“Tidak ada apa-apa Nona Allisa!”“Nggak apa-apakan saya memanggil nama aslimu saja?” tanyanya.“Bo-boleh terserah Tuan saja,” jawabnya sedikit malas.“Sepertinya kamu tidak suka dengan pembicaraan ini, tenang saja saya tidak akan terlalu banyak berkomentar hanya saja saya ingin tahu siapa wanita yang akan saya pakai,” lanjutnya lagi.Perkenalkan nama saya Elang Pratama, kamu bisa memanggil saya Elang atau Tama terserah.”“Sekarang katakan kepada saya apakah kamu sudah menikah dan mempunyai anak dan di mana keluargamu?” Arlan kembali menatapnya dari balik kacamata hitamnya yang tidak Ingin dilepas.Allisa tersenyum sinis mendengar pertanyaan itu yang menurutnya terlalu pribadi.“Apa-apaan ini, rasanya aku ingin sekali menampar pipinya,” batinnya berkata dengan raut wajah marah.“Maaf Tuan Elang, kenapa Anda ingin tahu tentang kehidupan saya?”“Saya tekankan di sini kalau saya hanya bekerja dan tugas saya untuk melayani setiap klien untuk memuaskan dirinya ,apakah itu tidak cukup?” tan
“Bagaimana, kamu bisa membatalkan perjanjian kalian kan?” tanya Doni memastikan.“Oke nanti aku bicara lagi dengan orang itu,” jawabnya sedikit bingung.“Ayolah Bima, kamu pasti bisa, ini kesempatan langka loh!”“Bang, saya cari Allisa dulu, mungkin dia masih di kamar,” ucapnya mengalihkan perhatiannya.“Oke, suruh dia istirahat yang cukup karena besok malam wajahnya harus terlihat segar dan menarik, kamu paham kan maksudku?” “Beres Bang!”Bima meninggalkan Doni yang masih memandang selembar cek itu yang ada di tangannya dengan wajah bahagia.Bima segera mencari kamar yang tadi mereka berdua pakai.“Oh ini kamarnya.”“Tok! Tok!”“Sayang, apakah kamu masih di dalam?”“Iya masuk saja , pintu nggak di kunci!” teriaknya dari dalam.Setelah mendapat persetujuan dari Allisa, Bima pun masuk, tetapi dai sangat terkejut saat melihat kamar itu sangat berantakan, kamar yang di tata dengan cantik untuk meningkat hasrat kini menjadi porak-poranda.“Sayang apa ini, kalian bermain sampai begini?
Pria paruh baya itu ikut mengamati gelang itu yang ada di tangan Arlan sekarang.“Oh yang tadi namanya Ayumi, warga sini juga, kebetulan dia melihat Bapak yang hampir mau ditabrak sama kamu, untungnya dia cepat kalau tidak mungkin Bapak nggak bisa menemani Nak Arlan di sini,” jelasnya sambil tersenyum.“Saya belum sempat berterima kasih dengan gadis itu, apakah Bapak tahu di mana dia tinggal?” tanyanya lagi.“Tidak jauh dari sini, tetapi sebaiknya nak Arlan tidak malam ini, biasalah orang kampung sini kalau ada pria seganteng Nak Arlan bertamu malam-malam mereka akan menggosip yang tidak-tidak dan soalnya orang di rumahnya itu sangat sensitif.”“Maaf ini Nak Arlan, jika boleh tahu kenapa sampai tidak konsentrasi menyetirnya menang ada masalah begitu?” tanya Pak Tejo penasaran.“Nggak ada apa-apa, mungkin karena saya kelelahan dan bawaannya mengantuk itu saja,” kilahnya berbohong.“Oh begitu ...”“Ya sudah Pak, kalau begitu saya pamit pulang saja lagian sudah malam, permisi.”“Sudah
Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima subuh. Arlan terbangun saat mendengar suara azan berkumandang, tetapi saat menoleh dia tidak menemukan Allisa tidur di sampingnya.Dia pun mencari ke seluruh ruangan tetapi tidak menemukan sosok wanita yang sudah dinikahinya itu selama tiga tahun ini.“Bik Atun ada lihat Allisa nggak, apakah dia sudah pulang?” tanya Arlan saat melihat Bik Atun hendak ke kamar mandi bawah.“Belum pulang Den,” jawabnya singkat. Ada rasa kehilangan sekaligus kecewa, marah dengan istrinya sendiri, dia lebih memilih tidur di tempat lain, hatinya sudah mulai tertutup untuk bisa memaafkan perbuatan Allisa, apalagi saat dia tahu dulu sudah pernah berhubungan sampai hampir memiliki anak dan mereka pun sepakat untuk menggugurkannya.Banyak kebohongan Allisa yang baru diketahui oleh Arlan kalau selama ini mereka telah bersandiwara tentang cinta mereka.“Bik, kita salat berjamaah ya?”“Iya Den, silakan.”Mereka pun akhirnya salat berjamaah. Bik Atun sangat menyaya
“Apa ini yang kamu inginkan dari dulu? Apakah kamu tidak bahagia hidup denganku, katakan sejujurnya Allisa, apa kita tidak bisa bersama lagi dan kamu tidak menyesal dengan apa yang kamu katakan?” tanya Arlan memastikan dan mengiba.Arlan dapat melihat wajah Alisa yang mengejek dirinya, tetapi sebisa mungkin pria itu menahan gejolak emosinya agar tidak ketahuan kalau dia sudah bisa melihat dengan jelas. Tersungging sebuah senyuman kecil yang meremehkan diri Arlan.“Apakah aku harus menjelaskannya lagi, aku sudah muak dengan pernikahan ini Mas, aku ingin hidup bahagia, mungkin aku bukan wanita yang tepat untukmu.”“Aku sudah berusaha untuk mencintaimu selama dua tahun ini tetapi aku tetap tidak bisa mencintaimu, entahlah,” jawabnya tanpa ada rasa beban.“Kamu tidak mencintaiku karena kamu mencintai pria lain kan atau kamu bertemu dengan mantan kekasihmu dulu?” Ucapan Alan membuat Allisa terkejut tetapi sebisa mungkin wanita cantik itu berusaha untuk tidak terlihat gugup menanggapi semua
Arlan sudah berganti pakaian dengan penampilan culunnya berkaca mata tebal, rambut dengan tatanan belah tengah dan minyak rambut yang banyak sehingga terlihat mengkilap. Memakai sweter tanpa lengan berwarna cokelat dan dipadupadankan dengan kemeja kotak-kotak berwarna cream muda dan celana panjang kain dengan warna cokelat tua dan sepatu hitam, dan tidak lupa membawa tongkat lipat untuk berjaga-jaga yang dia selipkan di dalam kemejanya. Setelah dirasa sudah cukup berdandan dia pun keluar dari kamarnya.“Bik, bagaimana penampilan Saya?” tanya Arlan ketika telah sampai di bawah anak tangga dan berdiri tepat di hadapannya.Bik Atun memperhatikan dari ujung kaki sampai ujung rambut, penampilan yang sama saat bertemu dengan Allisa saat itu. Wajahnya pun menunjukkan ekspresi datar dan sedikit kecewa.“Apa yang Aden lakukan? Kenapa tidak berpenampilan seperti biasa saja, kembali ke kehidupan nyata Aden?” cercanya dan kembali ke dapur meninggalkan sang majikan begitu saja.Arlan mengiku
Sampai di ruangan VVIP, Arlan pun langsung mengetuk pintu dan masuk, diikuti oleh Panji dari belakang. Terlihat seorang pria tua yang berambut putih sedang duduk menyenderkan tubuhnya di tempat tidur sembari membaca majalah bisnis yang selalu di bawanya.“Opa?” panggil Arlan dan menghampiri orang tua itu dan mencium punggung tangan yang sudah berkeriput.“Alhamdulillah, akhirnya kamu bisa datang Arlan, apakah harus menunggu Opa masuk rumah sakit jadi kamu bisa menemui Opa?” tanyanya dengan nada sinis.“Bagaimana keadaan Opa, apakah ada yang serius, apa kata Dokter?” tanya Arlan sedikit khawatir.“Opa pikir kamu tidak khawatir lagi dan sudah tidak mau menjenguk orang tua renta ini, karena masih marah,” sindirnya dan membuang majalah itu di sampingnya.“Ya bagaimanapun juga Anda adalah keluarga saya, dan masih menghormati sebagai orang yang di tuakan,” jawabnya datar.“Kamu masih marah dengan Opa?”“Opa baik-baik saja, hanya terkena serangan jantung sedikit,” sahutnya santai dan te
Pria tua itu membetulkan posisi duduknya dan kemudian menatap Arlan yang masih berdiri dengan angkuh tidak mau mendekat kepada dirinya.“Sebelum meninggal Arum menitipkan Axel dengan Opa dan dia mengatakan semuanya kalau Axel bukanlah anak kandung papa kamu dan dia juga sudah tahu saat menikahinya, ternyata papa kamu hanya ingin melindungi dan memberi nama keluarga kita agar anak itu tidak terlantar.” Opa juga tidak mungkin membiarkan Axel pergi dari keluarga kita karena namanya sudah ter sematkan dengan nama Keluarga Atmaja tetapi bukan berarti dia yang akan mengendalikan semuanya, karena Opa masih percaya dengan kamu.”“Opa akui sangat keras sama kamu karena untuk mendidik kamu agar lebih kuat dalam dunia bisnis, Arlan. Tidak semua apa yang kamu lihat di depan mata kamu adalah kenyataan, semua banyak tipu muslihat dan kamu harus selalu waspada dengan di sekelilingmu.”“Axel memang Opa tempatkan di sana agar tidak mengganggu kamu, dia yang akan mengurus bisnis kita di luar negeri,