"Halo, Bude? Bude masih disitu' kan?" tanya Wulan memastikan setelah beberapa saat tidak ada suara dari Bude Ruti.
"I-iya' Wulan, halo. Bude masih disini," jawab Bude Ruti seolah terbangun dari lamunannya."Wulan kira Bude pergi, soalnya tidak ada suara," "Oh, nggak Wulan. Bude cuma …," ucapnya terjeda."Cuma apa bude?""Bude cuma bingung aja,""Bingung? Bingung kenapa?""Emm, anu Wulan. Tadi' kan kamu bilang kamu sakit perut setelah makan malam itu, bude cuma heran aja Wulan. Kamu yakin tidak melakukan aktivitas lagi setelah itu? Kamu tidak beres-beres atau mengangkat yang berat-berat' kan? Atau … kamu ada minum dan makan sesuatu?" tanya Bude Ruti memastikan."Yakin, Bude. Orang setelah makan malam itu Wulan dan Mas Fatih langsung istirahat. Wulan tidak beres-beres, malah langsung tidur setelah sholat isya," jawab Wulan yakin."Aneh," sahut Bude Ruti membuat Wulan bingung."Aneh kenapa, bude?""Bude merasa ada yang janggal setelah mendengar cerita kamu, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres Wulan," Bude Ruti mulai cemas. Wanita paruh baya itu sangat khawatir jika ada seseorang yang dengan sengaja mencampurkan sesuatu di makanan dan minuman yang Wulan konsumsi."Sesuatu yang tidak beres? Maksud bude?" tanya Wulan semakin penasaran. Ia benar-benar bingung dengan kalimat yang diucapkan budenya itu."Apa jangan-jangan, ada yang tidak beres dengan makanan dan minuman kamu?""Ma-maksud, Bude??""Ah, sudahlah, Wulan. Tidak usah dibahas lagi, nanti kamu malah jadi pusing. Mungkin ini hanya perasaan cemas bude saja yang terlalu berlebihan,""Oh iya, kamu sudah bertanya pada dokter apa penyebab kamu keguguran?" tanya Bude memastikan."Belum, Bude. Wulan belum sempat bertemu dengan dokter Riska," jawab Wulan masih dengan perasaan heran."Sebaiknya kamu segera tanyakan pada dokter Riska mengenai penyebabnya apa, biar lebih jelas lagi. Bude khawatir, Nduk! Bude jauh, tidak bisa berada disamping kamu. Kamu jaga diri baik-baik, ya' nduk!" "Iya Bude, Bude tidak usah khawatir, Mas Fatih selalu ada disamping Wulan. Dia selalu menjaga Wulan dengan baik," "Syukurlah kalau begitu, bude lega mendengarnya. Kalau begitu bude matikan dulu' ya, telponnya. Bude mau nyuapin Pakdemu. Assalamu'alaikum nduk," ucap Bude Ruti sebelum memutus panggilan.***Setelah percakapannya dengan Bude Ruti, pikiran Wulan berkecamuk penuh tanya. Ia yakin jika kecemasan Bude Ruti sangat beralasan.Ia terus mengingat kejadian sebelum ia keguguran. Tidak ada yang dilakukannya lagi, setelah makan malam dan sholat isya. Saat itu ia memang langsung tidur. 'Apa jangan-jangan benar dugaan Bude Ruti, ada yang tidak beres dengan makanan dan minuman yang dibawa oleh Mas Fatih?' Batin Wulan bertanya-tanya. "Apa mungkin ada seseorang yang mencampur makanan itu dengan racun atau obat penggugur janin? Tapi siapa yang tega melakukan itu? Sedangkan makanan itu dibawa oleh Mas Fatih. Apa mungkin Mas Fatih yang melakukannya?" Gumamnya menerka-nerka."Astagfirullah, kenapa aku bisa berpikiran buruk pada suamiku sendiri,'''Tidak! Tidak mungkin, Mas Fatih tidak mungkin mencelakai aku dan janinku. Lagi pula, belum tentu ada sesuatu di makanan itu?''Ayo Wulan! Positif thinking. Jangan berpikiran macem-macem,' ucap Wulan berusaha menepis segala kecemasannya.Satu jam sudah Wulan berada di dalam kamar dengan pikiran yang tak menentu. Ada sesuatu yang membuat hatinya tidak tenang. Apalagi jika bukan rasa penasaran atas kecemasan Bude Ruti. 'Sebaiknya aku mencari tau kandungan yang ada di dalam makanan itu. Iya-hanya itu yang bisa membuatku lega. Aku harus mencari sisa makanan dan minuman yang dibelikan Mas Fatih dan membawanya ke lab untuk mengecek kandungan didalamnya,' gumam Wulan. Ia pun beranjak dari kasur dan segera keluar dari kamar.Sebelum menuruni anak tangga, Wulan memastikan jika ibu mertua dan kakak iparnya tidak melihatnya turun. Bu Ratna dan Sarah tengah berada di ruang keluarga yang letaknya cukup jauh dari anak tangga.'Bagus, Ibu dan Mbak Sarah sedang asyik menonton TV, aku harus segera turun sebelum mereka melihatku,' batin Wulan. Perlahan ia menuruni anak tangga tanpa suara.Wulan berjalan ke arah dapur, matanya tertuju pada tong sampah yang berada di dekat wastafel tempat mencuci piring.'Semoga saja sisa makanan itu masih ada disini,' gumamnya penuh harap.Tangannya segera mengecek tong sampah berwarna abu tua itu. Banyak sampah ia temukan. Namun, tidak dengan bungkus makanan dan minuman yang ia cari. Dengan perasaan cemas dan penuh harap Wulan terus mengobrak-abrik wadah yang dianggap menjijikan oleh kebanyakan orang itu.'Kenapa tidak ada disini? Apa jangan-jangan si Mbok membuangnya ke tong sampah di depan?' Batin Wulan menduga-duga. Ia terus mencari sampai dasar tong sampah itu. "Astaga, sudah dicari sampai bawah pun tetap tidak ada, bagaimana ini? Padahal sisa makanan itu bisa menjadi titik terang untuk menepis kecemasanku, kalau sampai aku tidak bisa menemukannya, itu tandanya aku harus mencari petunjuk lain," ucap Wulan menatap sampah yang sudah berserakan di hadapannya."Petunjuk apa maksud kamu, Wulan?!" Suara lantang tiba-tiba terdengar dari arah belakang membuat Wulan seketika terkejut dan menoleh ke arah sumber suara."Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.