Share

Bab 4 - Pernikahan & Perjanjian

Plak!

Wajah Irina terlempar ke samping setelah tamparan keras dari Dewi, ibu dari Kevin, mendarat sempurna di pipinya.

“Mama!” Kevin berseru karena tak percaya dengan apa yang sudah dilakukan ibunya. Bahkan, dia segera menarik tubuh Irina ke belakangnya, menengahi karena dia tidak mau ibunya berbuat lebih jauh lagi pada Irina.

“Perempuan kurang ajar! Inikah balasan yang kamu berikan pada keluarga saya?! Kamu sudah melempar kotoran pada keluarga besar saya!” Dewi sangat marah. Sungguh.

Kevin adalah putra satu-satunya dari Keluarga Diningrat. Sejak dulu, Dewi ingin memiliki anak lain, jika bisa anak perempuan. Karena Tuhan tidak memberikan kesempatan tersebut, ia akhirnya menganggap Irina sebagai anaknya sendiri. Dewi membiayai Irina karena dia tahu, Irina adalah anak yang baik dan pintar. Ditambah, Irina mau bekerja keras. Saat Irina terjun di dunia permodelan dan sukses di sana, Dewi juga mendukung penuh.

Kini, Dewi tidak menyangka bahwa Irina akan mempermalukan keluarga besarnya sampai seperti ini. Andai saja Kevin belum memiliki tunangan, jika saja pernikahannya tak dilakukan bulan depan, mungkin Dewi tidak akan semarah ini.

“Maafkan saya, Ibu.”

“Jangan panggil saya Ibu! Saya bukan ibu kamu!” Emosi masih menyelimuti Dewi.

“Ma, udah, dong. Ini enggak akan selesein masalah.” Ayah Kevin akhirnya membuka suaranya. “Semua sudah terjadi, sekarang yang bisa kita pikirkan adalah apa yang harus dilakukan selanjutnya.”

“Gugurkan saja bayi itu!” Dewi berseru keras, membuat Irina dengan spontan melindungi perutnya. Sudah hampir enam bulan ia ditemani oleh bayinya, Irina sudah merasa sayang dengan bayinya.

“Mama!” Kevin mulai marah dengan ucapan ibunya.

“Kenapa? Kamu mau belain dia?”

“Ma, kehamilan Irina sudah cukup besar, tidak mungkin kita membunuh nyawa yang tak berdosa.” Ayah Kevin kembali menengahi. “Satu-satunya jalan adalah mereka harus menikah.”

“Papa gimana, sih?! Kevin bulan depan harus menikah dengan Rani!”

“Apa Rani masih mau menikah dengan Kevin setelah semua ini? Ma, semua ini sudah terjadi. Hubungan Rani dan Kevin sudah pasti berakhir.”

“Sampai kapan pun, Mama enggak akan mau mengakui dia sebagai menantu di rumah ini!” Setelah itu, Dewi pergi begitu saja meninggalkan ruang keluarga.

***

Sepanjang perjalanan menuju kembali ke apartemen, Irina hanya diam. Begitu pun dengan Kevin. Irina mengalihkan pandangan ke luar jendela, jemarinya tak berhenti mengusap lembut perut buncitnya. Sedangkan, air matanya sendiri tak berhenti menetes.

Irina benar-benar telah kehilangan semuanya. Tidak seperti dulu, ketika dia mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua Kevin dan Kevin, cinta dari Max, kasih sayang dari keluarga Max, karier yang bagus, dan semuanya.

Kini, semua berubah seratus delapan puluh derajat. Orang tua Kevin, yang sudah seperti orang tua kandungnya, kini sangat kecewa dan marah padanya. Begitu pun dengan Kevin yang makin bersikap dingin. Max sudah meninggalkannya, begitu pun dengan keluarga pria itu. Kariernya mungkin juga akan ikut hancur setelah ini.

Sampailah mereka di apartemen Irina. Masih tanpa bicara, Irina keluar dari mobil Kevin dan segera menuju ke apartmennya. Rupanya, Kevin ikut serta di belakang.

“Istirahatlah. Besok kita akan mengurus semuanya di kantor catatan sipil.”

Irina menatap Kevin seketika. “Maafkan aku.”

“Enggak perlu.” Hanya itu jawaban dari Kevin.

“Kevin, kita bisa berpisah setelah bayinya lahir, dan aku bersumpah aku tidak akan menuntut apa pun dari kamu. Maafkan aku, aku ingin hubungan kita seperti dulu lagi.” Irina tidak mampu menahan tangisnya. Dia benar-benar merasa sendiri sekarang.

Melihat Irina yang menangis, Kevin segera merengkuh tubuh perempuan itu hingga masuk ke dalam pelukannya. Dia tidak mampu berkata-kata lagi. Kevin tahu, kini Irina sedang merasa sendiri.

***

Mereka akhirnya menikah di sebuah kantor catatan sipil. Tidak ada siapa pun yang menghadiri pernikahan mereka selain mereka berdua dan tentunya para petugas pencatatan sipil. Irina tidak bisa menuntut lebih. Saat ini, status hukum untuk anaknya saja sudah cukup.

“Kita akan makan siang di rumahku.” Irina menatap Kevin seketika saat pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu membuka suaranya dan mengutarakan niatnya.

Sejujurnya, Irina merasa trauma kembali ke rumah Kevin setelah kejadian itu. Bukan karena Irina takut ditampar lagi, sungguh bukan karena hal itu. Irina hanya khawatir jika ibu Kevin atau yang lainnya akan mencelakai bayinya.

“Um, apa tidak bisa di rumah saja? Maksudku….”

“Aku mau pamit sama Mama dan Papa, sekalian mengemas pakaian.” Kevin memotong kalimat Irina.

“Um, sejujurnya, kamu  tidak perlu sampai meninggalkan rumah. Maksudku, pernikahan ini hanya untuk bayi, jadi kupikir….”

“Kamu pikir bahwa lebih baik kita tinggal sendiri-sendiri?” tanya Kevin kemudian.

Irina mengangguk. “Aku sudah siapkan surat kontrak yang lain sebenarnya.”

“Apa gunanya? Perjanjian pertama yang kamu buat saja tidak bisa kamu tepati.”

“Aku ngerti kamu masih kecewa dengan keputusanku yang jujur di depan publik. Maafkan aku.”

Kevin memalingkan wajahnya ke arah lain. “Sudahlah, lupakan semuanya. Kita akan tetap dengan rencanaku.”

Pada akhirnya, Irina tidak bisa menolak. Bagaimanapun juga, Kevin adalah suaminya dan entah mengapa, dia tidak bisa membantah jika Kevin yang memintanya.

***

Makan siang terjadi dengan suasana yang tidak enak, bahkan bisa dibilang, suasananya sangat canggung dan sunyi. Hanya ada Kevin, Irina, dan ayah Kevin saja. Sedangkan Dewi, ibu Kevin, ia memilih tidak makan daripada harus satu meja makan dengan Irina. Ya, Dewi benar-benar membenci Irina saat ini dan perempuan itu tak sungkan untuk menunjukkannya.

“Jadi, kamu akan menempati rumah kita yang satunya?” Pertanyaan ayah Kevin membuat Irina menghentikan pergerakannya. Dia tahu bahwa pertanyaan itu ditunjukkan pada Kevin, bukan padanya.

“Ya, Pa.” Kevin menjawab pendek. “Apartemen tidak cukup besar untuk bayi.”

“Apa ada yang bisa Papa bantu?” tanya ayahnya lagi.

“Papa sudah membantu banyak hal. Kevin hanya mau Papa jagain dan tenangin Mama. Kevin akan sering-sering pulang.”

Ayahnya hanya menghela napas panjang. “Bagaimana dengan Rani dan keluarganya? Ada kabar?”

Irina membeku setelah mendengar pertanyaan itu. Sedangkan Kevin, ia tampak menggeleng. Irina merasa bersalah, sungguh. Rani adalah orang yang baik dan Irina merasa ia telah menghancurkan impian perempuan itu.

Irina harus menemui Rani dan meminta maaf secara langsung padanya. Masalahnya, maukah perempuan itu bertemu dengannya lagi?

-TBC-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status