Maudy mematung tak percaya. Kedua mertuanya kini sudah ada di hadapannya. Sekaligus dua orang yang tidak pernah menyetujui akan pernikahannya dengan Arga.Tidak direstuinya pernikahan Arga dengan dirinya waktu itu seakan menjadi tembok pembatas antara dirinya dan juga mertuanya.Dengan sedikit terbata-bata karena tidak percaya, Maudy mempersilahkan keduanya masuk. Sedangkan Arga masih terlihat kebingungan. Maudy menyimpulkan jika suaminya belum mengingat kedua orang tua yang sama sekali tidak dekat dengannya itu."Mari masuk dulu Papa .. Mama .. maaf masih berantakan," ucapnya gugup.Kedua mertuanya hanya mengikuti dalam diam, tak lupa juga dengan pandangan penuh selidik yang membuat Maudy semakin gugup."Ada apa ini .. kenapa tiba-tiba," batinnya.Ia mempersilakan mertuanya untuk duduk dan mengambilkan beberapa jus instant."Silakan diminum dulu Pa .. Ma ..," ujar Maudy sambil menghidangkan dua gelas jus dalam kemasan."Kenapa masih meminum jus kemasan? Ini tidak sehat!" bentak Nyony
Perasaan kalut yang membebani hatinya tak membuat Maudy putus asa begitu saja.Setelah satu keajaiban atas sadarnya suaminya dari koma, kini masalah baru yang ia khawatirkan sepertinya akan benar-benar datang."Kenapa aku bodoh sekali," gumamnya dalam perjalanan untuk menemui Karen.Hal-hal yang sebelumnya ia pikir akan baik-baik saja dan segera berlalu nyatanya tak semudah bayangannya.Penyamarannya untuk mendekati Bima belum berkahir juga. Padahal hatinya sudah cukup lega jika laki-laki brengs*k itu menikah dan menemukan kesibukan baru selain mencari-cari masalah dengan dirinya lagi.Pada salah satu ruang VVIP restoran mewah di kota itu, Maudy datang membawa dirinya dan sejuta pertanyaan yang sedari tadi memenuhi pikirannya.Lampu gantung bergaya vintage bercampur klasik telah menambah perasaan campur aduk di dalam benak Maudy kala itu.Saat dirinya sampai di restoran, terlihat Karen sudah memesan beberapa appetizer untuk mereka makan malam itu.Setelah menyadari kehadiran dirinya,
Kening Maudy berkerut, di dalam benaknya muncul banyak pertanyaan mengenai 'siapa orang yang ingin menemuinya di hari pertamanya datang lagi ke perusahaan ini?' Maudy hanya bisa mengangguk dan memerintahkan karyawannya untuk meminta orang itu menunggu sebentar lagi.Tak ada firasat aneh dan buruk untuknya hari ini. Maudy juga selalu memilih tanggal dan hari yang baik untuk memulai sesuatu. Walau semua tanggal sebenarnya baik. Sampai saat ia memasuki ruangan meeting itu dan dari belakang melihat punggung seseorang yang sangat ia kenali."Selamat pagi ..."Dirinya tidak mau membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi kapan saja, tapi kali ini firasatnya telah salah."Lama tidak bertemu Maudy .. bagaimana kabarmu?" sapa laki-laki itu sambil memutar kursi yang didudukinya.DEG.Jantung Maudy hampir copot dan ia merasakan tubuhnya kaku. Melihat apa yang ada di depannya rasanya keinginannya untuk memulai hari yang baik langsung kandas begitu saja."Kau tidak suka bertemu denganku hah?
"Ah tidak .. tadi hanya orang iseng saja," ucap Maudy sambil berusaha untuk terus menutupi, "kenapa belum tidur sayang?" lanjutnya sambil mencoba mengalihkan pembicaraan.Arga menggeleng pelan sambil berdecak. Ia berjalan dengan sedikit kesulitan menyeret satu kakinya yang belum sembuh betul itu, "aku mendengarnya .. suara laki-laki."Dada Maudy langsung terasa sesak, kepanikannya muncul kembali.Setengah gagap, ia mencoba untuk menjawab kecurigaan suaminya, "ti- tidak .. bukan! Aku tidak berbicara dengan laki-laki seperti yang kau kira .. barusan aku hanya ..."CUP.Dikecupnya bibir Maudy agar berhenti mengatakan sesuatu yang lain.Maudy tahu jika suaminya sudah marah, maka akan sangat sulit untuk memadamkannya."Jangan berbohong .. aku kira kau benar-benar hanya mencintaiku kan?""Ya memang benar .. aku hanya takut kau salah paham mengenai orang-orang yang sering berinteraksi denganku, terlebih jika orang itu laki-laki." Kedua tangan Maudy menggantung di leher suaminya, menatap mata
Setelah mengatakannya, perasaan dan emosi Maudy semakin berkecamuk. Ia merasakan desakan kata-kata yang pampat hanya sampai pada tenggorokannya.Cukup sulit mengatakannya begitu saja, terlebih hal itu bukanlah sesuatu yang sepele dan merupakan satu masalah terbesar di hidupnya."Apa saya boleh mengetahui apa itu masalahnya?" tanya dokter Luna.Maudy tampak ragu, ia berkali-kali membuka dan mengatupkan mulutnya kembali.Dengan ragu-ragu dan berat hati akhirnya Maudy mengatakannya, "saya telah melakukan sesuatu hal besar dengan gegabah dan sekarang suami saya pasti akan membenci saya."Sang dokter menggenggam tangan Maudy yang dingin karena gugup. Dokter itu sangat memahami Maudy dibanding keluarga Maudy sendiri. Bahkan sang dokter pun pernah hampir menjadi orang tua angkat untuk Maudy."Tenang saja Nona Maudy .. Anda itu perempuan yang hebat. Saya tahu bahwa Anda tidak akan melakukan tindakan besar kecuali dengan alasan yang kuat bukan?"Maudy mengangguk, segala kegetiran, kekhawatiran
Gedung setinggi belasan lantai itu sudah di depan mata. Dengan sedikit tergopoh, Maudy menghentikan mobilnya di parkiran hotel dan mengeluarkan beberapa atribut."Sayang .. untuk apa topi dan masker ini?" tanya suaminya yang mulai menaruh tanda tanya karena tingkah aneh Maudy.Sambil memasangkan topi dan masker untuk suaminya, Maudy menjelaskan jika dirinya hanya ingin keamanan karena kesadaran suaminya belum boleh diketahui oleh media, "ini semua demi keamanan kita sayang .. semua orang tidak ada yang boleh mengetahui keberadaan kita.""Memangnya kenapa? Apakah aku pernah membuat kesalahan yang tidak aku ingat?"Maudy menggelengkan kepalanya, mencoba meyakinkan suaminya untuk percaya padanya.Keduanya akhirnya memasuki lobby hotel dan melakukan reservasi.Dalam pandangan Maudy, suaminya belum menunjukan tingkah laku yang aneh seperti sedang mengingat sesuatu.Ia pun tetap membawa suaminya untuk bermalam di kamar mewah dekat dengan tempat kejadian kecelakaan suaminya yang sampai saat
Kepanikan Maudy semakin menjadi-jadi saat suaminya tiba-tiba berteriak seperti orang yang sangat ketakutan."Sayang tenangkan dirimu .. jangan takut ya? Aku ada di sini bersamamu."Dipeluknya tubuh gemetar suaminya dengan penuh kehangatan. Maudy bahkan merasakan detak jantung suaminya yang berdetak sangat cepat seperti sedang melakukan lomba lari."Tenangkan dirimu, ada aku di sini .. kau tak perlu takut ya?"Dalam kungkungan Maudy perlahan tangan Arga dengan cepat menunjuk ke arah jendela, "aku tidak mau ada benda itu di ruangan ini! Ayo kita pulang saja!" teriaknya.Maudy tidak ingin kegaduhan yang terjadi di dalam kamarnya sampai diketahui oleh orang lain. Salah satu cara yang harus ia lakukan adalah dengan membungkam suaminya agar percaya jika dirinya aman bersama Maudy.CUP.Sebuah kecupan ringan mendarat di bibir Arga. Perlahan kepanikan suaminya itu mereda.Maudy menatap kedua bola mata suaminya yang juga sedang menatapnya dengan sayu.Kecupan ringan itu merupakan obat untuk ke
Maudy memasang wajah setenang mungkin walaupun di dalam dirinya jelas sangat panik dan gelisah."Tidak sayang .. aku tidak tahu itu bunga dari siapa .. karena bisa saja itu orang iseng," ucap Maudy berusaha sedantai mungkin.Sedangkan Arga yang percaya dengan Maudy langsung membuang bouquet itu ke dalam tempat sampah.Sambil mengikuti langkah suaminya masuk ke dalam rumah, Maudy diam-diam mengambil amplop yang ada di antara selipan bunga-bunga pada bouquet itu."Apa kau mau makan? Aku akan membuatkanmu makanan yang enak."Maudy melihat suaminya hanya menggeleng sambil berkata, "tidak usah sayang .. lagipula kau kan pasti lelah. Aku mau mempersiapkan diri untuk mulai bekerja besok. Kau juga istirahat saja."Maudy menelan ludah. Perasaan gelisah tidak dapat membohongi dirinya.Alih-alih melakukan sesuatu yang konyol guna meyakinkan suaminya agar percaya kepadanya, Maudy lebih memilih untuk diam dan tidak terlalu memikirkan hal itu.Di sisi lain, hal yang tidak diketahui oleh Maudy sedan