Home / Fantasi / Psychofagos: Pemakan Jiwa / 4. Sejarah Keberadaan Chofa (2)

Share

4. Sejarah Keberadaan Chofa (2)

Author: Zeromanaka
last update Huling Na-update: 2021-09-06 14:14:25

Anar menghabiskan waktunya di Dunia Iblis dengan rasa penasaran tinggi, meski awalnya banyak Ras Iblis mendelik bingung-mengapa ada manusia di dunia tersebut? Namun lama kelamaan pikiran-pikiran itu sirna, Anar bisa menunjukkan jika dia hanyalah anak kecil biasa. Ditambah banyak kaki-tangan Verte yang menjelaskan pada warga desa mengenai Anar, di mana ia hanyalah seorang anak manusia yang tersesat dan akan dikembalikan nanti.

Iblis bisa berbahasa manusia namun Anar tidak bisa mengerti atau mengucapkan bahasa yang digunakan iblis, oleh karena itu, Anar diberi kemampuan untuk memahami bahasa yang digunakan iblis.

Anar mempunyai teman sebayanya bernama Greill, Greill adalah iblis wanita yang berumur tiga belas tahun-sama seperti Anar saat itu. Greill memiliki fisik seperti manusia namun berpasang tanduk hitam seperti iblis pada umumnya. Greill juga memiliki tampang seperti manusia yang membuatnya menarik sebagai seorang wanita.

Greill mengenalkan banyak hal mengenai iblis pada Anar, hal-hal tersebut sangat menarik untuk diketahui seorang manusia. Pertama adalah masalah makanan, Greill membawa Anar ke sebuah tempat makan di desa tersebut, di sana menyediakan berbagai makanan yang pastinya asing bagi Anar.

Greill lebih dahulu duduk, disusul Anar yang masih menyelidik sekitar. Itu adalah hari ketujuh ia berada di Dunia Iblis, sebelumnya, ia diberi makan makanan manusia pada umumnya oleh pelayan Verte, baru kali ini ia terjun langsung untuk melihat bagaimana makanan Iblis di sana. Greill memesan makanan sementara Anar hanya diam, ia tak berniat makan makanan iblis, dari meja-meja lain yang ia lihat, itu tak bisa disebut sebagai makanan oleh manusia.

“Iblis itu memakan segalanya,” ujar Greill di tengah pembicaraan mereka. Ada beberapa pribumi yang asing melihat manusia sehingga terus menerus memerhatikan sosok Anar yang tidak memiliki tanduk hitam.

“Manusia juga seperti itu,” balas Anar tidak mau kalah.

“Apa manusia memakan jiwa?” lawan Greill

“M-maksudnya?”

“Jiwa adalah makanan kesukaan kami, makanan yang dihidangkan di sini sudah tidak lagi mempunyai jiwa, oleh karena itu harganya murah,” jelas Greill.

“Kalau makanan masih memiliki jiwa… berarti dia masih hidup?” tanya Anar tuk meluruskan pemahamannya.

“Jiwa dan tubuh itu bisa dipisahkan, jadi… ada juga yang menyajikan jiwa dalam kemasan botol di desa ini-”

“Hah?” Anar kaget sejenak. “Jiwa makhluk apa yang kalian makan?”

“Semua, binatang, tumbuhan, juga manusia,” kata Greill diiringi senyum kecut.

Anar menyelidik sekitar, kemudian menelan ludah untuk yang… sudah tidak terhitung berapa kali ia menelan ludah.

“Tenang saja, jangan panik seperti itu… aku tak akan memakanmu karena Ketua Desa sudah menandatangani kontrak agar kau hidup aman di sini.”

Makanan yang dipesan Greill sudah datang, itu adalah sup tulang belulang dengan kuah yang masih mendidih, terlihat dari gelembung-gelembung yang mengembang kemudian pecah secara terus menerus.

***

Satu tahun berlalu, setiap hari Anar selalu mencoba kekuatannya-apakah sudah bisa digunakan atau belum. Namun tak ada hasil, lubang hitam itu tak pernah lagi keluar dari kedua telapak tangan bocah yang kini berusia empat belas tahun tersebut.

Genap sebulan kemudian, di suatu malam yang tenang, Anar lagi-lagi mencoba mengeluarkan kekuatannya, kali ini ada sebuah keajaiaban, lingkaran hitam kecil muncul tepat di depan Anar. Senyum Anar sumringah.

“Kau sudah bisa melakukannya ya?” Verte tepat berada di belakang Anar dengan pintu kamar yang masih tertutup. Entah dari mana datangnya.

“Iya, Paman!” Anar sangat akrab dengan penguasa desa tersebut hingga memanggilnya dengan sebutan demikian.

“Tidurlah, kau akan belajar membuat lingkaran hitam yang besar besok!” seru Verte.

Malam semakin larut, Anar tidur sesuai yang diintruksikan Verte, sementara penguasa desa tersebut masuk ke dalam suatu tempat yang sudah menjadi rahasia umum di desa. Tempat itu adalah sebuah ruangan bawah tanah yang menyimpan makhluk misterius di mana semua ini berasal. Ya, di sana terdapat makhluk yamh akan menjadi bencana bagi bumi, Chofa. “Apa kau siap untuk mengamuk?” tanya Verte, setelah sampai di lantai paling bawah tempat yang dimaksud. Sesosok makhluk hanya menjawab penuh geram dari balik jeruji hitam, matanya menyala merah penuh kebencian, dia adalah nenek moyang dari Chofa.

Hawa hitam pekat nan menakutkan tidak membuat takut Verte, karena sejatinya iblis lah yang telah sengaja membuat makhluk tersebut dari ratusan tahun lalu. Mereka hanya menunggu waktu seseorang dengan kekuatan seperti Anar datang. Sebenarnya iblis bisa berpindah dunia semau mereka, tapi membawa Chofa itu beda lagi urusannya karena energi kehidupan Chofa begitu besar, bahkan satu dari sekian banyak iblis pun tidak ada yang bisa memindahkannya ke lain dunia.

Pagi mulai menjelang, Anar sudah berhasil membuat lingkaran hitam sebesar dua kali tubuh anak berusia empat belas tahun itu. Verte selalu bersikeras untuk membuatnya lebih besar, Anar pun menurut. Terik siang sudah terasa panas dan akhirnya Anar bisa membuat lingkaran hitam tersebut sebesar rumah meski ia terlihat begitu kelelahan.

Verte menyentuh lingkaran hitam tersebut untuk memastikannya agar mengarah ke dunia manusia. Setelah yakin, senyum menyeramkan itu merekah. “Hilangkan lagi, ini sudah cukup besar, sekarang… kita akan memindahkan makhluk yang sebenarnya.”

Anar menurut kemudian mengikuti langkah Verte menuju suatu tempat, tempat yang selalu membuatnya penasaran, sebuah ruangan bawah tanah dengan hawa hitam yang mencekam. Anar menelan ludah beberapa kali saat masuk ke dalamnya, awalnya gelap, namun Verte mengeluarkan api dari tangannya dan membuat sekitar menjadi terang. Semakin masuk, Anar merasakan hawa gelap yang semakin menjadi, rasa dingin itu benar-benar menusuk, serta suara geraman yang sedari tadi menggema semakin keras. Pikiran Anar penuh tanya, ada apa di sana?

“Kita sudah sampai,” kata Verte, kakinya berhenti tepat di hadapan sebuah jeruji hitam.

Sesosok makhluk mengaum sembari menabrak jeruji hitam dan membuat Anar terkejut hingga jatuh. Mata makhluk tersebut menatap tajam ke arah Anar, merah, dan penuh rasa mencekam. “A-apa makhluk ini tidak berbahaya jika dipindahkan ke duniaku?” tanya Anar, masih gemetar sembari selalu menatap makhluk hitam pekat di hadapannya.

“Tidak… tenang saja,” Verte berbohong. “Lagian kita sudah membuat kontrak, kau akan dikenakan hukuman jika tidak menuruti kontrak tersebut. Sekarang… bukalah lubang hitam itu di dalam jeruji besi ini!” pinta Verte.

Anar yang masih gemetar berusaha berdiri, menarik napas perlahan untuk menyingkirkan takutnya. Ia perlu berkonsentrasi untuk mengeluarkan lubang hitam sebesar rumah. Kedua telapak tangan Anar mengarah ke depan, matanya menutup, wajahnya serius menandakan konsentrasi yang tidak main-main. Dengan sekejap, sebuah lubang hitam muncul sebesar manusia dewasa, bertambah besar, semakin besar, hingga dua kali besar rumah.

“Masuklah, Chofa!” seru Verte, kemudian makhluk hitam tersebut masuk ke dalam lubang hitam buatan Anar, setelahnya, anak berusia empat belas tahun itu pingsan disusul lubang hitam yang menghilang.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   53. Pahlawan Kerajaan Iblis

    Sementara itu, di sisi lain dunia, dunia yang begitu penuh dengan kegelapan, dunia tempat di mana iblis tinggal, tengah diadakan pesta besar besaran. Lebih tepatnya di kerajaan Madome, salah satu kerajaan yang sangat mendukung keberadaan Chofa di dunia manusia untuk kebutuhan para iblis di sana. Jiwa-jiwa manusia yang dimakan oleh Chofa dikumpulkan ke dalam bejana transparan besar di mana. sangat banyak apalagi pasca malam bencana yang barusan dihadapi oleh manusia. Hampir seluruh iblis di kerajaan tersebut bersuka cita, mereka minum dan makan dengan lahap seraya senang menyambut jiwa-jiwa manusia yang telah mereka dapatkan. Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya jika jiwa adalah makanan yang sangat lezat bagi ras Iblis. Daging, susu, masakan yang enak atau apa pun itu akan kalah lezatnya jika dibandingkan dengan jiwa, karena itulah mereka mengirimkan Chofa sebagai pemburu jiwa manusia yang nantinya akan me

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   52. Keluarga Drakon

    Keluarga Drakon adalah mereka yang diakui sebagai garis langsung keturunan manusia naga pertama. Keluarga Drakon yang melawan Chofa ada lebih dulu daripada keluarga-keluarga Pembasmi Chofa lainnya. Mereka ada jauh sebelum keluarga Ice mendapatkan kekuatan, juga sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblisnya. Mereka sudah ada jauh sebelum itu. Dalam kitab yang diturunkan turun-temurun kepada keluarga Drakon, awal mula mereka terbentuk bukanlah atas dasar adanya Chofa, karena Chofa saat itu belum muncul di permukaan bumi atau bisa dibilang masih dalam kurungan di dunia iblis. Pada saat itu, terdapat duan aga yang berhasil menemukan sebuah dunia dengan manusia yang sangat banyak di dalamnya beserta sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti tanaman, air, panas yang stabil, tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Alhasil, dua naga itu membentuk kerajaannya sendiri dengan manusia-manusia sebag

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   51. Drakon

    “Kau belum menyebutkan nama,” cegat Tokki pada Vee yang hanya merespon dengan diam saat didengarkan sebuah nama. “Ah iya, namaku Vee, Vee Avalon,” jawab Vee dengan ragu-ragu karena baru pertama kali ini ia bertemu langsung dengan anggota keluarga Drakon secara langsung. “Vee? Nama yang indah!” celetuk Tokki. Gadis Naga itu berjalan mendekat ke arah Lava yang akan memasuki gua. “Gua apa ini?” tanya Tokki asal. “Apa kita akan masuk?” Mereka berdua sudah ada di mulut gua, sementara Vee sedikit berlari untuk menyusul. “Apa kita benar akan masuk? Kita takt ahu apa yang ada di dalam sana, bukan?” cemas Vee. “Tenang saja,

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   50. Malam Bencana (3)

    “Jadi… apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lava setelah menceritakan kejadian malam mengerikan yang ia lihat. Vee menggeleng sebagai tanda ia tak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tangan lembut Vee masih menggenggam mayat sang Adik, ia tak mampu untuk melepaskannya meski mayat itu perlahan mulai dingin, juga kaku seperti sebuah papan. Untuk yang kesekian kalinya air mata Vee mengalir perlahan, menetes sampai pada kulit mayat berwajah Feri tersebut. Vee merasa benar-benar tak tau arah setelah kematian Feri, seperti keinginan untuk membasmi Chofa pun lenyap begitu saja. “Apa kau akan terus-menerus menangisinya dan tidak akan berbuat apa-apa?” celetuk Lava. “Memangnya… apa yang bisa aku perbuat untuk menghidupkannya kembali?” kalimat Vee mulai

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   49. Malam Bencana (2)

    Perlahan, tabir yang menyelimuti mereka berlima mulai terbuka, dapat dirasakan oleh masing-masing dengan pertanda yang berbeda-beda. Setelah seluruh bagian tabir terbuka, mereka melihat dunia yang baru. Ya, dunia yang mereka kenali itu ternyata baru saja luluh lantah, selama ini tabir tersebut menutupinya, sebuah peristiwa yang terjadi saat mereka berlima sibuk melawan Chofa yang kuat di dalam tabir. “A-apa yang terjadi?” Savi bertanya pada entah siapa, sementara matahari mulai malu-malu muncul dari ufuk timur. Vendre menggeleng sebagai pertanda tidak tahu, begitu pula dengan Asta dan Vee dalam menanggapi pertanyaan Savi yang terlihat panik. Karena matahari yang mulai menunjukkan sinarnya, tubuh-tubuh mereka yang tadinya kerangka, kini kembali menjadi m

  • Psychofagos: Pemakan Jiwa   48. Malam Bencana

    Vee dan Vendre bergerak bersamaan, mereka hampir melaju dengan kecepatan yang sama, hanya saja Vee sedikit lebih cepat. Gadis tengkorak itu diselimuti penuh oleh aura hitam kuat yang stabil, sementara Vendre masih berusaha mengeluarkan api merah meski tidak sebesar sebelumnya. Kedua tusukkan pedang mereka tepat mengenai bagian lemah yang direncanakan, Vendre agak telat sedikit. Dari tusukkan tersebut, retaknya merambat. Chofa yang besar itu berteriak keras, membuat gemuruh yang hebat, ombak pun terpengaruh olehnya. “Sekarang! Asta!” perintah Riv selanjutnya. Asta yang sedari tadi sudah mengumpulkan energi di dalam pedang besar, kini tengah dibantu oleh Savi, membuat pedang yang berasap hitam itu bercampur dengan api hijau. Asta mengayunkan dengan cepat pedangnya bersamaan dengan Vee dan Vendre yang lekas menghindar dari sasar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status