Share

Cerita Wulan yang janggal

"Astagfirullah ibu, tega sekali ibu berkata seperti itu?" ucap Wulan lirih. Wajahnya memerah dengan mata berembun. Kali ini hatinya benar-benar terluka dengan perkataan ibu mertuanya itu.

"Wulan juga ingin seperti wanita lainnya, Bu. Wulan ingin melahirkan dan punya anak. Wulan juga ingin sekali memberikan ibu cucu. Keguguran itu bukan atas kehendak Wulan. Jika Wulan boleh memilih, Wulan juga tidak ingin kehilangan janin Wulan,"

"Alah, omong kosong! Jika kamu memang tidak ingin kehilangan janinmu, harusnya kau jaga kandunganmu dengan baik, kau itu memang tidak becus menjadi calon ibu!"

"Sudah, Bu, cukup!" ucap Sarah menghentikan ucapan ibunya yang sudah kelewat batas.

"Kamu tidak usah ikut campur, Sarah! Ini urusan ibu dengan Wulan,"

"Jika yang ibu permasalahkan adalah anak, itu berarti urusan Sarah juga, Bu. Ibu terus menerus menuntut Wulan untuk punya anak, tapi ibu lupa jika anak perempuan ibu juga belum bisa ngasih ibu cucu! Umur Sarah sudah hampir 35 tahun, Bu, tapi sampai saat ini Sarah belum pernah merasakan yang namanya hamil dan punya anak! Sarah belum bisa ngasih ibu cucu. Ucapan ibu kepada Wulan membuat Sarah terluka, Bu. Ibu menghina Wulan' itu sama saja dengan ibu menghina Sarah," ujar Sarah panjang lebar. Bibirnya bergetar dengan dada bergemuruh. Hatinya sungguh terluka mendengar setiap ucapan ibunya itu.

"Jangan samakan kamu dengan perempuan parasit ini Sarah. Kalian jelas berbeda! Kamu tidak memiliki anak itu bukan salah kamu, tapi salah suamimu yang meninggalkan kamu begitu saja demi pelacur murahan itu!" Sanggah Bu Ratna membela Sarah.

"Terserah ibu mau bilang apa, yang jelas' Sarah tidak suka jika ibu terus menerus menuntut Wulan untuk memberi ibu cucu," tegas Sarah pada ibunya.

"Ayo Wulan, Mbak antar kamu ke kamar," ajak Sarah. Mereka pun meninggalkan Bu Ratna seorang diri di ruang keluarga.

'Keterlaluan! Sarah dan Fatih sama saja! Sama-sama sudah dihasut oleh parasit itu,' gumam Bu Ratna kesal. Wanita paruh baya itu pun segera menghempaskan bokongnya di atas sofa.

***

"Kamu nggak usah dengar perkataan ibu barusan, mungkin ibu lagi emosi. Nggak usah kamu ambil hati, lupakan semuanya, jangan jadi beban," ucap Sarah saat mereka tiba di kamar Wulan.

"Iya, Mbak. Wulan ngerti' ko, Wulan paham bagaimana perasaan ibu saat ini. Ibu pasti kecewa karena Wulan keguguran lagi. Ibu pasti sudah sangat berharap bisa dapat cucu dari Mas Fatih," sahutnya menyeka air mata yang terus mengalir membasahi wajahnya.

"Sudah nggak usah nangis lagi, hapus air mata kamu, lebih baik kamu segera istirahat. Jangan mikir macem-macem, kamu disini nggak sendiri, ada mbak yang akan selalu menjaga kamu," Sarah berusaha meyakinkan adik iparnya.

"Iya, Mbak. Terimakasih," jawab Wulan. Ia benar-benar beruntung memiliki Kakak ipar sebaik Sarah. Tidak bisa dibayangkan jika sikap Sarah sama seperti ibunya, Wulan pasti akan jauh lebih menderita.

"Kalau gitu mbak turun dulu yah! Kalau Mbak lama-lama disini takutnya ibu semakin murka, Mbak mau nemenin ibu di bawah. Kalau ada apa-apa kamu panggil aja Mbak atau si Mbok," ujarnya. Ia pun segera pergi meninggalkan kamar Wulan.

Wulan merebahkan tubuhnya di kasur, kata-kata ibu mertuanya masih terngiang di telinga. Rasa khawatir dan takut menjadi satu, Wulan paham betul bagaimana sifat Bu Ratna. Ia pasti akan melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya. Saat ini Wulan rapuh, ia tidak tahu harus berbuat apa. Entah sampai kapan ia akan bersabar menghadapi sikap mertuanya itu.

Kring! Kring!

Ponselnya berdering, dengan cepat Wulan mengambil benda pipih yang berada di atas nakas. "Bude Ruti?" ucapnya menatap layar berukuran 6,5 inchi itu.

Wulan kembali menyeka air matanya sebelum berbicara dengan Bude Ruti.

Dengan ragu-ragu ia pun mulai menggeser tombol hijau di layar, dan seketika suara halus itu menyapa Wulan dengan penuh kecemasan.

"Assalamualaikum' nduk. Bagaimana kondisi kamu sekarang? Bude sangat khawatir nduk," ucap Bude Ruti cemas.

Bude Ruti adalah orang yang merawat dan membesarkan Wulan. Sejak kedua orang tua Wulan meninggal, Bude Ruti lah yang mengasuh Wulan. Ia adalah Kakak kandung mendiang ibu Wulan.

"W*-waalaikumsalam, Bude. Kabar Wulan baik, Bude sendiri bagaimana?" sahutnya terbata.

"Kamu itu bikin Bude cemas, Nduk. Kenapa kamu tidak memberitahu bude jika kamu keguguran?"

"Maafkan Wulan, Bude … Wulan tidak ingin membuat bude khawatir. Bude tau dari mana jika Wulan keguguran?"

"Suamimu yang memberitahu Bude, barusan dia menelpon Bude dan bilang jika kemarin malam kamu keguguran," terang Bude Ruti.

"Kalau ada apa-apa itu harusnya kamu cerita sama Bude, jangan seperti ini! Sekarang kondisi kamu bagaimana? Bude ke rumahmu sekarang' ya, Nduk, Bude khawatir,"

"Ja-jangan Bude! Kondisi Wulan sudah stabil, Wulan sudah baikkan. Lagipula disini sudah ada Ibu dan Mbak Sarah yang menemani Wulan,"

"Tapi nduk, …"

"Wulan mohon Bude, percaya sama Wulan. Wulan baik-baik saja, kalau Bude ke Jakarta, nanti siapa yang merawat Pakde?" ucap Wulan terus berusaha meyakinkan Bude Ruti agar beliau tidak datang ke Jakarta. Ia tidak ingin merepotkan wanita berusia enam puluh tahun itu.

"Ya sudah kalau itu maumu, nduk! Bude tidak akan maksa," sahut Bude Ruti pasrah. Walau dalam hati kecilnya ia yakin jika keponakannya itu sedang tidak baik-baik saja. Terlebih setelah mendengar suara Wulan yang begitu parau, ia semakin yakin jika Wulan sedang dalam masalah besar.

"Kalau Bude boleh tau, kenapa kamu bisa sampai keguguran' nduk? Kamu jatuh?" tanya Bude Ruti penasaran.

"Tidak Bude, Wulan tidak jatuh,"

"Terus kenapa? Kamu kecapean habis mengangkat yang berat-berat?"

"Tidak juga bude,"

"Lantas apa yang membuatmu keguguran lagi? Bukannya tiga hari lalu kamu menelpon Bude dan memberitahu jika kandunganmu baik-baik saja? Saat USG' Dokter juga bilang kandunganmu sehat dan tidak lemah' kan? Terus kenapa bisa keguguran?"

"Iya Bude, Wulan juga tidak tau kenapa bisa keguguran. Padahal tiga hari lalu saat Wulan periksa ke dokter semuanya baik-baik saja. Dokter meyakinkan Wulan jika bayi dalam kandungan Wulan sehat," jelas Wulan.

"Kemarin malam saat pulang kerja, Mas Fatih bawain banyak makanan. Kami berdua makan bersama, setelah acara makan malam selesai semua baik-baik saja. Tapi tengah malam sekitar pukul 2 dini hari perut Wulan terasa sakit, kepala Wulan juga pusing, Wulan mual dan muntah-muntah. Setelah itu Wulan pendarahan di kamar mandi. Mas Fatih panik, dia langsung membawa Wulan ke rumah sakit, setelah itu Wulan tidak sadar. Namun, saat Wulan siuman, Mas Fatih bilang jika Wulan keguguran," penjelasan Wulan yang panjang lebar membuat Bude Ruti berpikir keras. Wanita paruh baya itu merasa ada yang janggal dengan cerita Wulan.

'Apa jangan-jangan ada seseorang yang sengaja ingin menggugurkan kandungan Wulan?' Batin Bude Ruti menerka-nerka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status