Johan menghela nafas sambil menyandarkan punggung nya ke kursi jog. Di pijit nya kepalanya yang berdenyut lalu di lirik tubuh Anya yang terongkrok tak bergerak di samping nya dengan darah yang menetes-netes membasahi dashboard dan turun ke bawah.
Mata Anya melotot menatap nya, tanpa kehidupan.
Sekali lagi Johan menghela nafas panjang. "Aku memang sudah bosan dengan mobil ini." ia berucap sendiri sambil mengelus-elus stir mobil nya. "Tapi aku nggak sangak secepat ini." ia terkekeh geli.
Di luar suasana jalan raya begitu ramai dengan kendaraan yang susul menyusul mengejar waktu di pagi cerah dengan matahari nya yang terik di langit yang biru tanpa awan.
Johan memandang semua itu dari balik kaca mobil nya yang gelap. "Benar-benar hari yang indah." ia tersenyum, memperlihatkan wajah tampan nya yang sempurna.
Sangat kontras senyum Johan yang mengagumi pagi dengan mayat berkepala
Kalian dekat sekali ya ?" Kata Lira membuat Andreas menghentikan makannya dan melihat ke arah nya. Begitu pun dengan Rendy yang langsung menoleh ke arah nya."Mau bilang kami homo ?" tanya Andreas lalu tertawa.Lira langsung gugup karena tebakan Andreas sesuai dengan yang kini tengah ia pikirankan. "Bu, bukan !" ia menyangkal dan mengeleng-ngeleng kan kepala nya cepat."Itu gara-gara kebiasaan Anda yang selalu merangkul dan mengandeng tangan saya ketika di Kampus." Rendy berkata dengan nada serius. "Sekarang orang-orang bergosip kalau Tuan Muda dan Saya Homo." Rendy menghela nafas, tak habis pikir dengan tingah orang yang ia panggil Tuan Muda.Andreas tertawa terbahak. "Sini duduk sebelah ku Ren, aku suapi." ia menjulurkan sendok penuh nasi goreng ke arah nya dengan wajah jahil.Rendy melengos dan berdecak jengkel. Tuan Muda nya itu memang tidak pernah serius dan selalu main-main
Hari sudah menjelang malam dan Polisi serta Tenaga medis lain telah pergi. Johan pun sudah di pindah kan ke Ruang Perawatan kelas VVIP yang luas bak Hotel bintang lima dan privacy."Kenapa Kak Jasmine dan Kak James belum datang ?" Lira yang duduk di samping ranjang menatap Johan yang belum sadar dari bius nya dengan gelisah.Di pandangi Kakak yang sangat di sayangi nya itu dengan iba. Ia kaget dan sempat syok tadi ketika mendengar keterangan dari dua Polisi yang menangani kecelakaan yang meninpa Kakak nya tersebut."Ternyata Kakak sedang sakit..." Lira berguman sendiri saat mengingat Polisi yang tadi mengatakan jika di temukan beberapa obat sakit kepala di dalam tas ransel milik Kakak nya tersebut. Dan kemungkinan penyebab kecelakaan itu karena Johan mengantuk setelah mengkonsumsi obat tersebut.Dugaan itu di perkuat oleh pemeriksaan Dokter yang memang di temukan kandungan paracetamol dalam lam
Johan yang sudah dalam posisi setengah berbaring dengan ranjang rumah sakit yang telah di tinggikan itu tertegun. Wajah nya menunjukkan ekspresi syok, dan sesaat kemudian air mata nya luruh."Kakak..." Lira langsung memeluk nya. Ia ikut menangis."Ini salah ku, harusnya aku tak minum obat saat akan mengemudi." ia memeluk Lira semakin erat, mendekap nya lebih dalam seolah ingin menyatukan tubuh Lira ke dalam diri nya."Ini bukan salah Kakak, ini musibah." Lira mencoba menguat kan.Tanpa ia tahu, suara Kakak nya yang seperti tangis dan air mata nya yang mengalir itu palsu. Karna lihat lah, Johan yang sedang mendekap Lira dan menyandarkan wajah nya pada bahu kecil Adik nya itu tengah tersenyum penuh kengerian."Anya sampai meninggal..." Johan terisak, air matanya benar-benar mengalir, tapi ekspresi nya ganjil."Itu takdir Kak, Kakak harus tabah." Lira mele
Lira membuka mata lebar-lebar dan segera bangkit dari tidur nya."Kakak ?" dalam keremangan ia mendapati Johan yang telah duduk di pinggir ranjang tempat nya berbaring.Jantung nya berpacu lebih kencang karena sosok Kakak nya yang tengah duduk di tempat gelap seperti itu tampak menyeramkan.Tiba-tiba terbesit pikiran walaupun status mereka Kakak-Adik, tapi mereka tetap lah orang asing yang tidak memiliki hubungan darah."...Kak ?"Lira kembali memanggil. Namun Johan masih diam menatap nya. Membuat Lira sedikit beringsut menjauh dari nya."Aku nggak bisa tidur, Lir." akhirnya Johan menjawab.Entah karena ruangan itu dalam keadaan gelap dan hanya ada mereka berdua sehingga suara Johan membuat bulu kudu Lira meremang."Aku nyalakan lampu." Lira sudah bangkit berdiri."Jangan." Johan menghalangi Lira untuk bangun.&
Meskipun harus mengalami cidera kepala dan selama satu minggu lebih harus mendekam di Rumah Sakit, tapi Johan bisa tersenyum puas saat kasus di tutup dan hanya di anggap kecelakaan.Meskipun ada sedikit kejanggalan ketika penyelidikan, tapi dalam hal ini Johan patut berterima kasih pada Keluarga Besarnya. Tentu saja, karen Keluarga Prawira merupakan salah satu Keluarga terpandang di Kota itu dan hal mudah untuk membuat Kepolisian menghentikan penyelidikan dalam waktu cepat.Keluarga Anya memang tak menuntut apa-apa. Tapi di malam Anya di kebumikan, salah satu Perwakilan Keluarga Prawira datang dengan membawa sekoper penuh uang tanda duka cita."Papa mu memang nggak pulang, tapi dia perhatian dengan membereskan semua." Sonia yang duduk di kursi di pinggir ranjang tempat Johan berbaring sambil mengupas jeruk berkata.Johan terkekeh mendengar nya. "Apa aku perlu menjelaskan kenapa dia mau mengeluarkan u
Rendy menghela nafas sambil memandangi Andreas dan Lira dari kejauhan. Beberapa hari ini hubungan orang yang ia panggil Tuan muda bersama pacar barunya itu semakin dekat. Bahkan kini gadis itu sudah di ajak ke rumah. Seperti saat ini.Ragu-ragu Rendy berjalan mendekati pasangan yang tengah tertawa bahagia di pinggir kolam renang."Hei, Ren !" sapa Andreas saat melihat Rendy berjalan ke arahnya.Lira yang hendak menyuapkan satu sendok nasi beserta lauk kepada Andreas terkejut dan mengurungkan niatnya. Tapi dengan cepat Andreas memegangi pergelangan tangan gadis itu dan mengarahkan ke mulutnya.Wajah Lira memerah saat Andreas melahap nasi dari sendok yang ia pegang dalam jarak yang dekat."Ikut makan sini." ajak Andreas sambil mengunyah makananya."Saya sudah makan." jawab Rendy sambil duduk di antara mereka."Kak Rendy ada janji dengan Kak
Lira gemetaran melihat Andreas yang menindih Lelaki itu dan memukulinya berkali-kali sampai seluruh wajah Lelaki itu lebam dan berdarah."Mau mati hah, berani menyentuh milikku !?" bentak Andreas sambil melayangkan pukulanya yang kesekian kali ke wajah Lelaki itu.Entah Lelaki itu mabuk atau bagaiman, sudah di hajar sampai berdarah-darah masih juga tertawa.Tamu yang lain berkumpul, tapi hanya melihat tanpa berusaha melerai. Malah yang Lira simpulkan, mereka seperti menimati adegan perkelahian itu."Udah, lah, Bro." Bryan yang bersandar pada meja bar berkata santai sambil meneguk vodka dari gelas kecil dan memainkan setelah isinya habis ia minum."Salah gue di mana, Bro ?" Lelaki yang tergeletak dengan darah mengalir dari hidung itu terkekeh. "Elu kan memang model nya sekali pakai." ia tertawa."Tapi bukan berarti elu bebas pegang punya gue." Andreas be
Kakak ?" Lira terkejut dan mundur selangkah melihat Johan yang berjalan ke arahnya."Dari mana, Lir ?" tanyanya. Johan terlihat baik-baik saja untuk ukuran orang yang baru keluar dari Rumah Sakit dan mengalami kecelakaan hebat. Mungkin karena memang sebenarnya lukanya tak fatal dan hanya menyisahkan sedikit goresan memajang bekas operasi pada kepala bagian depannya yang kini tertutup rambut."A, aku.." Lira gugup. Dia bukan orang yang pandai berbohong."Aku pulang sejak pagi dan ingin memberimu kejutan. Tapi kau baru pulang larut seperti ini." Ekspresi Johan entak kenapa membuat Lira merinding. "Apa wajah Kakak memang seperti ini ?" Lira bertanya dalam hati.Johan berhenti tepat di depannya. Lelaki yang malam ini memakai kaos warna putih dengan celana pendek selutut itu membungkukkan sedikit badannya untuk mencium aroma samar yang ia kenal.Lira mundur dan merapatkan tubuhnya. "A