Share

Princessa Cesillia

Pagi Hari di kediaman Damian, lelaki itu sudah siap dengan seragam sekolahnya. Berdiri di depan cermin untuk merapikan rambut hitam legamnya. Setelah dirasa cukup, Damian pun berjalan ke luar dari kamarnya menuruni satu per satu anak tangga menuju ke dapur.

Di sana keluarganya sudah menunggu untuk sarapan bersama. Ia menghentikan langkahnya sejenak, memperhatikan dua orang wanita berbeda usia yang sedang duduk di kursi meja makan. Wanita itu adalah mama dan juga adiknya, Alesha.

Damian melihat saat mamanya memberikan perhatian kepada Alesha, wanita paruh baya itu selalu menuruti apa pun yang diinginkan Alesha. Seulas senyum terukir di bibir Damian.

Bila diingat-ingat lagi, sudah sangat lama Damian tidak merasakan perhatian dari sosok wanita yang menjadi cinta pertama bagi seorang anak laki-laki yaitu mamanya. Ya, dua belas tahun yang lalu, tepatnya saat Damian berusia lima tahun. Seseorang pria suruhan papanya membawa seorang gadis kecil perkiraan seumuran dengannya.

Saat itu Damian belum mengerti apa pun. Papanya mengatakan bahwa gadis kecil itu adalah adiknya, lebih tepatnya adik satu ayah tapi beda ibu. Mereka, papa dan mama Damian meminta agar ia menyayangi dan menjaga adiknya sepenuh hati.

Gadis kecil itu adalah Alesha, adik yang sangat Damian sayangi sekaligus perebut seluruh kasih sayang dan perhatian dari mamanya. Ya, karena sejak kehadiran Alesha di rumah itu, perhatian dari mamanya tumpah seluruhnya kepada Alesha.

Bila mengingat status, seharusnya mamanya lebih menyayangi Damian karena anak lelaki itu adalah putra kandungnya. Sedangkan Alesha, bahkan Damian tidak tahu siapa ibu kandung Alesha karena semua orang tidak pernah ada yang menyebutkan namanya.

Apa saat ini Damian sedang merasa iri kepada adiknya sendiri?

Jawabannya adalah, tidak. Damian sama sekali tidak merasa iri kepada Alesha. Karena bila di hatinya terbesit secuil saja rasa iri, mungkin saat ini Damian akan sangat membenci Alesha karena telah mengambil seluruh perhatian dan kasih sayang dari mamanya. Namun kenyataannya, Damian justru sangat menyayangi Alesha.

Sebenarnya bukan iri yang ada di hati Damian, melainkan rasa rindu akan kasih sayang dan perhatian dari mamanya yang sudah belasan tahun tidak lagi ia rasakan.

"Selamat pagi!" sapa Damian kepada semua yang ada di meja makan. Lebih tepatnya, mama, papa dan juga Alesha.

"Pagi," balas papa Damian mempersilahkan putranya duduk dan segera makan. Damian menggeser kursinya lalu mendudukan tubuhnya di atasnya.

"Dam, pagi ini kamu antar Alesha ke sekolahnya, ya! Kamu makannya cepetan, nanti sekolah kalian kesiangan," ucap Mama Damian, wanita itu meminta agar Damian mengantarkan Alesha ke sekolahnya seperti yang sudah Alesha katakan tadi malam.

Damian mengangguk lalu meraih piring dan mengisinya dengan makanan kemudian segera memakannya

"Lagian kamu kok milih sekolah di sekolah berbeda dengan Kakakmu. Jadi kalau kondisinya seperti ini kan repot, apa lagi sekolah kamu dan Damian beda arah," ucap papa Damian kepada Alesha, gadis itu memberenggut mencebikkan mulutnya.

"Alesha kan sudah bilang, kalau Alesha lebih suka sekolah di sekolah Alesha yang sekarang karena teman-teman Alesha semua ada di sana," jelas Alesha, entah apa yang sebenarnya terjadi sehingga Alesha lebih memilih sekolah yang berbeda dengan Damian, padahal sekolah Damian adalah sekolah terfavorit dan paling elite yang banyak diminati banyak orang orang tua dari kalangan menengah atas.

***

"Sekolah yang bener, belajarnya yang rajin," ucap Damian setelah tiba di sekolah Alesha.

"Iya, kakak. Bawel sih," balas Alesha, kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam sekolahnya setelah berpamitan kepada Damian.

Damian memutar balik mobilnya, kemudian melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang. Setelah tiba di sekolahnya, Damian memarkirkan mobilnya di perkiran lalu menitipkan kuncinya kepada satpam.

Semua siswi berdecak kagum pada sosok lelaki idaman saat berjalan di hadapan mereka menuju ke kelasnya. Saat tiba di dalam kelas, dua orang sahabatnya menyambut kedatangan Damian dengan heboh.

"Akhirnya tuan muda yang kita nantikan kehadirannya datang juga," ucap Dimas seraya menyalami Damian style lelaki.

"Tumben si bos datangnya duluan kita?" tanya Dika sambil menaik turunkan alisnya,

"Aku nganterin dulu Alesha ke sekolahnya," jawab Damian jujur, lelaki itu mendudukan tubuhnya di meja ke tiga dari depan.

"Kenapa kamu yang antar, bukannya adikmu itu punya mobil sendiri?" tanya Dimas, sementara Dita hanya menyimak saja karena ia pun ingin mendengar jawaban Damian.

Suasana kelas saat itu riuh dengan celoteh dan candaan dari semua murid yang sedang melakukan aktivitasnya masing-masing sebelum guru tiba di kelasnya.

"Mobilnya di bengkel," jawab Damian datar

"Eh, tadi aku lihat ada bidadari masuk ke sekolah kita. Sumpah, cantik banget itu cewek. Meleleh hati abang saat melihatnya," Dika berucap sambil mengingat kembali gadis cantik yang baru pertama kali dilihatnya,

Dimas mengangguk menyetujui ucapan sahabatnya, Dika. Damian mengernyitkan alisnya seolah bertanya, "siapa?" seingatnya, di sekolah itu tidak ada gadis seperti yang diceritakan sahabatnya.

"Kayaknya dia anak baru, soalnya aku baru pertama melihat dia ada di sekolah kita," ucap Dimas

"Mudah-mudahan dia sekelas sama kita, Ya allah ... aamiin!" Dika berucap seraya mengangkat kedua telapak tangannya seperti orang sedang berdoa.

Damian hanya menggeleng-geleng kepala melihat tingkah laku kedua sahabatnya itu.

Suasana kelas yang semula riuh mendadak senyap setelah kedatangan bu Farida, guru Fisika ke dalam kelasnya. Pelajaran pun dimulai setelah sebelumnya Bu Farida mengabsen anak muridnya.

***

Cessa baru saja ke luar dari ruang kepala sekolah. Ia di beri tahu bahwa dirinya akan bergabung di kelas XII IPA II. Cessa berjalan menyusuri karidor mencari kelas yang diberitahukan kepala sekolahnya tadi.

Setelah beberapa menit mencari, akhirnya Cessa tiba di depan ruangan dengan plang di atasnya tertulis XII IPA II. Gadis itu menghela napas dalam lalu membuangnya sebelum mengetuk pintu.

Tok, tok, tok....

"Assalamualaikum, Bu. Permisi saya murid baru pindahan dari Bandung yang akan bergabung di kelas ini," jelas Cessa setelah mengucap salam.

Semua mata yang semula sedang fokus mencatat, kini beralih menatap ke arah Cessa.

"Dam, itu...," Dimas mencolek punggung Damian yang duduk di depannya.

"Kamu lihat ke depan, Dam. Do'a aku didengar sama Allah," ucap Dika tak kalah heboh.

Damian yang sedang serius mencatat merasa jangah dengan celotehan dua sahabatnya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat ke depan.

"Dia...." gumam Damian ketika netra matanya menangkap sosok yang pernah di lihatnya sekali di mall. Seulas senyum terukir di bibir Damian.

"Waalaikumsalam," jawab Bu Farida,

"Jadi kamu murid baru pindahan itu?" tanya Bu Farida "Siapa nama kamu? Coba perkenalkan diri kamu kepada teman-temanmu," Cessa mengangguk mengiyakan permintaan gurunya.

"Hai, namaku Princessa Cesillia. Kalian boleh memanggilku Cessa," ucap Cessa disambut riuh oleh seisi kelas itu terutama kaum lelaki.

"Baik, Cessa sudah cukup perkenalannya, ya. Silahkan kamu pilih tempat duduk yang kosong," ucap Bu Farida di balas anggukkan oleh Cessa.

"Terima kasih, Bu." ucap Cessa, ia sejenak terdiam menatap seluruh isi kelas mencari tempat duduk yang kosong. Semua itu tak lepas dari perhatian seorang Damian Argantara.

"Cessa, sini!" panggil seorang siswi berambut pendek kepada Cessa seraya melambaikan tangannya. Cessa memperlihatkan senyumnya lalu berjalan menghampiri siswi itu.

"Hai, namaku Amel," Siswi bernama Amel itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Cessa.

"Hai, Amel. Salam kenal," ucap Cessa membalas jabatan tangan Amel. Cessa pun duduk di samping Amel, lalu mulai ikut menyimak materi yang diterangkan bu Farida.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status