“Paman… maafkan aku… Aku tidak berniat menipu… Aku juga sudah berusaha keras untuk bisa hamil sungguhan… Tapi belum berhasil. Kumohon, Paman… Biarkan Kelvin memaafkanku. Aku… aku benar-benar tidak bisa hidup tanpanya…”Alika tak memedulikan rasa sakit di wajahnya. Ia langsung bangkit dan berlutut di hadapan Adreno, memeluk kedua betis pria itu sambil menangis tersedu-sedu.Namun bukannya luluh, Adreno justru semakin murka.“Pergi kamu, perempuan tak tahu malu!” bentaknya.BUK!Tendangan keras mendarat di dada Alika, membuat tubuhnya kembali terhantam ke lantai. Ia meringis kesakitan, menggenggam dadanya yang terasa perih akibat hantaman itu.“Ayah, sudah cukup! Biarkan saja wanita rendahan itu. Tak perlu kita menjadi tontonan gratis!” kata Kelvin dengan dingin, menatap Alika tanpa sedikit pun belas kasih.Amarah membakar dalam dada Kelvin. Ia teringat bahwa semua penderitaan yang menimpanya berawal dari satu orang—Alika. Andai saja wanita itu tidak muncul dalam hidupnya, mungkin sekar
“Kelvin, bisakah kau berbicara lebih tenang sedikit? Alika sedang mengandung anakmu. Jangan memperlakukannya seperti itu! Bagaimana kalau dia kaget dan terjadi sesuatu pada kandungannya?”Adreno langsung menoleh ke arah Alika. “Kau baik-baik saja, Alika? Maafkan anakku. Kau pasti kaget. Apa perutmu terasa sakit?” Nada Adreno terdengar penuh perhatian, meskipun jelas yang ia khawatirkan sebenarnya bukan Alika, melainkan calon cucunya.Alika mencoba tersenyum meski wajahnya terlihat panik. “Tidak apa-apa, Paman. Aku hanya terkejut sedikit. Tidak akan berdampak apa pun pada calon cucumu.” Namun suaranya bergetar, dan ia tampak mulai gemetar karena ketakutan. Sikap Kelvin yang mendadak berubah membuatnya merasa sesuatu telah terjadi.“Penipu!” teriak Kelvin, lalu mendorong tubuh Alika hingga hampir terjatuh. Adreno spontan menahan tubuh Alika sebelum ia kehilangan keseimbangan.“Kelvin! Apa kamu sudah gila?! Kau hampir mencelakai cucuku!” bentak Adreno marah. “Apa yang sebenarnya terjadi?
"Aku datang untuk melihat, apakah Ayah mertua mendapat masalah. Aku sangat khawatir.""Masalah katamu? Semua ini adalah masalah! Dan semua ini gara-gara kebodohanmu, sehingga memberikan kesempatan pada Felix!""Kalau bukan demi anak dalam kandunganmu, maka aku tidak akan kehilangan setengah dari sahamku, dan Felix tidak akan bisa datang kemari dan mempermalukan aku!""Wanita tidak berguna! Kamu itu sampah! Berani sekali kamu menampakkan batang hidungmu!"Alika malah tersenyum dan tidak takut sama sekali. Dia duduk dengan tenang."Tenanglah Ayah mertua. Kekalahan di awal itu sudah biasa. Itu bisa membuat kita semakin kuat." Alika memenangkan emosi Adreno."Ngomong apa kamu?""Dengarkan aku." Alika mendekatkan bibirnya ke telinga Adreno dan memberitahukan rencana barunya.Tatapan Adreno sekarang melembut dan kemudian mengangguk pelan."Baiklah. Tapi, ini terakhir kalinya. Jangan ada kesalahan lagi. Kamu dengar Alika?"Di sisi lain,Emily merasa harinya semakin membaik. Hari ini dia baru
Felix hanya tersenyum, menyaksikan istrinya melakukan tos dengan sang kakek.Mereka pun duduk.Dengan nada yang lebih serius, sang kakek kembali bersuara, “Emily, kamu terlalu baik. Kamu selalu mendahulukan orang lain. Tapi, pernahkah kamu memikirkan dirimu sendiri?”Emily menatapnya lembut. “Memikirkan diri sendiri? Rasanya aku sudah cukup beruntung karena ada orang-orang yang peduli padaku.”Tuan Tua Widjaja tersenyum tipis.“Bukan begitu maksudku. Apa kamu tidak khawatir Alika akan menyimpan dendam dan mencoba membalas? Kamu harus tetap waspada kedepannya.”Apakah Emily takut pada Alika? Selama ini memang iya. Tapi bukan takut pada sosoknya, melainkan pada tipu daya dan kelicikan yang ia miliki.Namun kali ini, Emily merasa tenang. Terlebih saat Felix menggenggam tangannya dan berkata lembut,“Aku ada disini. Kamu tak perlu takut pada siapapun.”Tuan Tua Widjaja pun merasa lega. Ia pulang dalam keadaan puas setelah menyaksikan semua dengan mata kepala sendiri.Kini semua masalah te
Seorang pelayan datang ke lantai atas dan mengetuk pintu kamar. Felix yang membukanya, langsung bertanya keperluan si pelayan. Dengan sopan, pelayan itu menyampaikan bahwa di bawah ada Kelvin bersama ayahnya.Felix meminta Emily untuk tetap tinggal di kamar dan beristirahat. Ia sendiri yang akan menemui mereka.Namun rasa cemas membuat Emily akhirnya memutuskan untuk ikut turun diam-diam. Dari tangga, ia bisa melihat Kelvin dan Adreno tengah bersitegang dengan suaminya. Suara mereka terdengar meninggi.Keduanya memohon agar Felix mau melepaskan Alika."Aku tidak bisa membiarkannya bebas begitu saja. Dia sudah terlalu keterlaluan. Berkali-kali mencoba mencelakai istriku. Aku tidak akan membunuhnya, tapi aku akan mengirimnya keluar Negeri. Bukankah itu masih lebih baik?" ujar Felix tanpa ekspresi.Ucapan itu sontak membuat Kelvin dan Andreno panik. Mereka tahu persis ke mana maksud Felix akan mengirim Alika.Saat ini, Lydia telah berada di luar negeri, terasing di sebuah wilayah kumuh
Hari hari berlalu. Beberapa hari Emily datang dan memberinya makan, membuat Felix kembali memiliki tenaga. Dan pada saat ada kesempatan, dia melarikan diri dari Gudang itu.Dia berlari sejauh Mungkin. Tetapi dia tidak tahu harus kemana. Dia bahkan tidak mengenal daerah ini. Mungkin karena dia sudah dikurung dalam waktu yang cukup lama, dia masih belum mempunyai tenaga yang normal. Tubuhnya masih sangat lemah dan dia terjatuh di sebuah rel kereta api. Kakinya terluka.Felix sangat ketakutan. Ketika mendengar langkah kaki orang-orang, dia sangat takut karena itu adalah kelompok yang menculiknya.Dia berdoa dan terus berdoa.Pada hari yang sama, bertepatan Alika sedang pergi berlibur bersama ibu dan ayahnya, sementara Lidya juga ikut bersama mereka untuk menjadi penjaga Alika.Emily sudah sejak lama memendam rasa kagum sekaligus iri terhadap gaun tuan putri milik Alika. Gaun cantik dan mewah itu adalah impian Emily di masa kecilnya—impian yang seolah hanya bisa ditatap dari kejauhan, kar