"Maksud kamu apa, Mas? Siapa yang meracuni Mbak Sarah? Demi Tuhan, Mas. Wulan tidak melakukan apa-apa! Kamu jangan salah sangka dulu, aku juga baru tau jika Mbak Sarah masuk rumah sakit!" "Sudahlah, Wulan. Jangan membuat kebohongan baru! Mas sudah tau semuanya, Mas kecewa sama kamu Wulan!" ucapnya berlalu meninggalkan meja makan."Mas tunggu dulu! Jangan salah paham, Mas. Sumpah demi Tuhan bukan aku pelakunya, Mas. Kamu tau aku' kan, Mas? Aku tidak mungkin melakukan hal sejahat itu. Lagi pula untuk apa aku mencelakai orang sebaik Mbak Sarah? Dia satu-satunya keluargamu yang menghargai aku, dia yang selalu membela aku, jadi mana mungkin aku meracuni dia, Mas!" jelas Wulan panjang lebar berusaha meyakinkan suaminya."Sudahlah, Wulan. Lebih baik kamu jelaskan semua ini di hadapan ibu! Buat ibu percaya dengan kata-kata mu! Saat ini ibu benar-benar marah dan kesal, karena dia yakin bahwa kamulah pelakunya!" sahut Fatih tanpa menoleh ke arah istrinya. Ia mengambil kopernya kemudian bergegas
Fatih mengangguk, menyetujui usulan istrinya."Aku setuju dengan usulan Wulan! Dengan lapor polisi kita tidak akan lagi menduga-duga siapa pelakunya. Polisi akan dengan gampang mencari siapa penjahat yang sebenarnya,"Gawat! Jika sampai mereka lapor polisi, aku pasti akan ketahuan. Aku tidak boleh membiarkan ini terjadi, aku harus melarang mereka. Bagaimanapun juga, kasus ini tidak boleh melibatkan polisi. Gumam Bu Ratna dalam hati."I-ibu tidak setuju!" jawab Bu Ratna membuat Fatih terkejut."Lho, kenapa ibu tidak setuju? Bukannya usulan Wulan itu sangat bagus? Dengan lapor polisi semua urusan akan jelas dan cepat selesai! Kenapa ibu tidak setuju?"Wulan memicingkan matanya sambil tersenyum mengejek ke arah ibu mertuanya. Iya yakin bahwa ibu mertuanya sangatlah ketakutan dengan usulannya."Pokoknya ibu tidak setuju kalau kita berurusan dengan polisi saat ini! Coba kamu pikir' Fatih, jika kita berurusan dengan polisi, lantas siapa yang akan menjaga Kakakmu? Pikiran kita akan terbagi,
"Kenapa, Bu? Ibu terkejut liat Wulan ada disini?" tanya Wulan tersenyum mengejek. Matanya menatap lekat Bu Ratna dengan penuh intimidasi. Wanita paruh baya itu kikuk, ia benar-benar gelisah dan serba salah. Bagaimana jika semua percakapannya dengan Eva diadukan kepada Fatih? Bisa-bisa Fatih murka. Batin Bu Ratna was-was."Ka-kamu ngapain berdiri di situ? Ka-kamu sengaja menguping pembicaraan saya?" ucap Bu Ratna terbata. Badannya gemetar ketakutan, ia mendekap erat ponsel di genggamannya.Wulan melangkah mendekati ibu mertuanya lalu berbisik. "Ibu tidak usah khawatir, saya tidak akan memberitahu mas Fatih jika ibulah dalang di balik Mbak Sarah keracunan! Ibu santai saja, Wulan tidak akan tega melihat wanita paruh baya menghabiskan masa hidupnya di jeruji besi yang dingin. Apalagi jika ibu sampai satu sel dengan napi pembunuhan, Wulan tidak bisa bayangin bagaimana nasib ibu nantinya". "Ma-maksud kamu apa, Wulan? Kamu mau mengancam saya?""Lho? Siapa yang mengancam, ibu? Ibu ini terla
"Ibu! Pelan-pelan kalau makan, jadinya tersedak' kan. Ibu sih' keburu banget makan nya," ucap Sarah khawatir.Wulan yang saat itu berdiri tak jauh dari Bu Ratna pun segera mengambilkan air minum."Ini, Bu, minum dulu!" seru Wulan dengan satu botol air mineral di tangannya."Tidak usah! Saya bisa ambil sendiri!" ucap Bu Ratna menepisnya dengan kasar. Ia yang masih terus terbatuk itu pun segera membuka loker dan mencari air minum lainnya. Namun sepertinya ia kurang beruntung kali ini. Karena tak ada air lagi selain yang disodorkan oleh Wulan."Ya ampun, Ibu. Kenapa nyari susah' sih? Minum aja air yang dikasih Wulan itu. Lagian sama aja' ko, sama-sama air minum! Cepet minum, Bu. Dari pada tenggorokan ibu sakit kayak gitu," ujar Sarah menasehati.Dengan terpaksa wanita paruh baya itu pun menyambar air mineral di tangan Wulan dan langsung menenggaknya hingga ludes."Wulan keluar sebentar, ya' Mbak. Gak enak kalau telponan disini," ucap Wulan, ia pun keluar dari ruangan itu.Gawat! Jika sam
"Tidak biasanya Mas Fatih menyimpan obat di dalam mobilnya, lagi pula Mas Fatih tidak punya riwayat penyakit yang mengharuskannya minum obat tiap hari, lantas--obat apa ini?" hatinya dipenuhi banyak pertanyaan dan rasa penasaran."Aku harus mencari tau, obat apa ini. Dan kenapa obat ini ada disini," ucap Wulan bergegas memasukan obat itu ke dalam tasnya."Sayang, ko lama banget. Kamu baik-baik aja' kan?" ucap Fatih menghampiri Wulan yang hendak keluar dari mobil."Barusan ponselku jatuh ke kolong kursi, jadi aku harus cari dulu,""Oalah, mas kira kamu ketiduran di dalam mobil," ucapnya merangkul pundak istrinya. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah.***Selesai mandi dan mengganti baju, Fatih pun bersiap untuk kembali ke rumah sakit. Sudah dua kali ibunya menelpon dan menyuruhnya untuk segera berangkat. Lagi pula tidak mungkin ia membiarkan ibunya menginap di rumah sakit seorang diri. "Lho, Mas, kamu gak makan malam dulu?" "Nggak kayaknya, Mas harus segera ke rumah sakit. Ibu nelp
"Iya Bu Wulan, obat ini biasanya digunakan untuk menggugurkan kandungan," Wulan menggeleng tak percaya, untuk apa Fatih menyimpan obat itu di dalam mobilnya? "Dokter yakin ini obat penghancur janin?" tanya Wulan memastikan. Ia berharap dokter Riska salah kasih informasi. "Iya, Bu. Saya sangat yakin, ini memang obat untuk menggugurkan kandungan. Obat ini sering digunakan oleh orang untuk melakukan aborsi ilegal, kandungan di dalam obat ini sangat keras dan berbahaya untuk janin" jelas dokter Riska membuat Wulan menggeleng tak percaya. Ia benar-benar tidak menyangka akan menemukan obat ini di dalam mobil suaminya sendiri. "A-apa jangan-jangan … obat ini memang sengaja dipakai untuk menggugurkan kandungan saya, dok?" ucap Wulan bertanya dengan bibir bergetar. Wajahnya tampak bingung dan tak percaya dengan semua ini."Emm … Bisa jadi, Bu. Mengingat kejadian yang menimpa Bu Wulan sangat mendadak, padahal sebelum keguguran itu kita sudah periksa dan pastikan jika kandungan Bu Wulan sehat
"Kenapa ada benda seperti ini di dalam koper Mas Fatih?" batin Wulan cemas.'Milik siapa lingerie ini? Seandainya ini hadiah untukku tapi kenapa lingerie ini seperti bekas dipakai oleh seseorang. Tercium aroma parfum perempuan pada lingerie ini, dan kondom ini, untuk apa Mas Fatih bawa kondom saat ia tugas ke luar kota? Bukannya selama kita menikah ia tidak pernah memakai benda ini sekalipun? Lantas kenapa ia membawa benda sakral ini?' pikiran Wulan berkecamuk. Ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan Fatih darinya. Sepertinya karena benda-benda ini Mas Fatih melarangku untuk membuka kopernya? Dia sengaja menyembunyikan semua ini dariku. Baiklah Mas, jika ini yang kamu mau, aku pastikan kau akan menyesal selamanya. Gegas Wulan membawa baju-baju kotor milik Fatih ke bawah, lalu mengembalikan paperbag pink itu ke tempat semula. Malam sudah semakin larut, ia harus segera tidur.***Pagi hari Wulan segera memasukan baju-baju kotor milik Fatih ke dalam mesin cuci, setelah itu ia bergegas
"Sialan! Kenapa Wulan lancang sekali membuka koper ku? Padahal sudah aku peringatkan jangan pernah sentuh koper itu. Argh Sial! Untung saja paper bag itu masih ada, semoga saja Wulan tidak mengecek isi di dalamnya," ucap Fatih memukul stir mobilnya. Pria itu menambah laju kecepatan, ia bahkan tidak memperdulikan lampu merah di depannya, berulang kali Fatih menerobos lampu lalu lintas itu.*"Fatih, kamu dimana?" ucap Bu Ratna di seberang telpon saat Fatih hendak memejamkan matanya."Aku masih di rumah ibu, baru saja aku mau tidur, ibu sudah menelpon," "Kamu tidur di rumah ibu?""Iya, aku malas tidur di rumah. Tingkah Wulan membuatku kesal,""Tuh kan' apa ibu bilang, istrimu itu memang kurang ajar, dia sudah banyak berubah akhir-akhir ini. Lebih baik segera kamu ceraikan dia, terus menikah dengan Eva!""Sudah berapa kali Fatih bilang, Fatih tidak mau menceraikan Wulan, bu! Bagaimanapun juga dulu Wulan sudah banyak membantu Fatih, dia tidak punya siapa-siapa, mana mungkin Fatih tega me