mbak juga bilang kalau obat-obatan itu punya saya. Bohong banget kan, Pak Polisi? Lah saya aja kalau sakit minumnya obat sirup atau puyer, karena saya kan nggak bisa minum obat bulet-bulet begitu. Soalnya obatnya suka ketinggalan di lidah tapi minumnya udah abis. Jadi mana mungkin coba itu obatnya punya saya? Mana banyak banget lagi. Itu adalah hil yang mustahal kan Pak polisi? Eh hal yang mustahil maksudnya."

Mer membela diri dengan berapi-api. Lah kalau misal dia terpaksa harus minum obat bulet begitu aja harus digerus dulu, masa itu obat satu plastik besar kepunyaannya. Hah yang benar saja! Belum sempat sang Juper kembali mengajukan pertanyaan, Merlyn melihat Galih masuk ke dalam ruangan. Hatinya seketika tenang. Kalau ada abang polisi, semua pasti beres!

"Ini bukti rekaman CCTV yang kami sita dari club. Mungkin ini bisa dipakai sebagai petunjuk dan alat bukti yang baru, Pak Sonny." Galih berjalan masuk ke dalam ruangan Juper dengan alat bukti baru. Ia sangat berharap, ada petunjuk yang meringankan Merlyn dari CCTV ini.

"Abang Polisi, saya kedinginan. Ruangan di sini suhunya dingin sekali. Pasti acnya dipasang sampai nomor 16. Kalau kedinginan saya jadi bolak balik pengen pipis." Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Galih membuka jaketnya begitu saja dan memakaikannya pada Merlyn. Merlyn hanya tinggal memasukkan kedua lengannya pada jaket karena Galih dengan sabar memastikan kalau jaketnya telah terpasang dengan benar pada tubuh Merlyn.

"Abang polisi, saya haus. Minta minum." Merlyn kembali meneriakkan perintah. Seperti tadi Galih memang diam saja. Tetapi ia segera beranjak dan datang-datang telah membawa sebotol air mineral. Saat Merlyn kesusahan membuka tutup botolnya, tanpa banyak tanya dia membukakannya dan meletakkan tissue dengan tujuan untuk Merlyn menyeka mulutnya yang basah. Dan semua itu tidak lepas dari pengamatan Chris dan Orlando dari depan pintu ruangan Juper. Mereka berdua saling berpandangan. Orlando terlihat nyaris tidak percaya kalau anak buahnya yang terkenal tegas dan ganas itu, mau-maunya diperintah-perintah seperti seorang kacung oleh seorang tersangka. Luar biasa!

"Kalau kamu kedinginan atau haus, kan kamu bisa mengatakannya pada saya, Mer. Ngapain kamu harus menunggu pak polisi itu?" Ethan bersuara juga akhirnya karena penasaran. Jika kebanyakan orang akan takut jika berbicara atau minimal bertemu dengan para polisi, maka Merlyn adalah kebalikannya. Ia malah bersikap seperti bossnya para polisi. Menakjubkan!

"Karena kamu kan bukan polisi, Than." Jawab Mer singkat.

"Hah? Maksudnya?" Ethan malah semakin bingung dengan kalimat pendek ambigu yang dilontarkan oleh Merlyn.

"Polisi itu kan pelayan masyarakat kata Abang polisi Galih. Sementara saya ini kan masyarakat. Jadi itu artinya, Abang polisi Galih itu adalah pelayan saya. Makanya kalau saya memerlukan apa-apa, ya sudah seharusnya saya mintanya ke abang polisi. Bukan sama kamu, Ethan. Kamu itu kan orang yang akan belain saya, bukan pelayan saya." Ethan terdiam. Dia tidak tahu lagi harus menanggapi kata-kata Merlyn seperti apa.

Saat rekaman CCTV dibuka, Ethan dan Juper pun akhirnya mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Merlyn itu benar adanya. Pada saat Merlyn masuk ke dalam toilet dan tasnya ia letakkan begitu saja, seorang staff wanita club yang sedang menunggu giliran untuk test urine, memasukkan obat-obatan itu dengan cepat ke dalam tas Merlyn. Satu hal yang membuat sang Juper dan Ethan geleng-geleng kepala adalah ternyata Bripda Astuti pun mengetahui hal tersebut. Di CCTV terlihat Bripda Astuti tepat ada di belakang sang pelaku. Namun ia diam saja alih-alih menangkapnya. Saat Merlyn keluar dari toilet, Bripda Astuti malah langsung memborgolnya dan menuduh Merlyn kalau ia adalah seorang pengedar Narkoba. Hal-hal seperti inilah yang paling membahayakan institusi. Yaitu saat seorang penegak hukum menjadi seorang penjebak hukum.

"KURANG AJAR!" Desisan penuh kemarahan terdengar dari mulut Galih saat melihat salah seorang anak buahnya melakukan kecurangan terselubung seperti ini. Kalau saja Galih tidak melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, dia pasti tidak akan percaya kalau salah satu teamnya bisa bertindak sekeji ini! Ia akan segera memberi sanksi kepada Bripda Astuti atas kesalahan yang sengaja di lakukannya ini!

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Widiyastuti Yahya
gesrek abis
goodnovel comment avatar
Yusuf Mamay
ceritanya bagus dan seru bgt,,, tp koinnya g kira"
goodnovel comment avatar
tantty tan
ceritanya seru! Authornya kerren...ih...............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status