Share

Pura-Pura Hamil Setelah Keguguran
Pura-Pura Hamil Setelah Keguguran
Penulis: Rhienz

Pernyataan menyakitkan dari Ibu mertua

"Sudah berapa kali ibu katakan, Wulandari itu bukan istri yang baik, dia itu wanita ceroboh! Kamu lihat sendiri' kan, menjaga janin di dalam perutnya saja dia tidak becus! Kalau seperti ini terus, kapan ibu bisa punya cucu?! Lebih baik kau segera ceraikan dia dan menikahlah dengan Eva! Ibu tidak ingin memiliki menantu pembawa sial seperti dia" Suara Bu Ratna membuat Wulandari menghentikan langkahnya.

Wanita itu terkejut bukan main, Ia tidak menyangka akan mendengar pernyataan menyakitkan itu dari mulut ibu mertua yang selama ini ia hormati dan ia sayangi seperti ibu kandungnya sendiri. Jika bukan karena ponsel suaminya yang terus berdering, Wulan tidak mungkin memaksakan dirinya turun dari ranjang untuk memberikan ponsel itu pada sang suami. Nama atasan sang suami yang terpampang di layar membuat Wulan terpaksa harus berjalan tertatih untuk menghampiri suaminya. Namun, baru sampai di ambang pintu, Wulan sudah mendengar ucapan menyakitkan dari ibu mertuanya. Ia pun memundurkan langkahnya dan berdiri di balik pintu.

"Sudahlah, Bu. Jangan terus menyalahkan Wulan, berhenti menyebut dia wanita pembawa sial! Bagaimanapun juga, Wulan adalah istriku, dia itu menantu Ibu! Seharusnya ibu memberikan dukungan untuknya, bukan memojokan dia seperti ini! Asal ibu tau, sampai kapanpun juga, Fatih tidak akan pernah menceraikan Wulan," ucap Fatih yakin. Pria itu sangat mencintai istrinya, ia tidak akan membiarkan siapapun melukai Wulandari.

"Kamu itu benar-benar keterlaluan, Fatih! Ibu menyekolahkanmu sampai S2, agar kamu itu bisa sukses dan memiliki pendamping hidup yang sederajat dengan kita, tapi apa nyatanya? … Kamu lebih memilih wanita tidak berpendidikan itu untuk menjadi istrimu! Wanita teledor yang tidak becus menjaga calon anaknya sendiri. Kamu tau' kan, Fatih, ibu itu sudah tua, sudah saatnya menimang cucu, jika Wulan terus keguguran' kapan ibu bisa punya cucu?" celoteh Bu Ratna membuat Wulan semakin terluka. Dadanya terasa sesak, pipinya memanas, butiran bening lolos begitu saja membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit akibat kuretase yang ia jalani belum juga reda, kini ia harus menerima kenyataan pahit yang begitu menyakitkan dari ibu mertuanya itu.

Ponsel Fatih kembali berbunyi, dengan cepat Wulan mengalihkan mode dering menjadi hening. Ia tidak ingin suami dan mertuanya tahu jika Wulan menguping pembicaraan mereka berdua.

"Saat ini Wulan lah orang yang paling terluka, Bu! Dia pasti sangat terpukul karena harus kehilangan janin untuk kedua kalinya, jadi Fatih mohon, berhentilah menyalahkan Wulan,"

"Ibu tidak menyalahkan dia, ibu hanya bicara yang sesungguhnya. Kalau Wulan bisa lebih hati-hati menjaga janinnya, ia tidak mungkin keguguran. Dia itu tidak pernah melakukan pekerjaan rumah, nyuci baju pun pakai mesin cuci, beres-beres rumah juga dibantu asisten rumah tangga. Tiap hari kerjanya Wulan hanya ongkang-ongkang kaki, cuma makan dan tidur doang! Masa gitu aja bisa keguguran? Kan aneh? Ibu jadi curiga, jangan-jangan…," 

"Sudahlah, Bu! Tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Lebih baik kita masuk saja, kasian Wulan sendirian di kamar," ujar Fatih memotong ucapan ibunya. 

Melihat suami dan mertuanya berjalan menuju kamar, Wulan pun segera mendorong tiang infus dan kembali berbaring di kasur setelah menaruh ponsel milik Fatih di atas nakas.

Wulan menyeka kedua sudut netranya sebelum berpura-pura tertidur. Ia tidak ingin suaminya tahu jika dirinya mendengar semua percakapan mereka. Rasa sesak di dalam dadanya membuat Wulan kesulitan untuk mengatur perasaannya. Bagaimana tidak, ditengah kesedihannya karena kehilangan janin, Wulan justru mendengar tuduhan yang menyakitkan dari ibu mertuanya. Hal yang tidak diinginkan oleh siapapun.

Fatih masuk kedalam kamar inap, disusul oleh ibunya yang mengekor di belakang.

"Wulan, kamu belum bangun sayang?" ucap Fatih mencium pucuk kepala istrinya. 

Matanya melihat bubur yang masih utuh di atas meja, ia pun lantas membangunkan Wulan.

"Ayo bangun, sarapan dulu! Nanti buburnya keburu dingin," ucap Fatih mengelus kepala Wulan. Namun, Wulan bergeming, matanya masih tetap terpejam. Ia tak mampu untuk membuka matanya saat ini, ia takut butiran bening itu kembali lolos dan membasahi pipinya. 

'Jika sampai Mas Fatih melihatku menangis, ia pasti akan khawatir dan bertanya-tanya. Dan aku tidak tau harus menjawab apa? Baiklah, untuk sementara biarlah aku pura-pura tidur sampai hatiku mampu untuk ku kendalikan,' batin Wulan. 

"Kamu lihat sendiri' kan, Fatih. Setelah kehilangan janin saja dia masih bisa tidur nyenyak. Jika ibu ada di posisi dia, jangankan untuk tidur nyenyak, untuk menghirup udara saja ibu pasti merasa bersalah! Dasar wanita tidak tau diri!" Cetus Bu Ratna penuh kekesalan.

"Cukup, Bu! Jangan terus menerus berprasangka buruk terhadap Wulan. Bisa saja Wulan tertidur karena efek obat yang diberikan dokter. Lagi pula, dari semalam Wulan tidak bisa tidur, dia merintih menahan sakit semalaman," sahut Fatih mulai jengah dengan setiap ucapan ibunya. 

"Ada apa ini? Ko ribut-ribut? Suara kalian sampai terdengar hingga keluar," ucap Sarah, Kakak perempuan Fatih datang menghampiri mereka di ruang inap. Kehadiran wanita berusia tiga puluh tahun itu membuat Fatih dan Ibunya terdiam sesaat.

"Ini lho' Sar, si Fatih tidak terima ibu bilang istrinya itu ceroboh! Padahal sudah jelas-jelas  istrinya itu tidak bisa menjaga kandungannya dengan baik, tapi masih saja dibela! Heran ibu sama adikmu ini, otaknya sudah dipengaruhi oleh si Wulan, jadi apapun yang ibu katakan, dia mentahkan begitu saja," ujar Bu Ratna panjang lebar penuh emosi.

"Bukan begitu, Bu. Ibu salah paham, Fatih hanya tidak ingin ibu terus menyalahkan Wulan. Fatih hanya ingin ibu mengerti posisi Wulan saat ini. Wulan juga sangat mengharapkan anak itu, Bu. Dua tahun kami menikah, kami juga ingin memiliki anak seperti pasangan lainnya," 

"Alah, omong kosong! Jika memang Wulan mengharapkan anak itu, seharusnya dia menjaga kandungannya dengan baik, bukan membiarkan janinnya mati begitu saja! … Apa jangan-jangan dia memang sengaja menggugurkan kandungannya itu?" ucap Bu Ratna membuat Fatih dan Sarah mengerutkan dahi. Wanita paruh baya itu seolah mengetahui sebuah rahasia besar yang tidak diketahui oleh Fatih.

"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bicara seperti itu?" tanya Fatih, pria itu nampak bingung dengan maksud perkataan ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status