Share

Chapter 8

Merlyn tiba di kantor polisi bersama dengan belasan orang yang terjaring razia lainnya. Ia yang seumur hidupnya tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya ke kantor polisi, malam ini langsung saja bersilahturahmi ke tempat ini sebagai seorang tersangka pengedar narkoba. Kedengarannya sangat mengerikan bukan? Ethan yang sedari tadi ingin mendampinginya dan bertindak sebagai pengacaranya telah ditolak tegas oleh Galih. Menurut Galih, Ethan harus menunjukkan surat kuasa  sebagai pengacaranya yang resmi terlebih dahulu, barulah ia bisa untuk membelanya. Saat surat kuasa itu sudah berkekuatan hukum baru Ethan berhak untuk mendampinginya.

"Semuanya berbaris rapi dan masuk ke dalam ruangan dengan saling memegang bahu orang yang ada di depannya!" Bripda Astuti meneriakkan perintahnya dengan tegas. Merlyn yang tangannya diborgol tampak agak kesulitan saat harus memegang bahu orang yang ada di depannya. Sementara orang yang di belakangnya langsung saja meremas bahunya dengan gemas.

"Bripda Astuti, pisahkan antara tersangka laki-laki dan perempuan disudut kanan dan kiri ruangan. Beri jarak aman dan buat pembatas jikalau perlu. Dan kamu, KRAKKKK!!! AUCHH!!" Raungan kesakitan seketika terdengar memilukan, saat Galih memutar pergelangan tangan salah seorang tersangka yang tadi meremas-remas bahu Merlyn dengan kurang ajar. Galih sepertinya telah mematahkan pergelangan tangan laki-laki kurang ajar itu dengan hanya satu gerakan. Bripda Gede dan Briptu Hendrawan kembali saling berpandangan. Dalam hati mereka berjanji untuk tidak akan menyentuh sedikitpun wanita incaran atasannya. Mereka tidak mau mengalami nasib yang sama dengan beberapa pria yang sudah dihabisi oleh atasan mereka, hanya karena menyentuh wanita yang sudah ditandai oleh atasannya ini.

"Saat ini Anda sedang bermasalah dengan penyalahgunaan obat-obatan jenis psikotropika dan Narkotika. Berdasarkan UU No.7 tahun 1997 dan diperbaharui dengan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Apa Anda mau ditambahi lagi dengan kasus masalah pelecehan seksual dan perbuatan cabul, hah! Jawab?!"

Semua yang ada di dalam ruangan menjerit ngeri saat Galih kembali memberi beberapa bogem mentah secara membabi buta kepada laki-laki iseng itu. Para anak buahnya tahu kalau sebenarnya atasannya itu sedang stress luar biasa saat melihat wanita incarannya terduduk lesu disudut ruangan, tanpa ia bisa melakukan apa-apa. Suasana hatinya pasti sedang buruk sekali. Saat ini sikap atasan mereka seperti singa yang sedang murka, tapi tidak tahu harus mencabik-cabik siapa. Makanya begitu melihat ada celah pemicu yang menguncang kemarahannya, habislah sudah! Kalau tidak cepat-cepat segera di pisah, bisa mati semua pria-pria yang berniat memodusi apalagi mengisengi wanita incaran atasannya.

Atasannya mungkin tidak menyadari betapa kentaranya cara ia melindungi gadis incarannya ini. Sepertinya atasannya itu malah belum menyadari perasannya sendiri. Tetapi semua orang yang berada dalam ruangan ini, dapat melihat betapa protektifnya atasannya ini dalam menjaga sang gadis incaran.

"Lapor Komandan, di luar ada tiga orang pengacara yang menanyakan soal Surat Perintah Penangkapan terhadap saudara Edward Monoarfa yang terjaring dalam OTT di Exodu* tadi." Bripda Indra memberi hormat dengan hati was was. Atasannya sedang bad mood parah sepertinya ini. Bisa dimakan mentah lah mereka semua apabila salah berbicara.

"Sudah berapa lama tiga orang itu menjadi pengacara? Sejak kapan ada Surat Perintah Penangkapan untuk tersangka Operasi Tangkap Tangan, hah? Suruh mereka semua belajar KUHP yang benar dulu, baru main jadi pengacara-pengacaraan. Bilang saja, baca dulu KUHP Pasal 18 ayat 2 soal OTT. Clientnya tertangkap tangan saat  melakukan tindak pidana malah minta SPP. Itu pengacara lulusnya pada nyogok atau dosennya bapaknya sendiri! Suruh mereka semua pergi dari sini. Membuat semak kantor polisi saja!!!" Galih menggebrak meja sampai gelas minumannya menggelinding tumpah di meja. Tanpa berani bersuara lagi, Briptu Hendrawan segera membersihkannya. Atasannya sedang dalam mode senggol bacok.

"Kamu juga sudah berapa lama menjadi ajudan saya, hah? Apa saya perlu membacakan lagi soal prosedur-prosedur penangkapan OTT dengan penangkapan biasa? Perlu?!!" Galih mengamuk lagi. Entah mengapa hari ini orang-orang mendadak menjadi bodoh sekali. Logika semua orang sepertinya ketinggalan di kulkas semua. Bripda Astuti yang sedari penangkapan di club tadi sebenarnya sudah merasa begitu gerah dengan kelakuan Galih, akhirnya tidak tahan juga. Dia berinisiatif untuk segera menyadarkan Galih dari sikap ketidak professionalannya.

"Maaf Komandan, boleh saya berbicara dengan komandan sebagai sesama teman lama dan bukan sebagai atasan dan bawahan?" Bripda Astuti yang merupakan teman sekolah Galih sejak  TK sampai SMA mengajak Galih ke sudut ruangan. Hanya ada mereka berdua beserta Briptu Hendrawan dan Bripda Indra di sana.

"Lo kalo mau ngomong, ya ngomong aja, Tut." Galih mulai menanggalkan bahasa formalnya karena Bripda Astuti ingin mereka berbicara sebagai sesama teman lama.

"Denger ya, Lih. Hanya karena lo kesel cewek inceran lo terjaring OTT, itu bukan berarti lo bisa ngamuk-ngamuk seenaknya sama semua jajaran lo. Professional dong, Lih!" Bripda Astuti langsung saja menyemburkan kekecewaannya pada Galih, teman lama sekaligus atasannya saat ini. Briptu Hendrawan dan Bripda Indra langsung meringis ngeri mendengar kata-kata Bripda Astuti. Perang ini mah! Peranggggg!!!

"Denger ya, Tut. Hanya gue menolak perasaan cinta lo karena gue nggak bisa nganggep lo pacar karena lo itu udah kayak adek gue sendiri, itu bukan berarti lo boleh mencampuri segala urusan hati gue. Lo pikir gue nggak tahu kalo lo cemburu sama Merlyn, sampe lo kenceng banget ngeborgol dia dan terus saja mendorong-dorong dia dengan kasar tadi. Lo juga nggak professional karena sudah membawa-bawa masalah hati di sini. Lo pikir gue buta! Bantah kata-kata gue kalo lo emang bisa!"

Semburan balasan Galih yang sama sekali tidak disangka-sangka oleh Bripda Astuti, membuat wajahnya merah padam karena malu setengah mati. Briptu Hendrawan langsung berpura-pura memainkan ponsel dan Bripda Indra mendadak rajin menepuk-nepuk udara seolah-olah sedang mencari nyamuk. Mereka menjadi kasihan melihat Bripda Astuti  megap-megap ingin membantah kata-kata Galih namun ia tidak bisa menemukan kata yang tepat, karena semua yang dikatakan oleh Galih itu benar adanya. Bripda Astuti memang sangat cemburu pada Merlyn.

Bripda Astuti malu sekali dan seolah-olah merasa ditelanjangi oleh Galih, di depan mata rekan-rekan seprofesinya. Dia memang bodoh! Sudah tahu Galih sama sekali tidak mencintainya, tapi dia masih saja berharap akan adanya keajaiban. Tanpa mau mengucapkan kata-kata apapun lagi, Bripda Astuti bermaksud berlalu dari ruangan yang rasa-rasanya makin menyesakkan dadanya.

"Anda mau ke mana, Bripda Astuti? Tugas Anda belum selesai. Awasi dulu semua tahanan-tahanan wanita di sini. Bersikaplah professional seperti kata-kata Anda tadi." Galih melihat Bripda Astuti menarik nafas dan membuang nafas berkali-kali, sebelum akhirnya mengucapkan kata siap komandan dengan tegas. Inilah yang ia sukai dari Astuti. Ia selalu cepat tanggap dalam mengelola perasaannya sendiri. Bapernya nggak pernah lama-lama.

Tidak berselang lama kemudian terdengar suara ribut-ribut dari arah luar, diikuti dengan langkah-langkah bergegas beberapa orang secara bersamaan. Galih melihat Pak Chris dan Tian, ayah dan abang Merlyn berjalan berdampingan dengan atasannya, IrjenPol Orlando Atmanegara. Dari cara berbicara dan bahasa tubuh antara Pak Chris dan atasannya, tampaknya mereka telah saling mengenal lama. Apalagi mendengar bahasa lo gue yang dilontarkan atasannya. Semakin nyatalah kalau mereka berdua bukan hanya sebatas teman lama. Tetapi teman lama yang akrab pastinya.

"Selamat malam  Pak IrjenPol." Galih memberi salam hormat militer kepada atasannya yang dibalas dengan anggukan singkat atasannya.

"Jadi Anda yang sudah menahan putri saya, Pak Polisi?" Chris langsung berdiri berhadap-hadapan dengan Galih. Wajah Chris sudah sangat emosi saat mengetahui bahwa Galih lah yang telah menahan anak perempuannya.

"Anda tau kan siapa saya dan siapa anak perempuan saya? Anda jangan berani-beraninya menahan anak saya, ya Pak Polisi! Anak saya tidak bersalah dalam hal ini! Pasti dia telah di jebak! Keluarkan anak saya sekarang juga! Saya akan membawanya pulang sekarang? Anda dengar, Pak Polisi?!!" Chris mendekatkan wajahnya pada Galih dan meminta Galih agar mengeluarkan putrinya sekarang juga.

"Anda ini siapa, Pak Christian Diwangkara? Menurut Pasal 27 ayat 1 sampai ayat 3, yang prinsipnya adalah mengatur tentang kedudukan warga negara, penghidupan dan pembelaan terhadap negara. Semua warga negara adalah sama kedudukannya, hak dan juga kewajibannya. Setiap individu dalam negara ini akan mendapat perlakuan yang sama dari negara. Baik Anda itu seorang pengusaha papan atas ataupun hanya seorang penarik becak. Equal justice under law. Jadi Anda jangan coba-coba untuk mengintimidasi saya. Di rumah Anda, mungkin titah Anda lah yang akan di laksanakan. Tapi di sini, di kantor polisi ini, aturan negara lah yang akan di jalankan. Dan sayalah perpanjangan tangan dari kata negara itu sendiri. Anda jangan coba-coba untuk mengintervensi saya dalam hal ini, Pak Chris. Saya harap Anda mengerti."

Galih dengan tegas dan berani menentang tatapan tajam Christian. Dia paling tidak suka jika ada orang yang membawa-bawa harta dan kedudukannya untuk membeli hukum dan kewenangan. Dia bahkan tidak peduli sekalipun Chris ini adalah teman lama atasannya. Galih tidak akan tunduk pada perintah atasannya kalau atasannya itu menyimpang dari ketentuan yang berlaku di negara ini. Dia hanya akan tunduk pada hukum dan Undang-Undang yang sudah di tetapkan oleh negara.

Orlando menarik sudut bibirnya sedikit ke atas. Berusaha menahan senyum dan bangga dengan sikap tegas dan tidak terintimidasi bawahannya ini dari seorang pengusaha besar seperti Chris. Mental Galih memang luar biasa. Sejak ditelepon oleh Chris tadi, ia sebenarnya sudah mengatakan kalau ia tidak bisa membantu banyak. Apalagi kalau kasus sudah dipegang oleh Galih Kurniawan Jati. Bawahannya yang satu ini memang tegas dan tidak pandang bulu. Kalau memang ia merasa benar, digantung pun dia tidak akan mengalah. Orlando paling tahu dengan sifat keras kepalanya Galih ini. Paling yang bisa ia lakukan adalah mempertemukannya dengan putrinya. Tetapi tidak untuk membebaskannya. Kesal dan merah padamnya wajah Chris adalah tanda bahwa ia mengakui kalau Orlando benar. Bawahannya ini memang keras kepala seperti batu!

"Tapi putri saya kan tidak bersalah! Anda tidak bisa menahan orang yang tidak bersalah bukan?" Chris belum mau menyerah. Dia akan melakukan apa saja untuk membawa princessnya pulang ke rumah. Marilyn sudah menangis heboh di rumah karena mengira putrinya akan di hukum mati seperti pengedar-pengedar narkoba yang dieksekusi beberapa tahun lalu.

"Bapak tidak usah khawatir. Sesuai dengan pasal 19 ayat 2 KUHAP, putri bapak akan kami lepaskan 1x24 jam kalau ia tidak terbukti bersalah. Bapak  tenang sa--permisi!" Galih buru-buru meninggalkan Chris begitu saja saat Briptu Hendrawan memberinya kode. Galih tahu pasti ada masalah dengan Merlyn, makanya bawahannya itu memanggilnya tanpa kentara. Galih segera menghampiri Merlyn yang terlihat meringkuk disudut ruangan sambil menangis sesenggukan. Air matanya mengalir deras seperti keran bocor dan suara tangisnya menggema menyedihkan dalam ruangan. Kedua tangannya yang diborgol terlihat memerah karena ia terus saja berusaha menarik tangannya keluar seperti gelang. Hati Galih seperti mencelos melihatnya. Merlyn terlihat sangat menyedihkan.

"Kamu kenapa menangis? Lapar?" Merlyn menggelengkan kepalanya.

"Haus?" Merlyn kembali menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jadi kamu kenapa? Hmmm... lagi pula kamu jangan menarik- narik tanganmu seperti itu. Borgol itu terbuat dari baja, Merlyn. Lihat, tangan kamu jadi luka-luka seperti itu. Kamu tidak akan bisa membukanya."

"Bisa saja kalau saya ini istrinya Deddy Corbuzie*. Dulu Mbak Kalin* sewaktu jadi istrinya bisa kok membuka borgol sendiri di tipi. Kan pasti diajarin sama si Deddy." Walaupun sambil nangis kejer, Merlyn masih saja berupaya membantahnya. Galih hanya menghela nafas saja. Tidak ada gunanya membantah kata-kata yang sudah diyakini kebenarannya gadis ini.

Galih kembali menghapus air mata Merlyn. Kali ini menggunakan tissue. Sapu tangannya tadi sudah basah kuyub terkena air mata bercampur dengan cairan hidung Merlyn. Semakin Mer melihat wajah Galih, tangisnya malah semakin menjadi-jadi. Galih sampai kebingungan jadinya. Juper saat ini tengah menginterogasi beberapa orang yang tadi terjaring razia OTT. Sementara Bripda Gede telah ia perintahkan kembali ke club untuk mengambil rekaman CCTV. Saking paniknya Merlyn tertangkap, kinerja otaknya menjadi melambat. Dia lupa untuk meminta rekaman CCTV club tadi. Galih ingin saat Merlyn diperiksa oleh Juper nanti, ia telah mengantongi bukti rekaman CCTV. Dan jika bukti rekaman CCTV bisa membuktikan kalau ia tidak bersalah, maka Merlyn pun bisa segera dibebaskan keesokan harinya. Sesuai dengan prosedur penangkapan, yaitu 1x24 jam dibebaskan kalau tersangka terbukti tidak bersalah.

"Kamu kenapa sih, Mer? Lapar tidak, haus tidak. Kamu sakit?" Merlyn kembali menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia malu sekali sebenarnya. Tapi apa boleh buat. Kebutuhan biologisnya sudah tidak dapat ditahan lagi.

"Saya--saya mau pipis. Tapi tangannya begini. Nggak bisa bu--buka ce--celana." Merlyn langsung mengubur wajahnya di dada Galih setelah mengatakan hal apa yang sudah membuatnya menangis karena malu. Galih merasa wajahnya ikut memerah seketika. Ia malu bercampur kasihan juga. Merlyn rupanya menahan pipis sedari tadi. Galih mendekap wajah Mer yang mengubur diri di dadanya. Tanpa mengatakan apa-apa ia memberi isyarat pada Brida Astuti untuk membuka borgol Merlyn.

"Ayo, Bang?" Merlyn menarik lengan kanan Galih setelah Bripda Astuti membuka borgolnya.

"Ayo kemana?" Galih bingung.

"Temani saya pipislah. Apalagi?"

"Mau ke kamar kecil saja ditemani. Kamu takut ada hantu begitu?" Walaupun Galih mengomel, tapi ia tetap berjalan membimbing Merlyn ke toilet.

"Hantu? Mana mau hantu main-main ke kantor polisi? Bang... Bang. Mereka juga takut ditangkep kali, Bang. Emang enak masuk penjara?" Merlyn malah curhat sekalian menyindirnya. Sabarrrrr hati. Galih mengelus-elus dadanya.

"Jadi kalau begitu ngapain kamu minta ditemani ke kamar kecil ini?" Galih tidak habis pikir dengan kelakuan Merlyn. Jawabannya selalu tidak dapat diprediksi.

"Supaya Abang polisi ada kerjaan aja. Daripada Abang terus mondar mandir ke sana ke mari sambil marah-marah. Kan lebih baik Abang Polisi nemenin saya. Jadi Abang nggak makan gaji buta."

Astaghfirullahaladzim... Sabarrrr... Orang sabar kan pacarnya selalu benar. Itu adalah kata-kata yang pernah didengar Galih pada saat para anak-anak buahnya saling curhat. Sebagai sesama bucin mereka sering sekali saling konseling.

Hah, yang benar saja pacar selalu benar? Memangnya mereka itu Tuhan apa?

"Abang Polisi...."

"Ya, Mer, ada apa lagi?"

"Ininya nggak bisa dibuka?"

"Hah? Apanya yang nggak bisa dibuka?"

Ceklek!

Merlyn keluar dengan celana yang sudah dibuka kancingnya, tetapi resletingnya masih terbuka separuh. Galih langsung mengarahkan pandangannya pada langit-langit kamar mandi.

"Ini resleting celana saya macet. Tadi sewaktu test urine, mbak polwannya suruh cepet-cepet gitu. Jadi saya cepet-cepet juga narik resletingnya. Kayaknya ini resletingnya jadi kejepit kain. Nih, lihat! Jadi nggak bisa jalan resletingnya. Di tarik ke atas nggak bisa. Diturunin juga nggak bisa. Macet kena kain. Saya audah pengen banget pipis ini, Abang. Tolong bukain," Galih menggaruk-garuk kepalanya. Ia seperti makan buah simalakama.

"Kata Yessy di mobil tadi, laki-laki kalau disuruh bukain baju perempuan paling seneng. Cepet lagi cara kerjanya. Nggak pake mikir. Abang polisi kan laki-laki. Jadi Abang itu termasuk dalam kategori orang-orang yang paling seneng di suruh bukain pakaian perempuan. Saya bener kan, Abang polisi?"

Merlyn yang sudah capek berusaha menarik-narik resleting celananya, memasrahkan eksekusi terakhirnya pada Galih saja. Galih kan polisi. Pelayan masyarakat. Sementara ia kan masyarakat. Itu berarti Galih adalah pelayannya juga. Titik. Setelah berkutat sejenak, akhirnya Galih berhasil juga membuka resleting celana Merlyn.

BUGHHHH!!! Dasar Anda polisi mesum kurang ajar. Berani-beraninya Anda berbuat cabul kepada putri saya! Gue matiin lo, bajingan. Gue matiin!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Elok Fatimah
......... bner2 bkin ngakak ini part. neexxtt
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status