Share

5. Iblis di Dalam Diri

Vee menyusuri kota dengan bentuk setengah iblisnya, membawa serta pedang di tangan kanan untuk bersiaga jika ada Chofa yang mendadak ia temukan. Vee melompati setiap gedung, menikmati angin malam yang namun tenang. Tudung hitam selalu menutupi kepala tengkoraknya agar tidak diketahui orang.

Tengah malam sudah tiba, dan tidak ada Chofa yang ditemukan Vee malam itu, ia memutuskan untuk kembali ke rumah tuk beristirahat. Vee tetaplah manusia yang membutuhkan tidur. Dalam perjalanan pulang menuju rumah, Vee tidak menemukan hal yang mencurigakan seperti tanda-tanda kemunculan Chofa atau apa pun. Biasanya, Vee akan menangani Chofa yang ia temukan terlebih dahulu meski dalam perjalanan pulang, ia tidak mungkin bisa tidur nyenyak jika mendapati Chofa yang belum ia basmi.

Vee terlebih dahulu memastikan jika adiknya sudah tertidur nyenyak lewat jendela yang bisa ia intip, meski kamar tersebut gelap, Vee bisa menggunakan cahaya biru dari matanya untuk menerangi penglihatan. Setelah sang Adik sudah dipastikan tertidur, barulah Vee masuk melalui jendela kamarnya yang tidak ia kunci untuk keluar-masuk-jika menggunakan pintu depan bisa berisik dan membangunkan adiknya karena dekat.

Vee tidur dengan wujud kepala yang masih mengerikan setelah memastikan pintu kamar dan jendelanya terkunci rapat. Ia tidak menunggu sisa-sisa waktu dirinya menjadi manusia yang tidak utuh.

***

Pagi pun datang, namun matahari belum genap muncul di atas horizon. Vee sudah duduk termenung di atas kasurnya, ia akan keluar kamar saat matahari sudah sepenuhnya nampak agar wujud wajah cantiknya kembali. Vee memandang cermin sejenak, cahaya pagi cukup untuk menerangi kamarnya. Wajah tengkorak itu begitu jelas memantul di cermin yang terkadang membuat Vee kebingungan. Kenapa harus keluarga ini? Namun Vee tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti aturan keluarga yang sudah ada sejak dulu.

Beberapa menit lagi matahari sudah keluar dengan sempurna, Vee berdiri dan bersiap-siap untuk mandi, baju yang ia kenakan untuk tidur dilepas, sembari pandangnya tidak berpaling dari cermin untuk memastikan tak ada bagian tubuh yang terluka. Vee tersenyum tipis melihat tubuhnya yang masih indah nan mulus, namun seketika cemberut saat melihat wajahnya yang masih berwujud tengkorak.

Matahari sempurna keluar dari sarangnya, Vee kembali merasakan panas sama seperti saat matahari tenggelam. Sesaat setelah itu, wajah indah Vee kembali, mata yang besar dan bibir yang mungil, ditambah lekuk tubuh yang indah juga memiliki rambut panjang membuatnya menjadi idaman para lelaki di sekitar. Tak jarang kecantikan Vee memancing pelanggan datang, yang tadinya hanya mau melihat-lihat namun berbelok ke deal pembelian karena melihat wujud nan rupawan dari seorang gadis bernama Vee.

Setelah bersiap-siap, mandi, sarapan dan sebagainya, Vee mulai membuka gerai toko tanaman, sementara Feri-adik dari Vee-telah siap dengan seragam sekolah lengkap lalu lekas menaiki sepeda menuju sekolahnya setelah melambai tangan panjang pada sang Kakak.

Vee mengeluarkan beberapa tanaman utama agar terkena sinar matahari sekaligus menarik minat pembeli. Belum lama ia membuka toko, seseorang datang, lelaki berbadan tegap dengan sebuah pedang yang terselempang di bagian belakangnya. Pria itu adalah seseorang yang sangat dikenal Vee, ayahnya.

“Ayah! Masuk, Yah!” seru Vee mempersilakan ayahnya masuk. Tanpa jawaban, sang Ayah mengikuti seruan putrinya tersebut. “Mau minum apa, Yah?”

“Tidak usah, Ayah hanya ingin berbicara sebentar,” sangga sang Ayah.

Vee terdiam, dari raut wajah ayahnya terpancar sebuah keseriusan begitu kuat. Vee paham, ia duduk di kursi tepat di depan sang Ayah. Memasang telinga kuat-kuat agar tidak melewatkan satu hal pun yang akan ayahnya katakan. Ayah Vee bernama Fazl, beliau adalah salah satu perwakilan dari keluarga Avalos di aliansi Tiga Keluarga Besar (Akan diceritakan seiring berjalannya cerita).

“Sudah waktunya kau bertemu dengan iblis yang selama ini membantumu,” ujar datar sang Ayah.

Vee menelan ludah karena merasa jika masih terlalu dini untuknya bertemu sosok iblis yang selama ini berada di dalam diri gadis cantik itu. Anggota Keluarga Avalos sudah berteman dengan iblis semenjak umur mereka enam belas tahun. Sejak saat itulah, sosok iblis tersebut selalu mengiringi ke mana pun anggota keluarga tersebut berada, termasuk memberikan kekuatan saat dibutuhkan meski kecil.

Vee juga demikian, ia mendapatkan kekuatan beserta kutukan itu saat usianya enam belas tahun. Namun, untuk mendapatkan kekuatan sepenuhnya dari iblis itu, ia harus mendapatkan persetujuan iblis yang ada di dalam dirinya. Oleh karena itulah sang Ayah menyuruh Vee untuk segera bertemu dengan iblis yang ada di dalam dirinya.

Bertemu dengan iblis untuk mendapatkan kekuatan memiliki resiko yang sangat tinggi, jika iblis itu berhasil setuju berteman dengan cara yang mudah, maka itu adalah murni keberuntungan.

Hanya begitu apa yang disampaikan Fazl, kemudian pergi dengan menyisakan Vee yang masih termenung memandangi bangku sang Ayah yang telah kosong. Ia masih tidak percaya jika harus berhadapan dengan iblis yang membantunya sekarang. Takut, cemas, jika ia salah berucap saja, dirinya bisa dihabisi lalu sang Iblis keluar bebas. Mencari pengakuan iblis itulah yang menurut Vee sangat sulit. Namun, mau tidak mau, ia harus melakukannya, karena tidak bisa terus bergantung dengan kekuatan yang sekarang. Suatu saat, ia pasti akan menghadapi situasi yang sulit di mana ia tidak bisa mengandalkan kekuatannya yang setingkat saat ini.

Vee kembali ke depan, menjaga toko yang masih sepi di pagi hari. Ia duduk di kursi kasir-tempat di mana ada meja untuk menyimpan uang hasil jual-kemudian memejamkan mata. Salah satu cara untuk bertemu iblis di dalam diri anggota Keluarga Avalos adalah dengan memasuki alam bawah sadar diri masing-masing. Vee mencoba melakukan hal tersebut. Ditutupnya mata dengan releks, namun tetap menjaga agar tidak terjerumus ke alam tidur, semakin waktu badannya semakin tenteram, termasuk jiwa yang mengisi tubuh tersebut.

Vee mulai bisa memasuki alam bawah sadarnya, tubuhnya kini berdiri di sebuah pijakan yang entah terbuat dari apa. Rasanya seperti jelly namun tidak terlalu lengket. Seluruhnya putih, dari pandang depan, samping, belakang, atau atas maupun bawah, semuanya putih yang tidak diketahui ujungnya. Vee mencoba berjalan, meski agak kesusahan dengan lantai yang ia injak. Beberapa langkah tak satu pun ia temui sesuatu yang dicari. Ia terus berjalan, sampai di sebuah tempat yang berbeda dengan tempat lain, sebuah cahaya bersinar beberapa puluh meter di depan Vee, gadis itu berlari menuju cahaya yang dimaksud.

Beberapa saat kemudian ia sampai, di sana terdapat sesuatu yang sangat menakjubkan, sebuah kolam air yang penuh dengan ikan. Dari permukaan terlihat beberapa ikan berwarna emas dan merah, mata Vee merekah melihat pemandangan tersebut, begitu indah ditambah dengan beberapa pohon kelapa di sekitar. Lantai yang ia pijak juga seperti tanah sungguhan, tidak seperti di bagian lantai putih di mana terasa seperti jelly. Di salah satu sudut, Vee melihat seseorang yang sedang duduk, dia memancing ikan di kolam tersebut. Vee hendak menyapa namun urung ia lakukan karena orang tak dikenal itu lebih dulu menghadap ke arah Vee. Seorang wanita, wajahnya manis, bola matanya hitam indah, rambutnya sepanjang bahu, namun kulitnya pucat juga ada dua buah tanduk hitam khas Ras Iblis. Vee terpaku melihat sesosok makhluk yang ada di hadapannya tersebut.

“Permisi, Mba?”

“Mba?”

“Mba?”

Mata Vee terbuka lalu terkejut karena ada seorang pelanggan tepat di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status