Wulan melengos meninggalkan Bu Ratna yang masih mematung, wanita paruh baya itu terlihat cemas. Ia takut kebusukannya selama ini akan terbongkar."Gawat, jika si Mbok melaporkan semuanya pada si Wulan, itu artinya Wulan sudah tau rencana jahatku padanya. Ini tidak bisa dibiarkan, sebelum si Wulan mengadu pada Fatih, aku harus terlebih dulu mengusir wanita karatan itu dari rumah ini!" batin Bu Ratna geram. "Bu! Kenapa masih berdiri disini? Ayo masuk!" ucap Fatih membangunkan lamunan Bu Ratna. "Gimana Ibu mau masuk, dari tadi istrimu itu tidak mempersilahkan ibu untuk masuk. Kamu lihat sendiri kan, dia nyelonong gitu saja meninggalkan ibu. Bukannya mengantar ibu ke kamar, malah pergi gitu aja!"Fatih membuang nafas kasar mendengar aduan ibunya. Ia yang memang tengah kesal kepada Wulan pun akhirnya berteriak memanggil istrinya."Wulan! Wulan! Cepat kemari!" "Ada apa sih, Mas? Ko teriak-teriak?" jawab Wulan bergegas menghampiri suaminya."Kamu dari mana aja? Kenapa kamu tidak mengajak i
Foto yang memperlihatkan Fatih tengah bercumbu dengan seorang wanita yang berpakaian sexy dengan belahan dada terbuka lebar. Seketika mata Wulan memanas, butiran bening lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Saat ini hatinya begitu terluka, ia benar-benar tidak menyangka jika suami yang sangat ia sayangi bermain api di belakangnya. Wulan kembali menatap layar benda pipih di tangannya. Kali ini ia melihat sebuah foto yang memperlihatkan Fatih sedang menyerahkan sebuah paper bag kepada gadis itu. Wulan memperbesar gambarnya lalu berkata. "Tidak salah lagi, itu adalah paper bag berisi lingerie yang aku temukan di dalam koper Mas Fatih. Jadi wanita itu pemiliknya? Siapa sebenarnya wanita itu? Aku harus mencari tau siapa dia! Aku tidak akan tinggal diam, Mas. Selama ini kau selalu bilang, hanya aku wanita yang kau sayangi. Tapi nyatanya, kau berselingkuh dengan perempuan lain diluar sana, kita lihat saja' Mas, aku pastikan kau akan menyesal," ucap Wulan menyeka air matanya kemudian seg
"Ya allah, si Mbok kenapa, Buk? Apa yang telah terjadi dengan si Mbok? Kenapa si Mbok seperti ini?" ucap Wulan panik. Ia memberondong pertanyaan pada Ibu mertuanya. Tangannya segera merangkul kepala si Mbok yang tergeletak di lantai yang licin penuh dengan pecahan mangkuk berisi sayur dan lauk berhamburan di lantai."Pembantumu itu ceroboh, Wulan. Dia terjatuh saat akan membawa makanan ke meja makan," sahut Bu Ratna dengan entengnya. "Apa, terjatuh? Ko bisa?" tanya Wulan heran, ia menatap wajah Ibu mertuanya yang masih berdiri tanpa menolong."Ya jelas bisa lah, ini semua karena dia itu tidak becus kerja. Dia itu ceroboh, sudah berapa kali saya bilang, jangan mempekerjakan orang tua seperti dia. Kamu lihat sendiri' kan, semuanya jadi berantakan seperti ini? Dia itu hanya bisa menyusahkan saja!" Cerocos Bu Ratna tanpa ada rasa simpati sedikitpun.Tanpa mendengarkan celotehan Ibu mertuanya, Wulan segera beranjak dan berlari keluar meminta pertolongan para tetangga, beruntung mereka sig
Sore berganti malam, Wulan masih berada di rumah sakit menemani si Mbok. Berulang kali ia mengecek ponselnya, berharap suaminya segera menghubunginya. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi. Karena pesan yang ia kirim saja hanya dibaca, Fatih sama sekali tidak membalasnya. "Cepat sekali kamu berubah, Mas. Apa sebenarnya yang telah diberikan wanita itu padamu? Padahal–dulu kamu tidak pernah mengabaikan pesan dariku, tapi sekarang–ck, jangankan untuk membalas pesanku, untuk menerima panggilanku saja kau tidak mau," lirih Wulan dalam hati. "Non Wulan mau kemana?" tanya si Mbok saat Wulan beranjak dari duduknya."Wulan mau pulang sebentar, mau mandi dan bawa baju ganti untuk si Mbok. Nanti Wulan balik lagi kesini," "Tapi Non–dirumah tidak aman. Nyonya besar dan Non Sarah bisa saja mencelakai Non Wulan, sebaiknya Non Wulan jangan pulang sekarang, si Mbok khawatir Non," ucap Mbok Romlah cemas."Si Mbok tenang aja, Wulan akan baik-baik saja, Mbok tidak usah khawatir. Itu rumah Mas Fatih,
Wulan masuk ke dalam kamarnya, diikuti oleh Fatih yang mengekor di belakangnya. Pria itu tampak acuh, ia bahkan tidak menanyakan kondisi si Mbok. Padahal dulu ia sangat perhatian pada asisten rumah tangganya itu. Namun, akhir-akhir ini sikap Fatih benar-benar berubah. "Kamu nyari apa, Mas?" tanya Wulan pada suaminya yang terlihat mondar-mandir kebingungan."Handuk, dimana handuknya?" tanya Fatih yang mulai menanggalkan pakaiannya. Seketika terlihat noda merah di leher dan dada bidang pria itu. Wulan terbelalak, matanya memanas, dadanya terasa sesak. Ada rasa nyeri di relung hati terdalamnya."Wulan! Kamu budek apa gimana sih? Mana handuknya? Aku mau mandi, cepat ambilkan!" teriak Fatih membuat Wulan terperanjat dari lamunannya. Padahal hampir saja butiran bening itu lolos dari pelupuk wanita berhidung bangir itu."Se-sebentar Wulan ambilkan," sahutnya melengos keluar dari kamar. Wulan terisak, rasanya baru kemarin suaminya bersikap manis padanya tapi sekarang sikapnya telah berubah 1
Gegas Wulan keluar dari rumahnya menghampiri mobil taxi berwarna biru muda yang sudah menunggunya di depan.Tujuan utamanya adalah bertemu dengan Joko di restoran yang letaknya tak jauh dari rumah sakit. Setelah menembus kemacetan ia pun tiba di restoran khas Sunda itu. Kakinya melangkah pasti menuju meja VIP yang telah ia pesan. Disana Joko sudah menunggunya dengan sebuah bungkusan yang sudah di kemas rapih."Maaf menunggu lama, dijalan cukup macet," ucap Wulan menarik kursi dan duduk di depan pria berpenampilan preman itu."Tidak apa, Buk. Kebetulan saya juga baru tiba. Oh iya, ini barangnya sudah saya kemas sesuai permintaan ibu," "Bagus!" ucap Wulan tersenyum saat melihat apa yang ia dapatkan. Sebuah dompet, dua ponsel dan beberapa perhiasan yang jika dijual nilainya bisa mencapai puluhan juta.Wulan mengambil dompet dan ponselnya, kemudian memberikan perhiasan itu pada Joko."Ini bagian kamu!" ucap Wulan. "Ya-yang bener, Buk? I-ini semua buat saya?" sahut Joko dengan mata berb
"Bu, kita sudah sampai!" ucap sopir taxi itu membangunkan lamunan Wulan."Oh iya, Pak. Ini Pak, ambil saja kembaliannya," ujar Wulan memberikan selembar uang seratus ribu pada sopir taxi itu kemudian bergegas turun dan berjalan menuju lobby rumah sakit."Bagaimana kondisi Bu Romlah, Sus?" tanya Wulan saat dirinya tiba di kamar inap si Mbok."Alhamdulilah, Buk. Kondisi Bu Romlah stabil, selang infusnya sudah saya ganti, beliau juga sudah minum obat,""Syukurlah kalau begitu, terima kasih banyak ya' Sus, telah menjaga Bu Romlah selama saya pergi,""Iya Buk, sama-sama. Kalau begitu saya permisi keluar dulu ya, Bu" ucap Suster berhijab putih itu kemudian dijawab anggukan kepala oleh Wulan.Melihat si Mbok tertidur pulas, Wulan pun tersenyum lega. Ia mulai memasukkan barang-barang yang dibawanya ke dalam nakas."Aku harus segera mengecek isi ponsel Mbak Sarah, aku harus tau … rahasia apa yang ada di dalamnya," ucap Wulan berjalan menuju sofa yang terletak di samping ranjang pasien.Wulan m
"Aku harus segera menemui Dokter Riska. Aku harus menceritakan semua ini padanya," ucap Wulan. Ia pun segera mengganti tujuan. "Maaf, Pak. Kita tidak jadi ke rumah sakit Aksara Medica, kita ke Rumah sakit Anugerah saja!" ujar Wulan dan langsung di iyakan oleh supir taxi yang ia tumpangi.Setelah menembus kemacetan Ibu kota, Wulan pun tiba di rumah sakit tempat Dokter Riskan praktek hari ini. Tanpa membuang waktu, wanita dengan rambut panjang itu pun segera masuk ke dalam ruangan Dokter Riska."Apa kabar Ibu Wulan?" sapa Dokter Riska ramah. Melihat Wulan yang tampak panik Dokter Riska pun segera mempersilahkan tamunya itu untuk duduk."Jadi–apa yang ingin Ibu sampaikan pada saya?" tanya Dokter Riska to the point."Ini Dok, coba dokter lihat sendiri catatan ini!" ucap Wulan menyerahkan ponsel milik Sarah itu pada Dokter Riska. Seketika dokter cantik itu pun menutup mulutnya tak percaya. "Astagfirullah, Bu Wulan, ini catatan milik siapa?" tanya Dokter Riska."Itu milik Kakak ipar saya,