Home / Fantasi / Psychofagos: Pemakan Jiwa / 3. Sejarah Keberadaan Chofa (1)

Share

3. Sejarah Keberadaan Chofa (1)

Author: Zeromanaka
last update Last Updated: 2021-09-05 22:11:03

Chofa lahir beratus-ratus tahun yang lalu, tak ada yang tahu kapan kemunculan persis pertamanya. Namun ada sebuah cerita turun temurun yang melegenda tentang kelahiran awal mula Chofa yang tadinya tak ada. Konon katanya, ada manusia yang berteman baik dengan iblis, dia adalah seorang pria bernama Anar. Anar memiliki kemampuan unik dengan bisa memasuki dunia selain dunia manusia sesukanya, termasuk dunia tempat iblis berada.

Pertama kali Anar mengetahui kekuatannya saat dia berusia tiga belas tahun, saat itu, sebuah lubang hitam muncul di hadapan Anar ketika dia mengarahkan kedua telapak tangan ke depan. Bocah yang baru genap tujuh tahun itu awalnya takut dengan kejadian yang ia alami, namun lama kelamaan ia semakin penasaran dengan lubang hitam yang selalu muncul jika ia dengan sengaja mengarahkan kedua telapak tangannya ke depan. Suatu ketika, Anar memasuki lubang hitam yang misterius tersebut. Anar berhasil masuk, tubuhnya seolah terseret dengan cepat ke dalam lubang hitam.

Saat sadar, Anar sudah tak lagi berada di tempat yang ia kenal, tempat itu sangat asing, langitnya hampir hitam meski tak ada awan yang menutup dan matahari di sana sangat berkilau terang, namun terangnya masih tak bisa membirukan langit gelap. Anar mencoba bangun dari tidurnya, melihat sekitar yang begitu ganjil. Ia berada di pinggir sebuah hutan, pohon-pohon menjalar lebat di samping Anar, anak itu mundur-menjauh dari hutan yang terlihat menakutkan. Untunglah tidak terjadi apa-apa pada Anar, tubuhnya utuh dan semua fungsi indranya berjalan normal.

Anar membalikkan badan, matanya merekah, bahasa tubuhnya berseru takjub, di depannya terpapar sebuah pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sebuah desa yang aneh, begitu pula dengan makhluk-makhluk yang menghuni desa tersebut. Tanah yang Anar pijak lebih ke atas dari dataran di sekitarnya hingga ia bisa melihat pemandangan desa tersebut dengan cukup jelas. Anar menelan ludah kemudian memberanikan diri menuju desa misterius di hadapannya itu dengan menuruni gundukkan tanah yang lumayan curam.

Anar berjalan setengah berlari, menyelidik setiap sisi, memastikan tak ada hal yang mengancam dirinya. Setelah yakin, Anar berlari kencang. Beberapa saat kemudian, di hadapan Anar terpampang sebuah kayu tinggi bertuliskan sesuatu yang tak bisa ia baca. Di bawah tulisan tersebut, terdapat dua orang, atau bukan orang? Mereka mengenakan pakaian besi yang biasa digunakan untuk berperang lengkap dengan sebuah pedang yang sudah sedia di pinggang mereka, tinggi kedua penjaga itu seperti dua buah rumah, membuat Anar sangat terlihat kecil dan harus mendongak hampir sembilan puluh derajat untuk dapat melihat wajah mereka jika dari jarak dekat. Tak ada respon apa pun, kedua penjaga itu seakan tidak melihat Anar, ia memberanikan diri masuk ke desa aneh tersebut.

Saat pertama kali masuk, Anar dihadiahi pemandangan bagian desa yang paling dekat dengan dinding perbatasan, di sana banyak penjual benda-benda yang tidak Anar mengerti menjajakan barang-barangnya. Anar masuk lebih dalam, masih belum ada yang menyadari kehadirannya, di sekeliling bocah tiga belas tahun tersebut terdengar ramainya jual beli meski Anar tak mengerti bahasa mereka. Fisik para penjual dan pembeli yang Anar temui beragam, di antara mereka, tak ada yang persis seperti manusia, semua makhluk memiliki tanduk, bahkan beberapa berekor panjang menjuntai membuat Anar kagum setengah takut.

Beberapa langkah Anar menyusuri bagian depan desa, salah seorang pedagang menyadari jika ada manusia yang berjalan dengan santainya. Penjual tersebut berteriak, mengeluarkan kata-kata yang tidak Anar kenal, wajah anak itu masam, kemudian segera ambil ancang-ancang balik badan tuk berlari kencang. Namun, saat ia membalikkan badan, dua orang penjaga yang ia temui di depan gerbang sudah berdiri lamat menatap. Anar mendongak sembari menelan ludah.

Akhirnya bocah itu dibawa ke sebuah tempat di mana penguasa desa berada. Bangunannya lebih besar dari bangunan lain, tapi hawa suram sempat terasa ketika Anar melewati sebuah lorong bawah tanah aneh, dari lorong tersebut keluar asap hitam yang tak henti-hentinya. Ingin rasanya ia bertanya tentang lorong tersebut, namun mencoba bicara pun beda bahasa.

Anar ditaruh, di hadapan sesosok makhluk setinggi dua meter, berfisik seperti manusia namun memiliki dua tanduk hitam legam serta sepasang sayap kelelawar besar yang membuatnya terlihat menyeramkan. Raut Anar semakin masam, ia melangkah mundur dua langkah.

“Tenanglah, Bocah. Kau tak akan terluka,” tiba-tiba saja sosok menyeramkan di hadapan Anar itu berbicara bahasa manusia.

Anar menelan ludah untuk ketiga kalinya di dunia itu. “A-I-ini di mana?”

“Kau masuk di Dunia Iblis, Nak,” jawab sosok yang diketahui adalah iblis tersebut. “Aku adalah Verte, penguasa wilayah ini.”

“Dunia iblis?” Anar kebingungan, melirik ke segala arah.

“Ya. Hey, apakah manusia tidak diajarkan sopan santun tentang perkenalan? Bukannya ada yang harus kau sebutkan?” sidik Verte dengan senyum yang menyeramkan.

“A-aku Anar.”

“Selamat, Anar. Kau memiliki kemampuan unik yang hanya dimiliki satu per satu miliar manusia, dan kau bisa menggunakan kemampuan itu saat masih sekecil ini? Itu benar-benar luar biasa,” kagum Verte, suara cerianya masih terdengar menyeramkan bagi manusia.

“Apa… aku bisa kembali ke duniaku?” tanya Anar, ia membutuhkan keberanian untuk melontarkan pertanyaan barusan.

“Tentu….” Verte mendekatkan wajahnya ke Anar, membuat bocah itu mundur beberapa langkah lagi. “Tapi ada syaratnya.”

Anar menelan ludahnya untuk yang keempat kali. “A-apa itu?”

“Pertama, bisa kau tunjukkan caramu masuk ke dunia ini?” pinta Verte.

Ting! Anar teringat bagaimana bisa ia berada di dunia ini, dan kemungkinan besar hal itu juga bisa ia lakukan untuk pulang dan lepas dari kesalahannya ini-masuk ke Dunia Iblis. Anar mengangkat kedua telapak tangannya, kemudian diarahkan ke depan. Zonk. Tidak terjadi apa-apa. Anar mencobanya kembali, lagi dan lagi namun tetap tidak terjadi apa pun.

“Hahaha! Sudah kuduga,” tawa Verte mengeras. “Kau hanya bisa menggunakannya sesekali saja, jika sudah masuk ke dalam suatu dunia, kau akan menunggu setidaknya satu tahun agar kemampuanmu bisa digunakan kembali. Karena kemampuan berpindah dunia itu sangat-sangat langka.” Verte berjalan menyusuri ruangannya. “Aku ingin membuat kesepakatan denganmu. Kau akan mendapatkan penghidupan di sini dengan layak, tapi kau harus menggunakan ‘jatah’ kekuatanmu berikutnya untuk kepentinganku, setelah itu… kau bebas melakukan apa pun, bagaimana?”

Berpindah dunia adalah sesuatu yang sangat istimewa, bahkan di Dunia Iblis pun hal itu sangat berharga. Dengan memindahkan sesuatu ke dunia lain, Ras Iblis bisa menaruh mata-mata di dunia tersebut, atau bahkan mengirimkan benih berbahaya yang nantinya bisa merusak, menjadi parasit, dan alhasil menghancurkan suatu dunia yang Iblis inginkan.

“Kalau aku menolak?” tanya Anar tuk memastikan.

“Tentu kau tak akan selamat di dunia ini… bagaimana? Tawaran yang menarik, bukan?”

Anar menelan ludah untuk yang kelima kalinya. “B-baik, aku menerimanya.”

Anar disuruh menandatangani sebuah kontrak di atas batu hitam dengan kapur, ia pun menurut. Kontrak tersebut bukanlah kontrak biasa, hal itu sudah disetujui kedua belah pihak dan jika salah satunya melanggar, maka akan resiko yang akan ditanggung. Begitulah yang dijelaskan Verte pada anak berusia tiga belas tahun di hadapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   53. Pahlawan Kerajaan Iblis

    Sementara itu, di sisi lain dunia, dunia yang begitu penuh dengan kegelapan, dunia tempat di mana iblis tinggal, tengah diadakan pesta besar besaran. Lebih tepatnya di kerajaan Madome, salah satu kerajaan yang sangat mendukung keberadaan Chofa di dunia manusia untuk kebutuhan para iblis di sana. Jiwa-jiwa manusia yang dimakan oleh Chofa dikumpulkan ke dalam bejana transparan besar di mana. sangat banyak apalagi pasca malam bencana yang barusan dihadapi oleh manusia. Hampir seluruh iblis di kerajaan tersebut bersuka cita, mereka minum dan makan dengan lahap seraya senang menyambut jiwa-jiwa manusia yang telah mereka dapatkan. Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya jika jiwa adalah makanan yang sangat lezat bagi ras Iblis. Daging, susu, masakan yang enak atau apa pun itu akan kalah lezatnya jika dibandingkan dengan jiwa, karena itulah mereka mengirimkan Chofa sebagai pemburu jiwa manusia yang nantinya akan me

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   52. Keluarga Drakon

    Keluarga Drakon adalah mereka yang diakui sebagai garis langsung keturunan manusia naga pertama. Keluarga Drakon yang melawan Chofa ada lebih dulu daripada keluarga-keluarga Pembasmi Chofa lainnya. Mereka ada jauh sebelum keluarga Ice mendapatkan kekuatan, juga sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblisnya. Mereka sudah ada jauh sebelum itu. Dalam kitab yang diturunkan turun-temurun kepada keluarga Drakon, awal mula mereka terbentuk bukanlah atas dasar adanya Chofa, karena Chofa saat itu belum muncul di permukaan bumi atau bisa dibilang masih dalam kurungan di dunia iblis. Pada saat itu, terdapat duan aga yang berhasil menemukan sebuah dunia dengan manusia yang sangat banyak di dalamnya beserta sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti tanaman, air, panas yang stabil, tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Alhasil, dua naga itu membentuk kerajaannya sendiri dengan manusia-manusia sebag

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   51. Drakon

    “Kau belum menyebutkan nama,” cegat Tokki pada Vee yang hanya merespon dengan diam saat didengarkan sebuah nama. “Ah iya, namaku Vee, Vee Avalon,” jawab Vee dengan ragu-ragu karena baru pertama kali ini ia bertemu langsung dengan anggota keluarga Drakon secara langsung. “Vee? Nama yang indah!” celetuk Tokki. Gadis Naga itu berjalan mendekat ke arah Lava yang akan memasuki gua. “Gua apa ini?” tanya Tokki asal. “Apa kita akan masuk?” Mereka berdua sudah ada di mulut gua, sementara Vee sedikit berlari untuk menyusul. “Apa kita benar akan masuk? Kita takt ahu apa yang ada di dalam sana, bukan?” cemas Vee. “Tenang saja,

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   50. Malam Bencana (3)

    “Jadi… apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lava setelah menceritakan kejadian malam mengerikan yang ia lihat. Vee menggeleng sebagai tanda ia tak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tangan lembut Vee masih menggenggam mayat sang Adik, ia tak mampu untuk melepaskannya meski mayat itu perlahan mulai dingin, juga kaku seperti sebuah papan. Untuk yang kesekian kalinya air mata Vee mengalir perlahan, menetes sampai pada kulit mayat berwajah Feri tersebut. Vee merasa benar-benar tak tau arah setelah kematian Feri, seperti keinginan untuk membasmi Chofa pun lenyap begitu saja. “Apa kau akan terus-menerus menangisinya dan tidak akan berbuat apa-apa?” celetuk Lava. “Memangnya… apa yang bisa aku perbuat untuk menghidupkannya kembali?” kalimat Vee mulai

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   49. Malam Bencana (2)

    Perlahan, tabir yang menyelimuti mereka berlima mulai terbuka, dapat dirasakan oleh masing-masing dengan pertanda yang berbeda-beda. Setelah seluruh bagian tabir terbuka, mereka melihat dunia yang baru. Ya, dunia yang mereka kenali itu ternyata baru saja luluh lantah, selama ini tabir tersebut menutupinya, sebuah peristiwa yang terjadi saat mereka berlima sibuk melawan Chofa yang kuat di dalam tabir. “A-apa yang terjadi?” Savi bertanya pada entah siapa, sementara matahari mulai malu-malu muncul dari ufuk timur. Vendre menggeleng sebagai pertanda tidak tahu, begitu pula dengan Asta dan Vee dalam menanggapi pertanyaan Savi yang terlihat panik. Karena matahari yang mulai menunjukkan sinarnya, tubuh-tubuh mereka yang tadinya kerangka, kini kembali menjadi m

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   48. Malam Bencana

    Vee dan Vendre bergerak bersamaan, mereka hampir melaju dengan kecepatan yang sama, hanya saja Vee sedikit lebih cepat. Gadis tengkorak itu diselimuti penuh oleh aura hitam kuat yang stabil, sementara Vendre masih berusaha mengeluarkan api merah meski tidak sebesar sebelumnya. Kedua tusukkan pedang mereka tepat mengenai bagian lemah yang direncanakan, Vendre agak telat sedikit. Dari tusukkan tersebut, retaknya merambat. Chofa yang besar itu berteriak keras, membuat gemuruh yang hebat, ombak pun terpengaruh olehnya. “Sekarang! Asta!” perintah Riv selanjutnya. Asta yang sedari tadi sudah mengumpulkan energi di dalam pedang besar, kini tengah dibantu oleh Savi, membuat pedang yang berasap hitam itu bercampur dengan api hijau. Asta mengayunkan dengan cepat pedangnya bersamaan dengan Vee dan Vendre yang lekas menghindar dari sasar

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   47. Api Merah

    Api merah adalah sebuah kekuatan Avalon yang sudah sangat jarang ditemukan karena cukup berbahaya jika penggunanya kehilangan konsentrasi barang sebentar saja. Pasalnya, api itu memanfaatkan banyak energi dari iblis secara tiba-tiba yang dicampur dengan amarah dari manusia. Vendre sudah menguasai amarah yang bisa dia keluarkan meski tak ada hal yang membuat marah maup[un sedih di sekelilingnya. Itu berarti, Vendre bisa menangis maupun marah tanpa sebab. Bahkan di saat sekarang pun, ia dalam kondisi sedih dan marah secara bersamaan, pedang yang masih di dalam sarung itu pun berkibarkan api merah yang cukup besar. Angin mulai kembali berhembus kencang, namun kali ini sebagai respon dari kekuatan Vendre yang luar biasa. Lelaki itu melompat, bergerak dengan cepat, menebas bagian leher Chofa yang sedang mereka berlima hadapi. Seketika leher Chofa yang besar itu penuh dengan kobaran api searah goresan pedang milik Vendre. Namun, tak sedikit pun terpotong.&n

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   46. Lari?

    Serangan dari Asta membuat seisi pantai bergemuruh, tebing tinggi itu pun perlahan oleh tebasan yang semakin bergetar. Tidak berselang lama, tebing tersebut berhasil di hancurkan berkeping-keping. Pasca itu terjadi, tebasan pedang hitam itu berhenti, Asta terlihat sangat bisa mengendalkan kekuatannya. Begitulah yang disadari oleh Vee. Perlahan debu-debu yang menyelimuti bekas tebing barusan mulai menghilang dibawa angin malam ke arah laut. Dan terlihatlah sebuah gua di sana, gua yang mengarah ke dalam tanah meski masih terllihat samar-samar. “Gua?” Vendre bergumam perihal apa yang pandangannya bicarakan. Gerbang menuju suatu tempat yang diduga adalah laboratorium Chofa itu terbuka, tapi apakah tabir yang menyelimuti tadi juga sudah hilang? Begitul

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   45. Tempat Penelitian 3

    “Hahaha!” Fazl terbahak mendengar cerita dari Vee siang itu yang menjelaskan jika penghalang di pantai itu hanyalah melindungi dari manusia. “Semudah itu? Kenapa pasukan payah itu tidak bisa menemukan solusinya,” ia kembali menundukkan kepala sembari meremas rambutnya sendiri. “Malam ini, mala mini juga kita harus serang tempat itu habis-habisan, entah makhluk macam apa yang ada di sana, kita akan serang mereka bersamaan.” Vee hanya balas dengan anggukkan, gadis cantik itu masih tidak mengerti mengapa raut wajah sang Ayah dapat berubah begitu cepat dari tertawa menjadi semurung sekarang. Fazl pergi begitu saja dari rumah yang didiami Vee setelah mmeberikan arahan mengenai teknis penyerangan nanti malam. “Apa aku boleh ikut?

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status