Ini membuat Emily cukup kebingungan.
Kenapa pria itu bisa sangat mirip dengan suaminya? Tetapi bukan! Tentu saja bukan. Orang itu adalah Felix Widjaja, cucu pertama keluarga Widjaja yang terhormat. Dari cara menatapnya, cara berbicara, dan bahkan cara berjalan pun sudah sangat berbeda dengan Felix suaminya. Suaminya bernama Felix Lewis. Pria biasa dengan tatapan teduh dan wajah yang lembut. Rambutnya berwarna Blonde keemasan dengan panjang melebihi bahu. Sedangkan yang ini, rambutnya berwarna hitam dengan potongan yang rapi. Terlihat begitu tampan dan berkarisma seolah-olah seperti bintang yang bersinar terang. Hanya saja, mungkin kebetulan fitur wajah mereka sangat mirip. Emily langsung memalingkan pandangannya. Lalu, terdengar suara ayahnya bertanya. “Tuan Felix, dimana istrimu? Apa dia tidak datang bersamamu?” Emily tiba-tiba merasa pria itu kembali menatapnya. Meskipun Emily tidak berani menatapnya lagi, tetapi dia memasang telinganya baik-baik untuk mendengar jawaban dari pria itu. “Dia tidak bisa datang karena ada urusan keluarga yang penting.” Seketika hati Emily jadi lega, dan jantungnya yang berdebar-debar berangsur-angsur tenang. Benarkan? Ternyata bukan. Lalu terlihat Kelvin mengikuti di belakang mereka. Pria itu berpakaian jas dan terlihat lebih dewasa daripada yang Emily kenal selama ini. Sepertinya pria itu tidak menyadari kehadiran Emily. Dia terlihat berbisik-bisik mesra pada Alika. Semua orang sekarang duduk di tempatnya masing-masing. Kakek Widjaja, atau biasa dipanggil mereka Tuan Tua, duduk di kursi utama. Mereka mulai mendiskusikan rencana pernikahan dua keluarga ini. Emily perlahan keluar dari sana dan berdiri di ujung tangga, menatap ke bawah menyaksikan ramainya orang-orang di ruangan tamu itu. Tiba-tiba lengannya ditarik oleh Lidya. “Emily, apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu belum bisa melupakan Kelvin? Biar kuingatkan, dia sekarang adalah saudara iparmu, calon suami adikmu, Alika. Jangan memikirkan yang macam-macam!” Emily langsung menarik lengannya dan tersenyum. “Jangan khawatir. Aku tidak tertarik menjadi wanita simpanan. Tadi Tuan Tomi Juwanda yang memintaku tinggal sedikit lebih lama untuk merayakan hari pertunangan Alika.” Sejak kecil dia sudah mengerti kondisinya, Dia tahu diri, jadi memang selalu memanggil ayahnya Tuan Tomi, bukan ayah. Lidya menggertakkan giginya, “Kamu jangan pura-pura polos! Ayahmu itu hanya basa-basi saja. Kamu saja yang langsung mengambil hati. Apa kamu tidak tahu dimana tempatmu? Ini perjamuan terhormat! Aku tidak ingin membuat malu keluarga Juwanda, apalagi kamu hanya putri haram. Apa kamu punya tempat untuk duduk di sana? Jadi lebih baik kamu pergi sekarang sebelum membuat malu keluarga ini.” Emily sangat ingin menjawab, tapi dia takut menimbulkan keributan dan menjadi perhatian orang-orang. Akhirnya dia mengalah dan beranjak pergi. Dia berjalan menuju pintu keluar lewat dapur. Dia menunduk menghindari pandangan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia menabrak bahu seseorang. Gelas jus di tangan orang itu oleng, dan isinya tumpah ke lantai. Sebagian mengenai gaun si pemegang gelas. “Emily, kamu sengaja ya?” Suara Alika terdengar sangat marah. Emily mendongak, dia menyerngitkan alisnya. “Alika, kenapa kamu ada di dapur?” Seharusnya dia ada di depan, kan? “Aku hanya ingin mengambil jus favorit tunanganku. Tapi kamu sengaja menumpahkannya! Lihat gaunku yang mahal ini! Gara-gara kamu jadi rusak! Apa kamu bisa menggantinya?” Alika menggertakkan gigi karena marah. “Maafkan aku, Alika. Aku tidak sengaja. Aku tidak melihatmu. Lagian, begitu banyak pelayan, kenapa kamu harus repot-repot pergi ke dapur?” Emily merasa agak aneh. Alika mengepalkan tangannya. Dia telah menyingkirkan harga dirinya untuk pergi ke dapur sendiri demi membuatkan jus favorit Kelvin. Karena Kelvin bilang jika hari ini dia tidak ingin minum anggur. Dia berpikir ini adalah kesempatan untuk mendapatkan kesan baik di depan keluarga Widjaja. Tapi perempuan jalang ini justru menyulitkannya! Alika menatap marah pada Emily. “Memangnya kenapa kalau aku pergi ke dapur? Oh, kamu cemburu ya? Karena aku bisa melayani Kelvin sekarang. Sedangkan kamu dibuang seperti sampah! Dan sekarang malah menikah dengan pria sampah!” “Emily, kuberitahu kamu, Kelvin itu calon tunanganku. Kamu jangan bermimpi lagi!” Emily menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku sama sekali sudah tidak memikirkannya. Kamu jangan khawatir.” Setelahnya, Emily akan melangkah pergi. Tapi Alika tidak bisa membiarkan dia pergi begitu saja setelah membuat jus buatan tumpah dan gaunnya basah. Dia mencekal lengan Emily dan mendorongnya dengan kasar. “Mau kemana kamu anak haram! Bisa-bisanya kamu ingin melarikan diri setelah membuat gaunku rusak!” Emily tercengang. “Aku sudah meminta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja. Lagipula, itu hanya basah.” Alika menatap gaun bagian bawahnya. Warna putih itu telah terlihat agak kekuningan karena percikan jus. “Apanya yang hanya basah. Warnanya jadi rusak. Ini adalah hari pentingku. Kamu sengaja ingin mempermalukan aku, kan?” Kening Emily berkerut. Ketika dia ingin bicara, Lidya muncul dari belakangnya. Dia melihat Alika memegang gelas kosong, dan wajahnya terlihat marah. Lidya terkejut. “Alika, ada apa ini?” Dia melihat Emily ada disini juga, dan bekas tumpahan jus di lantai.. Lidya langsung bisa tahu apa yang terjadi. “Emily, apa sebenarnya yang kamu inginkan?” Dia benar-benar marah pada Emily. Emily menatap ibunya dengan datar, tidak ada emosi saat dia berbicara, “Ibu, beruntung kamu datang. Cepat bawa Alika ke atas untuk mengganti gaunnya. Aku benar-benar tidak sengaja.” Mengganti gaun? Alika meradang. Sudah lama dia memilih gaun ini. Hampir setiap malam dia memimpikan bisa mengenakan gaun ini tepat di pesta pertunangannya. Dan hari yang diimpikannya itu benar-benar tiba. Lalu anak haram ini tiba-tiba merusak mimpinya begitu saja. Memikirkan hal itu dia menjadi sangat marah. Alika mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan siap menampar Emily. Tetapi tiba-tiba saja, pergelangan tangannya dipegang seseorang dan dilempar begitu. Semua orang terkejut saat melihat siapa orangnya. Felix Widjaja berjalan dari samping dan berdiri di sisi Emily. Alika tertegun melihat pria itu. Wajah Felix terlihat sangat tampan. Fitur wajahnya sempurna, dan auranya sangat luar biasa. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Kelvin yang padahal sudah cukup tampan. Wajah Alika bersemu merah. Dia tidak bisa untuk tidak terpesona. “Tuan Felix, kenapa anda bisa pergi ke dapur? Apa anda perlu sesuatu?” Alika berkata dengan lembut, sangat kontras dengan nada bicaranya pada Emily tadi.Sesampainya di rumah, Rania dibuat terkejut. Meja makan penuh dengan hidangan hangat: sup ayam ginseng, tumis sayuran, ikan bakar, dan bahkan puding mangga kesukaannya.“Ini... kamu yang pesan?” Rania meliriknya curiga.Aaron duduk santai, melepas jasnya, lalu menggulung lengan kemejanya. “Aku yang masak.”Rania menahan tawa. “Jangan bercanda. Mana mungkin CEO yang sibuk bisa masak seperti ini.”“Tanya saja pada koki keluarga. Aku belajar beberapa menu sederhana.” Aaron menatapnya serius. “Aku ingin kamu makan makanan yang benar, bukan hanya instan atau camilan.”Hati Rania seperti tersengat. Dia ingin menyangkal, tapi perhatiannya yang kecil itu begitu nyata. Dengan malas ia duduk, lalu mulai menyendok sup ayam ginseng. Rasanya hangat, lembut, dan entah kenapa ini membuat perasaannya agak aneh.Aaron memperhatikan dengan seksama. “Bagaimana?” tanyanya.Rania berdehem, berusaha menyembunyikan perasaannya. “Lumayan.”Aaron tersenyum puas, lalu menambahkannya dengan lembut, “Kalau kamu
"Suamimu akan membantumu mengambil pakaian." Aaron berkata sambil mengeluarkan sebuah gaun dari lemari, "Pakailah ini."Rania melihatnya, itu adalah gaun kuning angsa yang dia beli bersama Mirna.Gaun itu memang bagus, tapi terlalu panjang dan desain kerahnya juga terlalu tinggi.Bukankah tidak nyaman jika pergi ke kelas mengemudi dengan gaun seperti itu?"Cukup." Hanya kata itu yang diucapkan Aaron, dan Rania langsung menundukkan kepalanya. Dia melemparkan bajunya dengan marah lalu berbalik dan kembali berbaring, "Aku tidak mau ke kelas!""Sangat menjengkelkan!"Aaron mengangkat alisnya, "Benar nih tidak mau pergi?""Iya.""Bagus kalau begitu."Detik selanjutnya... "Ahhhhhhhh aku pergi, bisakah aku pergi?" Rania segera mengambil gaun itu, dan memakainya."Bagus." Aaron terlihat sangat puas. "Setelah mandi, pergilah ke bawah untuk sarapan."Setelah 10 menit, Rania bersiap-siap dan turun ke bawah dengan menggunakan tas kecil. Dari jauh, tercium bau lezat.Rania melihat meja makan yang
"Kak Aaron." Suara wanita dari seberang telepon memanggil dengan lembut, "Besok, aku akan berada di pesawat yang sama dengan Ziyang, akan ku kirimkan nomor penerbangan saat aku sudah mendaftar."Rania bertanya, "Siapa kamu?"Wanita di seberang telepon itu terdiam."Halo? Kenapa diam?"Masih belum ada jawaban dari wanita itu, tiba-tiba telepon langsung ditutup.Rania meletakkan handphone itu lalu menatap Aaron yang sedang mabuk, dia terus bertanya-tanya.Wanita tadi memanggilnya Kak Aaron, "Intim sekali, dia bukan cinta lama suamiku kan?""Ck, apa cinta lamanya akan datang menemuinya?"Seperti menyadari sesuatu, Aaron mulai bertingkah angkuh, "Sayang, bantu aku mandi.""Mandi? Mau mandi kan?" Rania tersenyum jahat.Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalakan air. Setelah beberapa saat, dia keluar dengan baskom berisi air dingin dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menyiramkan air itu ke Aaron.Aaron yang masih terkapar di kasur langsung bangun dan membuka mata. Rania sangat senan
Jangankan Ken, sebagai perempuan dia juga berpikir kalau kata "sayang" sangatlah menjijikan.Rania berbicara dengan nada yang kasar dan terlihat kesal, "Menyusahkan, Besok aku harus bangun pagi-pagi, dan sekarang sudah lebih dari jam sebelas. Cepat bangun, ayo pulang denganku!"Aaron sangat jarang kehilangan kesabarannya, ia meraih tangan Rania dan berdiri di atas sofa. Dengan seketika dia memeluk gadis kecil itu dengan beban yang lebih dari 50 kilogram, "sayang, kenapa kamu terlambat datang?"Rania merasa semakin kesal, dia mengerutkan kening dan mencoba membantunya keluar, tapi yang terjadi malah..."Aku bertanya, tapi kamu tidak menjawab, suamimu ini akan menghukummu."Tiga orang lain yang ada di ruangan itu tertawa dan membuat Rania semakin merasa malu serta marah, "Kamu sengaja kan pura-pura mabuk?""Sayang kamu tidak sopan. Jangan keluarkan kata-kata kotor lagi."Wajah Rania kembali memerah, dia hanya bisa membisikkan peringatan kepadanya, "Kalau begitu kamu tidak boleh berbicar
Rnia turun setelah bus sampai di pusat kota, lalu dia harus naik bus umum. Karena terlambat, Aaron mengirim pesan teks, [Sayang, kamu sudah pulang?] Rania membalas, [Masih lima halte lagi.] [Kenapa kamu tidak naik taksi?] [Tidak ada uang.] Kemudian tidak ada balasan dari Aaron. Tapi beberapa detik kemudian dia mendapat notifikasi dari bank. Rania terlihat senang, dan segera memeriksa. "Sialan!" "100 ribu?" "hhmm, bos perusahaan Widjaja hanya mengirim uang segitu kepada istrinya?" "Dasar pelit!" Jelas terlihat, Rania sangat kesal sampai berteriak, "Kurang ajar". Dia pun mengirim pesan, [Aku ingin memukulmu sampai mati] Karena masih belum merasa lega. Baru saja dia ingin mengirim lagi [Aku akan membunuhmu suami sialan] Aaron membalas dengan stiker "senyum" Melihat stiker itu, Rania seperti melihat pria itu menatapnya dengan tajam dan dalam... Dia pun takut, dan langsung buru-buru menghapus stiker terakhir itu dan menggantinya dengan "Berlutut dan berterima k
Setelah kelas mengemudi itu selesai dan Rania sudah pergi, staf itu segera pergi ke samping untuk mengambil ponselnya dan menekan nomor, "Halo, asisten Li.” “...” "Ya, Rido sudah dipindahkan. Saya menjadi satu-satunya pelatih wanita di sekolah mengemudi ini untuk melatih Nona Rania. Sekarang Nona Rania sudah di kelas." "Pasti, pasti, sama-sama.” Karena ingin segera mendapatkan SIM-nya, Rania mendaftar banyak kelas selama beberapa hari terakhir ini. Dia mengikuti kelas dari pukul 10:00 hingga 11:30 pagi, lalu istirahat dan makan, kemudian pukul 1:00 siang sudah harus masuk kelas lagi.Cuaca di akhir Agustus sangatlah panas.Terutama pada pukul dua atau tiga sore, matahari bersinar sangat terik. Bahkan di dalam mobil ber-AC pun, Rania tetap saja tidak tahan.Akhirnya waktu istirahat tiba. Rania pun pergi ke kafe dan memesan segelas besar es teh susu. Baru saja dia duduk dan minum seteguk, terdengar dua gadis di meja sebelah yang sedang bergosip, "Wow, lihat pria tampan itu?""Apa d