Share

Putra Titisan Dewa
Putra Titisan Dewa
Penulis: nataliuzone

1. PROLOG: Manusia Setengah Dewa

Seratus tahun sebelum Rajendra Sanjaya menjadi penguasa Nagri Jaya Dwipa …

"Sanatana keparat! Hari ini jangan sebut aku Badiran Wasesa, jika tak mampu mengirim nyawamu ke Neraka!"

Badiran Wasesa meludah darah ke tanah. Hantaman lawan yang terlambat dihindari menimbulkan luka dalam yang tidak ringan. Tokoh sesat itu menatap bengis pada sosok serba putih, Sanatana.

Yang ditatap berdiri tenang-tenang saja. "Nyawaku mungkin memang akan jatuh ke dalam lubang neraka, Badiran Wasesa. Tapi tidak hari ini, dan tidak di tanganmu."

Cuih!” Badiran Wasesa meludah lagi. "Jangan terlalu jumawa, Sanatana keparat!"

Sanatana tersenyum samar. "Terimalah kenyataan kalau Partai Tengkorak Hitam tidak akan pernah terwujud di dunia persilatan, Badiran Wasesa. Setelah kematianmu sesaat lagi, sisa-sisa tokoh golongan hitam yang berhasil lolos dariku akan tercerai berai, dan segera partai sesat yang kau cita-citakan akan terlupakan dari sejarah."

Mendengar perkataan orang itu, darah Badiran Wasesa menggelegak. "Sanatana jahanam! Hari ini biarlah aku bertindak jadi malaikat maut bagimu!"

Setelah berkata demikian, Badiran Wasesa membuka kedua kakinya, menyiapkan kuda-kuda. Tangan kanannya diangkat ke atas dengan bagian telapak terbuka, sedangkan tangan kirinya didorong ke depan, seolah-olah mencengkeram. Dari kesepuluh jari tangan Badiran Wasesa tiba-tiba mencuat keluar kuku hitam yang panjang.

"Ajian Tangan Setan dari Neraka," lirih Sanata saat mengenali ilmu yang sedang dikerahkan musuh bebuyutannya.

"Ternyata benar kabar yang beredar kalau ia sudah berhasil menguasai ilmu jahat itu."

Tawa Badiran Wasesa membahana ke seantero puncak Gunung Bakaraya, gunung paling tinggi di Nagri Jaya Dwipa, yang ternyata ditakdirkan untuk jadi medan perangnya dengan sang musuh bebuyutan.

"Terimalah kematianmu, Sanatana!"

Sosok Badiran Wasesa lalu melesat bagai dilemparkan ke arah Sanatana. Kedua tangannya dengan kuku-kuku hitam panjang dan setajam pisau lurus ke depan, siap untuk mencabik-cabik sosok lawan.

Sanatana sudah maklum kalau Ajian Tangan Setan dari Neraka yang sedang menyerangnya adalah jenis ajian beracun. Sedikit saja lawan tergores kuku hitam itu, seketika sosoknya akan membusuk dan tinggal tulang belulang.

Saat cakaran Badiran Wasesa menyasar dada dan perutnya, Sanatana melompat mundur menuju pepohonan. Dengan bijak, tokoh silat golongan putih yang kerap dijuluki Dewa Jubah Putih itu menghindari diri dari bersentuhan dengan kuku-kuku Badiran Wasesa.

Sreet! Sreet! Sreet!

Seketika kulit-kulit pohon yang terkena cakaran Badiran Wasesa mengelupas layu, sebelum keseluruh bagian pohon berubah lapuk dan meranggas mati seketika itu juga.

"Kau tidak bisa menghindar selamanya dariku, Sanatana!" seru Badiran Wasesa lalu tertawa gelak.

"Siapa bilang aku akan menghindar selamanya, Badiran Wasesa?!"

Setelah balas berseru, Sanatana meniup dengan mulutnya. Selarik sinar putih berkiblat menuju Badiran Wasesa, makin lama sinar itu makin melebar, seolah kain yang dibentangkan. Gerakannya bergulung-gulung.

"Ajian Selimut Dewa!" teriak Badiran Wasesa saat mengenali serangan yang dilancarkan lawan.

Segera saja Badiran Wasesa menghindar dari tergulung sinar putih lebar itu. Selama ini tak ada tokoh silat yang berhasil menyelamatkan diri kalau sudah tergulung di dalam sinar putih itu, sosoknya akan langsung hangus menjadi abu. Begitu dahsyatnya Ajian Selimut Dewa milik Sanatana itu.

"Jangan pikir ilmu rendahan macam itu bisa melukaiku, Sanatana!" ejek Badiran Wasesa setelah selamat dari Ajian Selimut Dewa milik Sanatana.

Tokoh sesat itu lalu menerjang ke depan dengan cakaran yang bergerak acak. Sanatana sempat dibuat repot menyelamatkan diri dari Ajian Tangan Setan dari Neraka yang dilancarkan bertubi-tubi oleh Badiran Wasesa.

Sreeet!

Jubah putih yang dikenakan Sanatana robek besar di bagian punggung. Tokoh sakti ini serta merta mementalkan diri hingga melambung tinggi di udara, menjauhi Badiran Wasesa yang masih menyerang dengan hebat.

Di udara, Sanatana membuat gerakan jumpalitan dan dengan segera menanggalkan jubahnya yang sedang berubah menjadi kain lapuk, sebelum racun Ajian Cakaran Setan dari Neraka menjalar ke seluruh pakaiannya.

Dengan mengerahkan hampir seluruh tenaga dalamnya dan dipusatkan ke telapak tangan kanan yang mengepal, Sanatana mulai merapal Ajian Suci Darah Bulan sambil menunggangi udara, menghindar dari cakaran Badiran Wasesa yang ganas.

Saat kakinya sudah kembali menapak tanah, Ajian Suci Darah Bulan sudah siaga di tangan Sanatana.

Sadar kalau lawannya hendak melancarkan serangan balasan, Badiran Wasesa tidak mau berlaku konyol. Sejenak dia berhenti menyerang dan menangkupkan kedua telapak tangan yang bercakar tajam. Perlahan tangan itu berubah menjadi merah serupa nyala api.

Badiran Wasesa ternyata sedang mempersiapkan Pukulan Bola-bola Iblis. Makin lama, bola api di dalam tangan Badiran Wasesa kian membesar. Saat bola api itu sudah sampai pada ukuran penuhnya, Badiran Wasesa mendorong kedua tangannya ke depan.

"Mampuslah kau, Sanatana!"

Seketika bola api itu melesat menuju ke arah Sanatana yang berdiri sigap dan siaga.

Saat bola-bola api yang diluncurkan Badiran Wasesa sudah sampai di pertengahan jarak, Sanatana memukulkan tangan kanannya yang mengepal ke udara.

Selarik sinar putih redup melesat tajam dari tangan Sanatana dan menghantam bola api besar itu.

BUUMMM!

Ledakan mahadahsyat menggelegar di puncak Gunung Bakaraya. Bumi bagai dilanda lindu. Sanatana terlempar ke belakang, menabrak batang-batang pohon sementara sosok Badiran Wasesa terjajar beberapa tindak sebelum jatuh bergulingan.

Tanah berhamburan di udara dan suara laksana guruh mengikuti kemudian. Gunung Bakaraya bergetar hebat, seolah sedang digoncangkan tangan gaib mahakuat.

Sanatana yang terluka di dalam berusaha menyelamatkan diri saat pohon-pohon mulai tercerabut tumbang, akar-akar pohon besar itu terjungkal ke atas. Di pihak lain, Badiran Wasesa yang sesak dadanya meneruskan bergulingan mencari selamat saat tanah di sekitarnya terasa bergerak dan rengkah.

Sejenak abu tebal yang disebabkan ledakan dahsyat itu menutupi pandangan. Saat luruhan tanah  dan abu itu lenyap, pemandangan puncak Gunung Bakaraya tidak sama lagi seperti sebelumnya. Puncaknya nyaris rata. Tanah rengkah di banyak tempat dan pohon-pohon bertumbangan.

Gunung Bakaraya kehilangan puncaknya.

Sanatana berdiri tercengang memperhatikan keadaan di puncak gunung. Longsor dahsyat akibat beradunya dua tenaga dalam hebat telah membuat kehancuran abadi di puncak gunung itu.

Sanatana yang sedang teralihkan titik fokus dalam pikirannya, tidak menyadari akan datangnya serangan.

Wuut!

Bukk!

Sosok Sanatana terlempar ke udara setelah tendangan bertenaga dalam yang dilancarkan Badiran Wasesa secara diam-diam menghantam punggungnya.

"Badiran Wasesa makhluk pengecut!"

Sanatana mendamprat marah.  Darah  kental mengalir di sudut mulutnya. Luka dalam akibat bentrokan sebelumnya belum hilang, kini dia sudah diberi luka dalam tambahan.

Badiran Wasesa tertawa gelak-gelak. "Kali ini mampuslah!" teriaknya sambil mendorong kedua tangan ke depan untuk  melepaskan pukulan Bola-bola Iblis kembali.

Bola-bola api besar kini melesat keluar dari tangan Badiran Wasesa, bergerak cepat menuju Sanatana.

"Hari ini, biar kukubur jasad dan semua kejahatan dalam hatimu di Bakaraya ini, Badiran Wasesa sesat!"

Tidak memedulikan luka dalamnya yang parah, Sanatana merapal Ajian Darah Bulan sekali lagi, kali ini dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika tadi dia melancarkan ajian itu dengan cara memukulkan kepalan tangan ke udara, kini Sanatana melakukannya dengan cara sedikit  berbeda.

Dengan telapak terbuka, tangan kanan Sanatana seolah sedang membelah udara, bergerak cepat dari bawah ke atas.

Selarik sinar putih pipih dan panjang melesat keluar memgikuti arah gerak tangan kanan Sanatana. Sinar putih lengkung laksana bulan sabit itu meluru deras menuju dua bola api yang melesat kencang di udara.

"Pukulan Pedang Bulan!" pekik Badiran Wasesa dengan kuduk  merinding.

Tokoh sesat itu terkesiap menyaksikan bagaimana sinar putih pipih itu membuyarkan arah lesatan dua bola api miliknya, yang semula bergerak lurus menuju Sanatana kini malah melenceng jauh setelah dilewati sinar putih pipih tersebut.

"Matilah!" seru Sanatana.

Sreet!

BUUMMM!

BUUMMM!

Lolong Badiran Wasesa terdengar mengerikan saat sosoknya terbelah dua oleh sinar putih pipih itu, dari kepala hingga kaki. Angin pukulan melempar dua bagian tubuh Badiran Wasesa saling menjauh. Satu ke arah Selatan dan yang lainnya menuju Utara, sebelum jatuh jauh menuju kaki gunung.

Sanatana  terbanting keras ke tanah akibat ledakan hebat dua bola api yang dilepaskan Badiran Wasesa. Ia memang berhasil membuyarkan arah lesatan bola-bola api itu, tapi tidak sepenuhnya mampu menyapu bersih pukulan mematikan tersebut.

Tokoh silat golongan putih itu menggeletak di tanah, sosoknya tertutup abu ledakan. Untuk beberapa saat lamanya, dia terlihat bagaikan mati, sampai jari-jarinya tampak bergerak-gerak perlahan.

***

- Berlanjut ke Bab 2 -

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Natalius Abidin
Iye, kayak elu. Uzur.
goodnovel comment avatar
Akhena Jun
Awal yang bagus. seolah mambaca buku² silat jaman dulu. Ini otornya mesti udah uzur. wkwkwkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status