Pate memandang selembar kertas dengan stempel lilin berwarna emas dengan motif elang yang terletak di mejanya. Warna dan lambang stempel lilin ini adalah milik Raltz, dan tentu saja surat ini berarti berasal dari Raltz.
Masing-masing klan memang memiliki warna dan lambang tersendiri. Lambang tersebut dipresentasikan menggunakan hewan yaitu golongan burung dan warna yang juga mempresentasikan hewan tersebut.
Klan Haltz memiliki burung Phoenix sebagai lambang mereka dan warna merah sebagai warna resmi klan mereka. Sedangkan Raltz memiliki burung elang dengan warna emas. Sementara Waltz, mereka miliki burung gagak dengan warna hitam.
"Apa informasi ini akurat?" tanya Pate.
"Ya. Aku tidak pernah salah dalam memberikan informasi," jawab Kori yakin dengan informasi yang diberikannya.
"Kau yakin?" Pate meragukannya, "Di sini tertulis Pine bukan Diana Charlotte. Hanya Pine,” ucapnya menegaskan nama yang ada di selembar kerta
Tak. Tak. Tak.Suara langkah kaki terdengar, kemudian muncul seorang pria berbadan tegap berjalan memasuki ruangan. Di dalam ruangan sudah ada Ben yang sengaja menunggunya dari tadi."Duduklah," kata Ben dan pria ini kemudian menduduki salah satu sofa yang ada di sana."Untuk apa kau memanggilku ke sini?" tanyanya, langsung pada intinya."Kau masih tidak berubah, Dominic. Tidak sabar dan tidak suka berbasa-basi.”"Jika mau menyuruhku datang hanya untuk membersihkan remah-remah, maka aku tidak punya waktu," ucap Dominic, ia segera bangkit namun langsung terhenti karena perkataan Ben."Pangeran yang memiliki takdir yang sama dengan Raja. Bagaimana jika kita membuat Kisah Raja yang kedua?"BAM!Dominic langsung membalikkan meja yang ada di depannya begitu saja, "Jangan main-main denganku, Ben! Aku bisa menghabisimu kapan pun!" ancamnya.Ben tetap tenang dan menatap Dominic. Vampir in
"Aku mendengar apa yang kau dan Al katakan kemarin. Maaf sudah membuatmu berada di posisi yang sulit. Jika kau mau, kau bisa membunuhku kapan pun," ucap Diana serius namun dengan pandangan mata yang datar, melanjutkan pembicaraan mereka yang belum usai.Rai terkejut, "Kau... mendengarnya?" dan Diana mengangguk."Bagaimana bisa? Kapan? Aku sama sekali tidak merasakan kehadirannya. Bahkan baunya... Aku tidak menciumnya sama sekali!" batin Rai."Aku mendengar pembicaraan antara kau dan Al saat aku berniat mencari si kembar," jelas Diana. “Banyak yang bilang aku ini aneh, jadi aku tidak terkejut jika kau atau Al mengatakan hal yang sama tentangku. Aku hanya tidak peduli dengan itu semua."Diana menghela napasnya dalam, "Mereka bilang aku seharusnya mati. Mereka bilang aku tidak berguna. Tapi aku benar-benar... tidak peduli.”"Apa yang kau maksud?" tanya Rai tidak mengerti arah pembicaraan Diana.Wan
Di Kastel Raltz, Pine sedang duduk di sofa sambil memperhatikan Kevin yang sibuk dengan setumpuk dokumen di hadapannya. Membuatnya bahkan tidak perhatikan Pine."Vampir juga bekerja?" tanya Pine.Masih dengan kesibukan memeriksa dokumennya, Kevin menjawab, "Karena aku si Pangeran," jawabnya."Pangeran selalu berdampingan dengan Raja bukan? Di mana Raja kalau begitu?"Kevin meletakkan alat tulisnya dan menatap Pine, "Di dunia manusia.”"Dia tidak ada di sini? Bukankah dia ayahmu?""Dia adalah Rajamu, Pine," kata Kevin menopang dagunya"Rajaku?" tanya Pine tidak mengerti."Ayahku adalah Raja di Kerajaan Antro. Kerajaan yang memerintah dunia manusia. Oleh karena itu, dia tidak berada di sini."Pine mengerutkan keningnya, "Maksudmu... dia adalah Raja Antro?" tanyanya tidak percaya. "Ta-tapi Ayahmu adalah vampir, aku tahu ayahmu adalah Raja, kau mengatakannya sebelumnya. Tapi bagaimana mungkin... dia ad
Rena terus berbicara menjelaskan keadaan kerajaan namun Dominic tidak mendengarkan. Ia hanya diam, dan terlarut dalam pikirannya saat ini. Perkataan Rena sama sekali tidak ia dengarkan, Rena pun menyadarinya dan berusaha memanggilnya."... Mulia?" samar-samar telinga Dominic menangkap suara."Yang Mulia...?""Yang Mulia Dominic de Lefko?" panggil Rena karena Dominic terus saja melamun.Tidak juga mendapat respons. Mau tidak mau, akhirnya Rena memutuskan memegang bahu Dominic. Tindakan yang tidak sopan dan lancang memang, namun dia melakukannya karena terpaksa.Hap!Terkejut. Dominic langsung mencengkeram tangan Rena dengan tenaga vampirnya, membuat suara retakan sedikit terdengar. Dominic hampir saja menghancurkan tangan wanita ini. Pupil mata Rena membesar, namun ia menahan emosinya. Ia mengatupkan kedua bibirnya dan menatap Dominic."Maaf karena mengejutkan Anda, Yang Mulia. Saya sudah berusaha memanggil An
Gail kembali mendatangi tempat kerja si pria tua. Tempatnya sangat berantakan, meja yang dipenuhi dengan bahan-bahan herbal untuk diteliti menjadi obat, buku-buku yang berserakan, dan banyak alat yang tersimpan di tempatnya dalam keadaan kotor.Singkatnya, tempat itu lebih mirip seperti gudang dibandingkan tempat kerja Kepala Dokter Kerajaan, itu karena si pria tua terlalu malas untuk membersihkannya, dan dia selalu menggunakan alasan sibuk untuk menghindari sebutan malas pada dirinya ini.Di lain pihak, Gail selalu memunculkan dirinya melalui jendela. Karena tidak banyak ruang, maka ia memilih untuk duduk di kusen jendela. Alasan lainnya adalah karena kusen ini adalah tempat duduk favoritnya."Kau masih hidup? Aku kira kau sudah mati," ujar si pria tua melihat kedatangan Gail.“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Bagaimana bisa kau terpilih menjadi Kepala Dokter Kerajaan padahal kau adalah seorang yang malas dan juga jorok?&r
Tinggal tiga minggu lagi sebelum acara pernikahan antara Pine dan Kevin. Sekarang Pine sedang mempelajari pengetahuan yang akan ia gunakan saat menjadi Ratu, serta tentu saja pengetahuan tentang vampir."Kamu belajar terlalu keras, Pine," kata Kevin mendekatinya."Aku hanya berusaha sebaik mungkin," balasnya dengan senyuman.Kevin membalas senyum itu dan mengelus pucuk kepala Pine dengan sayang, "Ikutlah denganku," ajaknya.Kevin kemudian membawa Pine yang tidak tahu apapun ke ruang kerjanya, di sana Julio sudah berada di dalam dengan memegang nampan berisikan cawan berbahan perak."Duduklah," ujar Kevin dan Pine mematuhinya.Pine menatap Kevin dan Julio bergantian. Kevin lalu menyuruh Julio membawa nampan yang ia bawa ke hadapannya. Dengan hati-hati Julio membawa nampan tersebut."Apa itu?" tanya Pine melihat nampan yang tertutup.Kevin membuka tutup nampan, “Ini adalah Cawan Perak.”"Ah!" s
Suasana kastel tiba-tiba berubah menjadi ramai. Ika dan Iki saling berteriak, wajah mereka mengeras dengan manik mata berwarna merah darah mereka. Ini terjadi karena keinginan dan perasaan mereka kembali diabaikan."Tidak! Kami tidak mau!" tolak Iki."Kak Rai tidak tahu apapun!" tambah Ika."Sudah kami bilang, kami tidak akan kembali ke sana!" Iki tetap pada keputusannya"Kak Rai jahat!!!" dan Ika mengakhiri perseteruan ini.***Semua bermula ketika Rai memanggil si kembar lalu memberitahukan mereka untuk kembali ke Raltz. Tentu saja, baik Ika dan Iki tidak mau pergi. Seperti yang pernah mereka bilang, Raltz bukanlah untuk tempat berlindung. Hidup sampai sejauh ini pun sudah keajaiban bagi mereka.Mereka langsung protes keras. Bagaimanapun mereka tetaplah anggota keluarga utama Haltz, dan mereka berhak untuk tinggal di kastel ini. Tidak menemui penyelesaian, akhirnya mereka berdua pergi dar
Dua buah mobil limosin hitam berjalan beriringan menembus Kota Antro. Di dalam salah satu mobil itu, Rena yang duduk berhadapan dengan si pria tua merasa gerah dengan kelakuannya yang tidak bisa diam.Pria ini terus saja bergerak ke sana kemari seperti merasa tidak nyaman. Ia terus saja melihat ke arah jendela seakan berniat untuk meloncat dari mobil saat ini juga. Rena ingin sekali menendangnya keluar namun ia urungkan."Apa aku harus pindah ke mobil lain?" tanya Rena."Ah... tidak, tidak, tidak," balas pria ini cepat dan kemudian memeluk ranselnya erat, "Aku hanya memiliki banyak pertanyaan, dan ini membuatku tidak bisa berhenti berpikir.”"Kau bisa bertanya. Raja menyuruhku untuk menjawab semua pertanyaan.""Benarkah?""Ya,” singkat Rena."Emm... sebenarnya...” si pria terlihat ragu, namun sedetik kemudian ia memberanikan dirinya.“Sebenarnya kita mau ke mana? Karena aku lihat kita ba