"Halo, Bude? Bude masih disitu' kan?" tanya Wulan memastikan setelah beberapa saat tidak ada suara dari Bude Ruti. "I-iya' Wulan, halo. Bude masih disini," jawab Bude Ruti seolah terbangun dari lamunannya."Wulan kira Bude pergi, soalnya tidak ada suara," "Oh, nggak Wulan. Bude cuma …," ucapnya terjeda."Cuma apa bude?""Bude cuma bingung aja,""Bingung? Bingung kenapa?""Emm, anu Wulan. Tadi' kan kamu bilang kamu sakit perut setelah makan malam itu, bude cuma heran aja Wulan. Kamu yakin tidak melakukan aktivitas lagi setelah itu? Kamu tidak beres-beres atau mengangkat yang berat-berat' kan? Atau … kamu ada minum dan makan sesuatu?" tanya Bude Ruti memastikan."Yakin, Bude. Orang setelah makan malam itu Wulan dan Mas Fatih langsung istirahat. Wulan tidak beres-beres, malah langsung tidur setelah sholat isya," jawab Wulan yakin."Aneh," sahut Bude Ruti membu
"I-ibu? Se-sejak kapan ibu berdiri disitu?" tanya Wulan dengan bibir bergetar menatap Bu Ratna yang berdiri berkacak pinggang dengan mata melotot penuh curiga."Seharusnya saya yang bertanya sama kamu, ngapain kamu mengobrak-abrik tong sampah itu?! Apa yang kamu maksud dengan petunjuk, Wulan? Petunjuk apa yang sedang kamu cari?" tanya Bu Ratna membuat Wulan semakin kikuk dan serba salah harus menjawab apa."Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tuli Wulan? Kamu tidak mendengar apa yang saya tanyanyakan, hah?" Melihat Wulan terdiam dengan wajah panik, Bu Ratna pun kembali bertanya dengan nada tinggi."A-anu, Bu, ma-maksud Wulan, petunjuk gelang Wulan yang hilang, Bu" sahut Wulan terbata-bata."Gelang?" ucap Bu Ratna memicingkan matanya."I-iya, Bu. Gelang Wulan hilang, sepertinya jatuh di tong sampah ini saat Wulan buang sisa makanan," jawab Wulan berbohong. 'Semoga saja ibu percaya dengan jawabanku,' batin Wulan cemas."Gelang apa? Memangnya
Melihat sikap Sarah yang gugup dan tidak langsung menjawab pertanyaannya, Wulan pun semakin penasaran. "Mbak Sarah? Kenapa diam? Apa maksud Mbak Sarah itu Mas Fatih?" Lagi Wulan menegaskan pertanyaannya."Y-ya bukan lah, Wulan. Ka-kamu ini ada ada saja, masa iya Fatih kepergok tidur bareng Eva. Aneh-aneh aja," sahut Sarah terbata-bata. Sarah terlihat semakin gugup dan salah tingkah, Ia berusaha mengalihkan pandangannya dari sang adik ipar."Terus siapa?" tanya Wulan mengerutkan dahinya."Fa-fatur! Iya Fatur, itu lho temennya Fatih waktu kuliah dulu. Kamu pasti nggak kenal' kan?" Mendengar jawaban Sarah, Wulan pun menggeleng seketika."Emang Mas Fatih punya teman yang namanya Fatur?"
"Ibu berbicara dengan siapa? Kenapa dia menyebut nama Mas Fatih?" gumam Wulan dalam hati penuh tanya. Ia segera bersembunyi di belakang pilar saat ibu mertuanya bangkit dan beranjak meninggalkan ruang tamu. Beruntung Bu Ratna tidak melihat Wulan, jika sampai Wulan ketahuan menguping Bu Ratna pasti akan murka.Gegas Wulan membawa alat pelnya ke ruang tamu, dengan hati-hati ia memunguti satu persatu pecahan beling yang berserakan di lantai."Apa jangan-jangan ibu berbicara dengan gadis yang bernama Eva itu? Tapi–untuk apa ia menyuruh gadis itu menemui Mas Fatih? Apa jangan-jangan Ibu sengaja merencanakan semua ini?" Lagi Wulan menerka. Ia benar-benar tidak tenang setelah mendengar percakapan itu."Aku harus segera menelpon Mas Fatih, aku harus mencari tau semuanya. Ini pasti ada yang tidak beres," batin Wulan. Selesai mengerjakan tugasnya ia pun kembali ke kamar, mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasur dan segera menghubungi Fatih.Tiga kali Wulan mencoba menghubungi Fatih. Namu
"Pokoknya saya tidak mau pesan makanan online! Lebih baik sekarang kamu cepat ke dapur, siapkan makan malam untuk saya! Malam ini saya ingin makan ayam bakar dan plecing kangkung," ucapnya dengan nada tinggi.Wulan menarik nafas panjang, berusaha menetralkan perasaannya. Ia tidak boleh terlalu memikirkan ucapan menyakitkan dari mulut ibu mertuanya. Wulan akan buktikan jika ia tidak seperti apa yang diucapkan Bu Ratna. Menyiapkan makan malam itu hal yang mudah. Wulan sudah terbiasa melakukan itu untuk sang suami. Gegas Wulan berjalan menuju lemari es berukuran besar itu, ia masih memiliki banyak bahan makanan yang bisa di olahnya. Namun, Wulan begitu terkejut saat pintu lemari es dibuka, tidak ada satupun bahan makanan di dalamnya. Wulan bingung dan heran, kemana semua sayur, buah dan daging yang ia beli? Kenapa semua tidak ada di dalam kulkas? Padahal satu hari sebelum Wulan keguguran, ia sudah berbelanja kebutuhan dapur untuk dua minggu kedepan. Aneh!"Kenapa masih bengong, Wulan?
Dengan perasaan yang berkecamuk Wulan pergi ke dapur. Mengolah plecing kangkung dan ayam bakar yang dipesan ibu mertuanya. Api amarah bersarang dalam diri Wulan. Sudah cukup rasanya selama ini dia dihina dan diperlakukan tidak baik oleh ibu dari suaminya itu. 'Ibu pikir orang pendiam itu akan terus-menerus pasrah saat di intimidasi? Tidak, Bu. Jika ibu berpikir seperti itu, ibu salah. Aku rasa sekarang sudah saatnya aku membela diri dan membalas ulah jahat ibu selama ini' batin Wulan.***Satu jam sudah Wulan berjibaku dengan olahan makanannya di dapur, aroma ayam bakar yang menggoda membuat siapapun yang menciumnya pasti akan merasa lapar. Tak lupa dengan plecing kangkung dan tempe mendoan yang sudah siap ia tata di atas meja makan. Kini tinggal ayam bakar yang belum ia bawa ke meja makan. Wulan menoleh ke arah pojok pintu dapur, matanya tertuju pada bangkai hewan yang tergeletak di samping tempat sampah.Dengan senyum mengembang di bibirnya, Wulan bergegas mengambil bangkai keco
Wanita paruh baya itu mendorong tubuh Wulan, ia pun segera berjalan menuju meja makan untuk mengambil ponselnya."Kamu liat nih' Wulan! Saya akan adukan semua ini pada Fatih! Saya yakin, setelah ini Fatih pasti akan menceraikanmu," ucap Bu Ratna menekan tombol panggil di layar benda pilih miliknya. Tak lama kemudian sambungan pun terhubung."Halo, Bu. Ada apa?" suara Fatih terdengar jelas karena Bu Ratna sengaja mengaktifkan tombol loudspeaker di ponselnya."Halo Fatih, istrimu sudah keterlaluan Fatih. Dia mau membunuh ibu! Dia meracuni ibu dengan memasukan kecoa ke dalam masakannya," ucap Bu Ratna menggebu-gebu."Maksud ibu apa? Kenapa ibu bicara seperti itu?" tanya Fatih keheranan."Wulan mencampur kecoa ke dalam ayam bakar yang ia masak untuk ibu, Fatih! Dia sengaja ingin meracuni ibu!""Hm, ibu ini ada-ada saja, mana mungkin Wulan melakukan itu? Udah ah, Bu. Jangan aneh-aneh," sahut Fatih tidak percaya dengan ucapan ibunya."Ibu serius, Fatih. Kamu tidak percaya sama ibu? Nih, kam
Wulan memilih tidak mendengarkan ocehan ibu mertuanya itu. Ia pun segera masuk ke kamarnya.Dering ponsel berbunyi saat Wulan tiba di kamar. Sebuah panggilan masuk dari Fatih. Segera Wulan menggeser tombol hijau di layar, terdengar suara Fatih memanggil namanya."Halo, Wulan. Kamu baik-baik saja' kan? Maafkan aku, tadi ponsel sengaja aku matiin. Jadi aku baru liat pesan yang kamu kirim," jelasnya panjang lebar."Iya, Mas, tidak apa' yang penting kamu baik-baik saja. Aku hanya khawatir karena tidak biasanya kamu mematikan ponselmu," "Apa yang telah ibu lakukan sama kamu, Wulan? Apa ibu menyakiti kamu? Terus--kenapa si Mbok mendadak pulang kampung tanpa meminta ijin padaku?" tanya Fatih khawatir."Wulan juga tidak tau kenapa si Mbok pulang mendadak, dia juga tidak pamitan sama Wulan, tapi sepertinya ini sengaja direncanakan oleh ibu,""Sengaja direncanakan? Maksud kamu?" tanya Fatih heran mendengar jawaban Wulan."Iya–sepertinya ibu sengaja menyuruh si mbok pulang agar semua tugas si m