Home / Romansa / Diam-diam Menikahi Bos Besar / Bab 8. Mereka Ingin, Dia tidak Pernah Kembali lagi

Share

Bab 8. Mereka Ingin, Dia tidak Pernah Kembali lagi

Author: Any Anthika
last update Last Updated: 2025-05-01 09:33:24

Sementara itu, di rumah Widjaja.

Felix Widjaja sedang duduk di dalam ruangan. Wajahnya muram dan anak buahnya, Jefri, terlihat begitu takut . "Maaf, Tuan. Aku gagal menjalankan tugas dengan baik. Aku, kehilangan Nyonya Tua.”

“Kenapa sangat bodoh! Begitu banyak penjaga, tapi tidak berguna!” Felix melempar tatapan dingin yang membuat Jefri gemetar ketakutan.

Neneknya menderita alzheimer. Dia sering melamun, dan sering tiba-tiba akan kembali sadar dan menyelinap keluar ketika yang lainnya sedang sibuk.

Setelah mengecek CCTV, mereka melihat Nyonya Tua keluar dengan mengendap-endap dan naik bus sendirian.

Tiba-tiba, telepon berdering.

Felix langsung menjawabnya. Suara perempuan yang tenang dan lembut terdengar dari ujung sana. "Halo. Apa Anda kehilangan seorang nenek? Dia bersamaku sekarang."

Suhu dalam ruangan langsung membeku.

Semua orang langsung beraksi. Ada yang bersiap untuk menelepon polisi dan Jefri

segera melacak sumber panggilan masuk.

Mata Felix tajam, dan suaranya mantap. "Berapa uang yang kamu inginkan?"

Suara wanita itu terdengar kesal. "Aku tidak butuh uangmu. Hanya saja, sebagai cucu seharusnya kamu bisa menjaga nenekmu dengan baik. Dasar cucu tidak berguna!” Setelah itu panggilan ditutup dengan sepihak. Lalu sebuah alamat masuk.

Jefri menghela napas lega, menepuk-nepuk dadanya.

Wanita yang menelepon itu sepertinya baik hati. Beberapa kali Nyonya Tua mengalami hal ini. Setiap kali ada yang menemukannya selalu meminta imbalan cukup besar. Sementara wanita tadi hanya mengoceh.

Felix terdiam beberapa saat.

Dia merasa familiar dengan suara wanita itu.

Lima menit kemudian, mereka tiba di lokasi yang dikirim tadi. Tapi wanita muda yang menelpon tadi tidak ada di sana. Hanya ada seorang petugas polisi bersama Nyonya Tua.

Felix langsung memeluk neneknya dan bertanya dengan cemas, "Nenek, bagaimana kamu bisa sampai di sini?"

Nyonya tua menjawab dengan cemberut, "Aku hanya sedang mencari cucu menantu perempuanku. Dia tinggal di dekat sini!"

Felix mendesah. "Nenek, tidak ada cucu menantumu disini.”

"Ada! Aku tadi bertemu dengannya!" Nyonya tua mengeluh, "Tapi gadis itu malah meninggalkan aku disini.”

“Dia pasti marah pada kita, karena kamu tidak mau membawanya pulang! Dasar cucu kurang ajar! Kenapa tidak membawa cucu menantuku pulang?”

Felix tercengang!

Kenapa neneknya terdengar begitu yakin? Apa dia sudah mendengar jika dia sudah menikah? Tapi mustahil dia mengenal wanita yang dinikahinya di biro kemarin.

Karena setahunya, neneknya sangat tidak menyukai Amelia, gadis yang dijodohkan sang kakek dengannya.

Setelah menyadari jika neneknya menderita alzheimer, Felix hanya mendesah.

Tiba-tiba saja Nyonya tua merebut ponsel di tangannya.

“Sini, ponselmu."

Nyonya tua itu langsung menuliskan nomor dari panggilan terakhir di buku catatannya.

Akhirnya, dia tersenyum puas karena sudah menyimpan informasi kontak cucu menantu perempuannya!

Felix menatap kontak tanpa Foto itu.

Dia mengingat nomor itu, tapi tidak bisa mengingatnya.

‘Sial! Nomor Emily ada di ponsel khusus.’

Padahal, Felix cukup penasaran dan ingin mencocokan nomor itu. Sayangnya, kemarin saat di biro, dia menggunakan ponsel pribadinya yang tertinggal di kantor Grup Lewis.

Tidak mungkin!

Felix akhirnya menepis semua pikirannya sendiri dan fokus kembali pada neneknya.

Tadi, Emily khawatir setelah anggota keluarga nenek itu tiba, mereka malah akan salah paham padanya.

Dia tidak pandai menghadapi situasi seperti itu. Jadi saat dia melihat polisi yang sedang patroli, dia memutuskan untuk menitipkan nenek itu pada polisi.

Keesokan paginya, dia mendapat panggilan dari Samuel. "Emily, Profesor Kim memanggilmu! Cepat datanglah.”

“Ada apa?”

“Tidak tahu. Tapi kelihatannya sangat penting. Dia memberitahuku.”

“Bagaimana dengan pekerjaanku? Hari ini, aku masih punya banyak data yang perlu diisi.”

“Aku bisa meminta bantuan Mela mengisinya untukmu. Cepatlah kamu pergi ke kampus dulu. Takutnya, ini menyangkut kuliahmu.”

Emily tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia segera naik taksi dan bergegas menemui Profesor Kim di kantor kampusnya.

Emily bekerja di sebuah biro media. Dia juga berkuliah.

Saat dia masuk, dia melihat Lidya dan Alika sudah ada di sana.

Emily sedikit terkejut.

Dia dan Alika memang berkuliah di universitas Oxford ini, yang merupakan salah satu Universitas terbaik di kota ini.

Emily menatap mereka. Jika Alika yang ada disini itu wajar, tapi Lidya?

Untuk apa wanita itu disini?

Baru saja dia bertanya-tanya, terdengar suara serius Profesor Kim. "Emily, maaf. Kualifikasi kamu untuk rekomendasi studi pascasarjana harus dicabut."

Emily terkejut. "Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?"

"Ibumu baru saja mengatakan kalau perilaku dan latar belakangmu tidak pantas dan tidak sesuai dengan persyaratan untuk siswa tingkat lanjut," Profesor Kim mengerutkan kening.

Lalu profesor Kim berkata dengan pelan, “Apa ada kesalahpahaman antara ibumu dan kamu? Sebaiknya kamu segera meminta maaf dulu pada ibumu. Kamu punya masa depan yang bagus. Jangan sampai rusak hanya karena kesalahpahaman."

Alika mendesah saat mendengar ini. "Profesor, aku yakin ibu Emily punya niat baik."

Dia menatap Emily. "Kamu sudah menyinggung Tuan Felix Widjaja. Dia pasti ingin kamu menghilang dari universitas ini.”

Mendengar perkataan Alika, mata Emily berkedip. Ternyata itu penyebabnya.

Lalu Alika mendekatinya dan berkata, "Ini tiket pesawat yang ayah beli untukmu. Dia bilang kamu harus segera pergi ke luar negeri untuk menghindari masalah. Kalau tidak, bahkan keluarga Juwanda tidak akan bisa melindungimu."

Mata Emily melotot dingin.

Bagus sekali. ‘Menghindari masalah?’ Keluarga Juwanda khawatir dia akan membawa masalah bagi mereka?

Dia melirik tujuan di tiket itu. Itu Argentina.

Negara yang paling jauh dari asia.

Sepertinya, mereka sangat berharap agar dia tidak pernah kembali.

Dia mendorong tiket itu dan berkata dingin, "Tidak perlu repot-repot."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
nandalolita43
Masih betah
goodnovel comment avatar
Linda Amelia
lanjut outhor...semangaat...
goodnovel comment avatar
Tety Vivo
Dicerita ini ternyata ibu brengsek mmg ada, Si Emily mengalah terus sama Ibu kandungnya, ayahnya dan Alika adiknya sendiri, Benar-benar defenisi keluarga gak punya Akhlak. Ibunya yg mau hamil dan jadi pelayan serta simpanan, tapi malah menyiksa anaknya sendiri, tapi nyata sich,didunia nyata juga ada
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Diam-diam Menikahi Bos Besar   Bab 284. Epilog

    Sesampainya di rumah, Rania dibuat terkejut. Meja makan penuh dengan hidangan hangat: sup ayam ginseng, tumis sayuran, ikan bakar, dan bahkan puding mangga kesukaannya.“Ini... kamu yang pesan?” Rania meliriknya curiga.Aaron duduk santai, melepas jasnya, lalu menggulung lengan kemejanya. “Aku yang masak.”Rania menahan tawa. “Jangan bercanda. Mana mungkin CEO yang sibuk bisa masak seperti ini.”“Tanya saja pada koki keluarga. Aku belajar beberapa menu sederhana.” Aaron menatapnya serius. “Aku ingin kamu makan makanan yang benar, bukan hanya instan atau camilan.”Hati Rania seperti tersengat. Dia ingin menyangkal, tapi perhatiannya yang kecil itu begitu nyata. Dengan malas ia duduk, lalu mulai menyendok sup ayam ginseng. Rasanya hangat, lembut, dan entah kenapa ini membuat perasaannya agak aneh.Aaron memperhatikan dengan seksama. “Bagaimana?” tanyanya.Rania berdehem, berusaha menyembunyikan perasaannya. “Lumayan.”Aaron tersenyum puas, lalu menambahkannya dengan lembut, “Kalau kamu

  • Diam-diam Menikahi Bos Besar   Bab 283. Karena aku khawatir

    "Suamimu akan membantumu mengambil pakaian." Aaron berkata sambil mengeluarkan sebuah gaun dari lemari, "Pakailah ini."Rania melihatnya, itu adalah gaun kuning angsa yang dia beli bersama Mirna.Gaun itu memang bagus, tapi terlalu panjang dan desain kerahnya juga terlalu tinggi.Bukankah tidak nyaman jika pergi ke kelas mengemudi dengan gaun seperti itu?"Cukup." Hanya kata itu yang diucapkan Aaron, dan Rania langsung menundukkan kepalanya. Dia melemparkan bajunya dengan marah lalu berbalik dan kembali berbaring, "Aku tidak mau ke kelas!""Sangat menjengkelkan!"Aaron mengangkat alisnya, "Benar nih tidak mau pergi?""Iya.""Bagus kalau begitu."Detik selanjutnya... "Ahhhhhhhh aku pergi, bisakah aku pergi?" Rania segera mengambil gaun itu, dan memakainya."Bagus." Aaron terlihat sangat puas. "Setelah mandi, pergilah ke bawah untuk sarapan."Setelah 10 menit, Rania bersiap-siap dan turun ke bawah dengan menggunakan tas kecil. Dari jauh, tercium bau lezat.Rania melihat meja makan yang

  • Diam-diam Menikahi Bos Besar   Bab 282. Cinta Lama?

    "Kak Aaron." Suara wanita dari seberang telepon memanggil dengan lembut, "Besok, aku akan berada di pesawat yang sama dengan Ziyang, akan ku kirimkan nomor penerbangan saat aku sudah mendaftar."Rania bertanya, "Siapa kamu?"Wanita di seberang telepon itu terdiam."Halo? Kenapa diam?"Masih belum ada jawaban dari wanita itu, tiba-tiba telepon langsung ditutup.Rania meletakkan handphone itu lalu menatap Aaron yang sedang mabuk, dia terus bertanya-tanya.Wanita tadi memanggilnya Kak Aaron, "Intim sekali, dia bukan cinta lama suamiku kan?""Ck, apa cinta lamanya akan datang menemuinya?"Seperti menyadari sesuatu, Aaron mulai bertingkah angkuh, "Sayang, bantu aku mandi.""Mandi? Mau mandi kan?" Rania tersenyum jahat.Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalakan air. Setelah beberapa saat, dia keluar dengan baskom berisi air dingin dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menyiramkan air itu ke Aaron.Aaron yang masih terkapar di kasur langsung bangun dan membuka mata. Rania sangat senan

  • Diam-diam Menikahi Bos Besar   Bab 281. Panggilan dari seorang Wanita

    Jangankan Ken, sebagai perempuan dia juga berpikir kalau kata "sayang" sangatlah menjijikan.Rania berbicara dengan nada yang kasar dan terlihat kesal, "Menyusahkan, Besok aku harus bangun pagi-pagi, dan sekarang sudah lebih dari jam sebelas. Cepat bangun, ayo pulang denganku!"Aaron sangat jarang kehilangan kesabarannya, ia meraih tangan Rania dan berdiri di atas sofa. Dengan seketika dia memeluk gadis kecil itu dengan beban yang lebih dari 50 kilogram, "sayang, kenapa kamu terlambat datang?"Rania merasa semakin kesal, dia mengerutkan kening dan mencoba membantunya keluar, tapi yang terjadi malah..."Aku bertanya, tapi kamu tidak menjawab, suamimu ini akan menghukummu."Tiga orang lain yang ada di ruangan itu tertawa dan membuat Rania semakin merasa malu serta marah, "Kamu sengaja kan pura-pura mabuk?""Sayang kamu tidak sopan. Jangan keluarkan kata-kata kotor lagi."Wajah Rania kembali memerah, dia hanya bisa membisikkan peringatan kepadanya, "Kalau begitu kamu tidak boleh berbicar

  • Diam-diam Menikahi Bos Besar   Bab 280. Aaron Mabuk

    Rnia turun setelah bus sampai di pusat kota, lalu dia harus naik bus umum. Karena terlambat, Aaron mengirim pesan teks, [Sayang, kamu sudah pulang?] Rania membalas, [Masih lima halte lagi.] [Kenapa kamu tidak naik taksi?] [Tidak ada uang.] Kemudian tidak ada balasan dari Aaron. Tapi beberapa detik kemudian dia mendapat notifikasi dari bank. Rania terlihat senang, dan segera memeriksa. "Sialan!" "100 ribu?" "hhmm, bos perusahaan Widjaja hanya mengirim uang segitu kepada istrinya?" "Dasar pelit!" Jelas terlihat, Rania sangat kesal sampai berteriak, "Kurang ajar". Dia pun mengirim pesan, [Aku ingin memukulmu sampai mati] Karena masih belum merasa lega. Baru saja dia ingin mengirim lagi [Aku akan membunuhmu suami sialan] Aaron membalas dengan stiker "senyum" Melihat stiker itu, Rania seperti melihat pria itu menatapnya dengan tajam dan dalam... Dia pun takut, dan langsung buru-buru menghapus stiker terakhir itu dan menggantinya dengan "Berlutut dan berterima k

  • Diam-diam Menikahi Bos Besar   Bab 279. Bertemu Kakak lama

    Setelah kelas mengemudi itu selesai dan Rania sudah pergi, staf itu segera pergi ke samping untuk mengambil ponselnya dan menekan nomor, "Halo, asisten Li.” “...” "Ya, Rido sudah dipindahkan. Saya menjadi satu-satunya pelatih wanita di sekolah mengemudi ini untuk melatih Nona Rania. Sekarang Nona Rania sudah di kelas." "Pasti, pasti, sama-sama.” Karena ingin segera mendapatkan SIM-nya, Rania mendaftar banyak kelas selama beberapa hari terakhir ini. Dia mengikuti kelas dari pukul 10:00 hingga 11:30 pagi, lalu istirahat dan makan, kemudian pukul 1:00 siang sudah harus masuk kelas lagi.Cuaca di akhir Agustus sangatlah panas.Terutama pada pukul dua atau tiga sore, matahari bersinar sangat terik. Bahkan di dalam mobil ber-AC pun, Rania tetap saja tidak tahan.Akhirnya waktu istirahat tiba. Rania pun pergi ke kafe dan memesan segelas besar es teh susu. Baru saja dia duduk dan minum seteguk, terdengar dua gadis di meja sebelah yang sedang bergosip, "Wow, lihat pria tampan itu?""Apa d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status