Rai terkekeh, “Aku tidak punya waktu untuk menjadi bagian dari mereka, atau lebih tepatnya bertemu dengan para perwakilan vampir sialan ini.”
“Lalu...?”
“Albert dan Vero yang mewakili Haltz menjadi bagian Harawaltz.”
Diana kembali mengerutkan keningnya karena mendengar nama yang asing lagi, “Vero..?”
“Kau tidak akan mengenalnya, jadi aku tidak akan menjelaskannya,” balas Rai.
“Dari apa yang kau jelaskan, bukankah itu bagus? Haltz melakukan pekerjaan yang baik bukan?”
“Tidak juga,” bantah Rai, “Terkadang kami membunuh vampir tanpa ada alasan, lalu mengirim mayatnya ke klan mereka, atau memberikan hukuman yang tidak seharusnya, untuk memberikan efek jera. Namun sayangnya, mereka terus melakukan pelanggaran yang lebih dan lebih lagi. Kami juga menggunakan kekuatan klan sebagai alasan utama untuk melindungi diri.”
“Kenapa
Diana kemudian menatap manik mata Rai lekat-lekat, "Kau menyayangi mereka bukan? Rika dan Riki?" Rai langsung membuang wajahnya."Kau mengirim mereka karena kau tahu Kevin tidak akan melukai adikmu, dan kau tahu dia akan melakukan pemberontakan. Tapi ini adalah sebuah pertaruhan, dan kau tetap melakukannya. Benar yang dikatakan oleh Al. Kau memang menanggung beban pemimpin sendirian. Aku dapat melihat jelas dari semua ucapanmu,” ungkap Diana."Ini bukan suatu pertaruhan. Aku sudah memikirkan semuanya. Ini adalah cara terbaik menyelamatkan mereka. Jika mereka tetap tinggal di sini, Harawaltz akan datang dan melenyapkan mereka,” balas Rai.“Tapi, jika mereka berada di sana Kevin akan menjaganya, dan jika mereka terluka aku akan punya alasan untuk melenyapkan Harawaltz selamanya,” lanjut vampir ini."Kau menyedihkan, Rai," batin Diana."Kenapa kau melihatku seperti ini?" tanya Rai karena Diana terus sa
Pak!Rai memukul keras tengkuk Diana dan membuatnya pingsan seketika. "Kalian berdua terlalu berisik," komentarnya seraya meletakkan Diana di singgasana."Jangan salahkan aku karena manusia itu sangat menyebalkan," balas Al.Rai tidak mau mendengar alasan apapun. Ia kemudian meraih kertas di genggaman Diana yang kini sudah lecek tidak beraturan lalu kembali membacanya. Wajahnya pun terlihat menahan amarah."Kenapa dia bersikukuh sekali meminta Ika dan Iki untuk kembali!?” tanya Rai."Mungkin karena Kevin butuh kekuatan dari adik-adikmu, terutama untuk melindungi manusia yang ada di kastelnya."Rai berdecak, "Aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa mengirim si kembar ke sana, ada janji yang harus aku penuhi.”"Janji...? heran Al. “Janji dengan manusia itu?" tanyanya seraya mengedikkan dagunya ke arah Diana.Meski tidak mengiyakan, namun Al sudah mengetahui jawabannya. Ia pun memper
Julio memberikan surat yang ia dapatkan dari Rena dan menunjukkannya ke Kevin. Kevin menerimanya dengan wajah tanpa ekspresi. Dia hanya membacanya sekilas dan meletakkan surat tersebut di meja begitu saja."Seperti yang sudah kau dengar, aku hanya mengizinkan kau dan dokter di sana—" dia menatap mata si pria tua, "—untuk berada di kastelku. Jika kau tidak setuju, silakan angkat kaki dari kastel ini," jelasnya dan Rena langsung menatapnya kesal."Dan satu lagi, kau berada di wilayah Raltz, hukum yang berlaku tentu saja adalah hukumku. Jika kau berbuat kesalahan maka kau tahu akibatnya," lanjut Kevin seraya tersenyum, senyum yang membuat emosi menjadi tinggi."Kau pasti sudah tahu tujuanku datang kemari bukan? Di mana wanita itu?" tanya Rena langsung ke intinya. Ia muak dengan keramahtamahan vampir ini sejak tadi."Wanita...? Yang mana? Aku punya banyak wanita di sini.""Jangan pura-pura bodoh. Kau menyembunyikan seorang
Si pria tua kini mengerti, ia semakin mempererat pegangannya pada tali bahu ranselnya. "Aku benar-benar menjadi barang taruhan di sini. Jika aku salah memilih maka tamatlah riwayatku! Sepertinya mereka bukanlah manusia biasa, terlebih wanita yang bernama Pine ini. Aku bisa merasakan atmosfer yang terlalu menekan, membuatku sangat sulit bernapas," batinnya.Pria tua ini kemudian berbicara, "Maaf atas kelancangan saya, tapi sebelum memihak bukankah lebih baik saya mengenal siapa orang yang akan saya pilih. Bukankah begitu?""Heh," Kevin kembali tersenyum culas.Julio kemudian mengambil alih keadaan dengan memperkenalkan Kevin, "Perkenalkan, dia adalah Yang Mulia Kevin Robert de Raltz, pemimpin dari Klan Raltz," jelasnya."Lalu siapa kau? Dan wanita di samping kirinya ini?" tanya si pria tua."Aku adalah tangan kanan sekaligus orang kepercayaan Yang Mulia. Namaku adalah Julio Robert de Raltz. Di sisi sebelah kiri sana, sepert
Diana terbangun di atas tempat tidurnya. Perlahan dia membuka mata dan mengerjapkannya beberapa kali. Keadaan kamar sudah terlihat sedikit gelap, hanya cahaya bulan yang menembus tipisnya gorden berwarna putih dan menyinari kamarnya.Ia kemudian menggerakkan bola matanya, melihat samar-samar ke seluruh penjuru kamar. Lalu kemudian sedikit meregangkan tubuhnya, ia melakukannya sambil mengingat-mengingat kenapa dia bisa berada di kamarnya saat ini.Ting!Bagaikan bunyi lonceng, Diana mengingatnya. "Vampir bodoh itu...!" desisnya.Diana mengingat alasan dia pingsan yaitu karena Rai memukul keras tengkuknya. Wanita ini kemudian memosisikan dirinya untuk duduk seraya mengelus tengkuknya yang sedikit terasa sakit."Kasar sekali dia dengan wanita," gumam Diana.Brrmmm...“Bukankah suara ini…” Diana langsung menoleh ke arah jendela ketika dia mendengar bunyi mesin mobil, “Selama aku
Lari Dianamemang cukup kencang, bahkan si pelayan harus menggunakan sedikit kecepatan vampirnya untuk dapat mengejarnya, untungnya pelayan ini dapat mengejarnya.Diana pun berdecak karena suara pelayan tersebut terus mengganggu pendengarannya. "Apa lagi!? Aku tidak akan berhenti," jawabnya sambil tetap berlari."Apa Nyonya akan benar-benar pergi ke Raltz?""Ya,” Diana mengiyakan tanpa ragu, “Pulanglah. Rai akan marah jika salah satu pelayannya menghilang begitu saja.”"Tapi, Nyonya..."Ssrrkk!!Diana langsung kembali berhenti begitu saja hingga si pelayan dengan sukses menubruknya. Namun dengan sigap Diana menahan tubuhnya. "Aku akan katakan ini sekali lagi. Namaku Diana, bukan Nyonya. Jadi berhenti memanggilku seperti ini, dan satu lagi, berhenti mengikutiku.”"Tapi... pergi ke sana seorang diri terlalu berbahaya, Nyo—Diana..." balas si pelayan."Aku tahu, maka dari
Ika memperat genggamannya, "Kita hanya harus bertahan, maka semuanya akan baik-baik saja," ucapnya dan Iki membalas genggaman kembarannya.“Tapi... aku penasaran dengan wanita itu. Siapa dia? Hingga Kevin memanggil kita kembali. Padahal dia yang mengirim kita pulang,” tanya Iki.Ika menggelengkan kepalanya, “Aku juga tidak tahu. Baik Kak Rai maupun Al tidak memberitahukannya. Mereka hanya mengatakan bahwa Kevin meminta kita kembali ke Raltz untuk menjaga seorang wanita.”Iki menghela napasnya, “Kita memang bukan vampir yang normal. Aku mengakui kita memang memiliki kekuatan yang hebat. Tapi tetap saja, memanggil kita kembali hanya untuk menjaga seorang wanita terdengar mencurigakan.”“Ini yang aku takutkan, Iki. Kita tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Kevin memang baik, tapi dia tetaplah pemimpin. Ia sama seperti kak Rai. Ia punya kewajiban dan beban yang harus dijalani. Meskipun dia pernah ber
Pine berjalan dengan cepat menuju kamarnya, sedangkan di belakangnya Kevin berusaha mengejar. Namun Pine sama sekali tidak berniat berhenti, ia bahkan tidak menjawab panggilan berkali-kali yang ditunjukkan untuknya. “PINE!” Kevin menghadangnya lalu mencekal tangannya, membuat Pine mau tidak mau berhenti dan berbalik. “Dengarkan dulu apa yang aku katakan.” “Apa yang harus aku dengarkan? Aku harus mendengarkan tentangmu yang mencoba bunuh diri? Ahh... atau aku seharusnya mengatakannya dengan menyakiti diri sendiri karena kau ini makhluk abadi yang tidak akan bisa mati?” “Pine!” seru Kevin merasa sedikit sakit hati. Pine terdiam, ia merasa ucapannya sudah keterlaluan. Namun, ia tidak bisa menghentikannya. Mendengar pria yang dia cintai berusaha untuk menyakiti dirinya sendiri sudah sangat membebani dirinya. “Aku tahu kau marah. Tapi maaf, inilah diriku,” jelas Kevin. Pine menghela napasnya, “Vin, aku tahu jika ini membuat