Ruangan itu sebenarnya tidak besar, jadi pengemis yang meringkuk di sudut pun mendengar percakapan mereka dan perlahan mengangkat kepala untuk melirik ke arah Andini. Begitu melihat bahwa Andini sedang menatapnya, dia buru-buru menundukkan kepala lagi.Tiba-tiba, terdengar suara pengemis lain bertanya dengan sinis, "Heh, Yunus, ke mana pacarmu? Jangan-jangan kamu sudah dipukuli demi dia, tapi dia malah mencampakkanmu?""Jangan ngomong sembarangan!" Pengemis bernama Yunus itu malah membalas dengan suara lantang, "Ratih itu gadis baik!"Mendengar nama itu, Andini seketika berdiri tegak. Dia menatap tajam ke arah Yunus dan bertanya, "Apa kamu bilang? Siapa namanya?"Ratih?Pada saat itu juga, Andini hampir yakin sepenuhnya bahwa pengemis wanita yang mereka bicarakan itu adalah Dianti.Dia belum mati. Dia telah kembali dan bahkan memakai nama Ratih! Pembunuh berdarah dingin itu ... berani-beraninya menggunakan nama orang yang sudah dia bunuh! Hatinya benar-benar terbuat dari batu!Mungkin
Andini pun meletakkan seluruh kepingan perak di tangannya ke dalam mangkuk para pengemis itu.Namun, dia kembali berkata, "Kalau kalian suatu saat melihat wanita itu lagi, tolong perhatikan ke mana perginya. Setelah itu, datanglah ke kediaman Pangeran Surya untuk memberitahuku.""Kediaman Pangeran Surya?"Bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih, para pengemis itu sudah terlebih dulu berteriak kaget, "Anda ... Anda putri sulung dari Keluarga Adipati?""Istri Jenderal Kalingga?""Bukan Jenderal, tapi Panglima Kalingga!""Diam kalian! Mereka sudah cerai, sekarang nggak ada hubungannya lagi dengan Keluarga Maheswara!"Beberapa orang itu saling menyela, lalu pada akhirnya semua serempak menatap Andini dengan tatapan kikuk dan senyum canggung.Andini tersenyum tipis, "Kalian cukup panggil aku Nona Andini saja.""Baik, Nona Andini," sahut mereka dengan patuh.Namun tak lama kemudian, salah satu dari mereka tampak ragu-ragu, lalu memberanikan diri berkata, "Nona Andini, kami dengar Anda s
Setelah Andini meninggalkan lapangan pelatihan, dia tidak langsung kembali bersama Harafah, melainkan menuju ke jalanan kota. Ibu kota memang ramai dan makmur. Jumlah pengemis di dalam kota sebenarnya tidak banyak dan biasanya mereka hanya terlihat di depan kedai atau restoran.Oleh karena itu, Andini langsung pergi ke kawasan paling ramai di kota, dengan rumah makan dan restoran terbanyak. Sesuai dugaannya, dia melihat beberapa pengemis sedang duduk untuk mengais keberuntungan di sudut jalan.Andini melangkah mendekat perlahan. Beberapa pengemis itu mendongak menatapnya dari arah cahaya. Begitu melihat bahwa Andini berpakaian mewah, mereka langsung menyodorkan mangkuk rusaknya."Orang baik, mohon belas kasihannya! Semoga Anda kaya raya dan sejahtera!"Andini pun mengeluarkan satu tahil perak dari lengan bajunya dan melemparkannya ke dalam salah satu mangkuk pengemis. Suara dentingan dari logam itu terdengar nyaring, jelas bukan suara dari sekeping koin tembaga biasa.Para pengemis pun
Timbul perasaan getir yang sulit diungkapkan menyeruak di dadanya. Andini tahu, apa yang dikatakan Malika adalah kenyataan. Dia juga tahu, Rangga memang pernah berusaha menentang. Dia tahu, Rangga memang menyimpan perasaan padanya.Hanya saja, perasaan itu terlalu kecil. Terlalu kecil hingga tidak bisa menandingi air mata ibunya. Apalagi air mata Dianti. Terlalu kecil hingga saat orang lain menuduhnya, Rangga langsung memercayainya.Andini tidak pernah merasa bahwa Rangga benar-benar mencintainya sedalam itu. Apa yang Rangga lakukan sekarang, semua hanyalah penyesalan karena cintanya tidak kesampaian. Bukan karena benar-benar memikirkan Anggi.Setelah menarik napas panjang, Andini menarik tangannya perlahan dari genggaman Malika. "Bibi jangan lupa, Master Hardan pernah memberi ramalan padaku. Demi Jenderal Rangga, juga demi Kak Kalingga, akan lebih baik kalau aku menjauh dari keluarga ini."Sebenarnya, setelah Surya menasihatinya, dia sudah tidak terlalu menganggap serius ramalan itu.
Lamunan Andini buyar saat mendengar pertanyaan Rangga. Dia memandangi pria itu yang tampak begitu lemah saat ini, tapi raut wajahnya tetap tidak banyak berubah."Sebenarnya, apa yang perlu kukatakan padamu, sudah kukatakan semuanya. Hanya saja, kamu nggak pernah mau mendengarkan. Kamu juga nggak peduli apa sebenarnya isi hatiku," ucap Andini dengan datar sambil terus menyuapi Rangga agar dia tidak sempat bicara."Aku masih ingat kebaikanmu dan Abimana padaku sejak kecil. Tapi luka yang kuterima, sudah jadi bekas yang nggak bisa hilang, Rangga. Kita semua harus melihat masa depan."Akhirnya, semangkuk obat itu pun habis disuapkan.Rangga menatap Andini. Sepasang mata yang selama ini selalu tenang, kini dipenuhi kesedihan yang mendalam. Mungkin karena rasa sakit yang begitu hebat, dia bahkan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun lagi. Atau mungkin, ada terlalu banyak yang ingin dikatakan sampai-sampai tidak tahu harus mulai dari mana.Andini pun berkata dengan pelan, "Jenderal, beristi
Sambil terus menyuapi Rangga, Andini berkata dengan suara datar, "Hal-hal yang sudah lewat, biarlah berlalu. Kita semua harus menatap ke depan."Rangga tahu, Andini sedang mencoba membujuknya agar bisa melepaskan semuanya. Namun, dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara untuk melepaskannya.Gadis kecil yang dulu selalu mengitarinya, sekarang duduk di depan ranjangnya dan menyuapinya obat. Jarak mereka sedekat ini, tapi entah kenapa, terasa sejauh langit dan bumi. Berkali-kali dia pernah punya kesempatan untuk memeluk Andini dan menjadikan Andini miliknya seutuhnya. Namun setiap kali, dia malah menyia-nyiakan kesempatan itu.Rangga merasa tidak rela. Bagaimana mungkin dia bisa rela?Mungkin karena emosi di dadanya begitu kuat, sebelum sempat menelan obat, Rangga malah tersedak dan kemudian mulai batuk hebat. Andini langsung berdiri panik dan menepuk-nepuk punggung Rangga dengan hati-hati.Paru-parunya sudah terluka parah. Batuk seperti ini hanya akan memperburuk keadaannya!Saat ini, H
Andini tidak menyangka, obat dari tabib kediaman akan memberi efek sehebat ini. Padahal sebenarnya, Andini seharusnya sudah bisa menduganya. Dulu saat dia dipukul separah itu oleh Pangeran Baskoro, obat dari tabib kediamanlah yang menyelamatkannya.Pemulihan Rangga yang begitu cepat, mungkin tidak akan terlalu mencolok bagi orang awam. Akan tetapi, Harafah adalah seorang ahli. Dia pasti bisa menebaknya!Andini pun menarik kembali tatapannya, lalu berdiri dan mundur selangkah. Rangga tampaknya menyadari perubahan di wajah Andini, maka dia bertanya pelan, "Bagaimana?"Andini menatap Rangga, lalu menjawab datar, "Sudah cukup baik."Namun, mungkin karena ekspresinya saat itu terlalu aneh, Rangga jadi salah paham. Dia malah tersenyum tipis sambil berkata, "Nggak apa-apa ... meski nggak bisa bertahan hidup, asal bisa membuatmu senang saja sudah cukup."Mendengar hal itu, alis Andini seketika mengernyit tajam. Sementara Malika yang berdiri di sisi mereka, tidak bisa lagi menahan diri. Dia lan
Andini tertegun sejenak, lalu menjawab dengan jujur, "Iya, aku melakukan terapi akupunktur padanya, kenapa?""Sudah kuduga! Kondisi Jenderal Rangga bisa pulih sebaik ini, semua berkat terapi yang kamu berikan itu. Hari ini kamu ke sana lagi untuk berikan terapi, sekalian biar aku belajar juga."Mendengar hal itu, Andini malah terkejut. "Aku cuma lakukan akupunktur untuk menurunkan demam Jenderal Rangga, apa hubungannya dengan pemulihannya? Lagi pula, teknik ini nggak bisa diajarkan ke orang lain sembarangan!"Teknik akupunktur itu berasal dari buku pengobatan yang diberikan tabib kediaman padanya. Tidak masalah kalau itu hanya teknik biasa, tapi kalau sampai ada yang tahu bahwa teknik itu berasal dari Lembah Raja Obat, bisa-bisa malah menimbulkan masalah bagi tabib kediaman!Siapa sangka, setelah mendengar perkataan itu, Harafah malah marah besar. "Dasar gadis nggak tahu balas budi! Aku sudah mengajarimu ilmu pengobatan sepenuh hati, tapi kamu bahkan nggak mau mengajariku teknik akupun
Abimana mengerutkan kening. "Di dalam rumah terlalu banyak orang dan mata-mata. Kalau Ayah benar-benar ingin Dianti menemani Ibu, sepertinya satu-satunya cara adalah menggunakan alasan memulihkan diri untuk mengirim Ibu ke rumah kecil itu."Nanti, mereka bisa menyiapkan beberapa pelayan baru untuk merawat. Bagaimanapun, para pelayan lama di rumah besar ini tidak bisa digunakan lagi. Kalau sampai ada satu saja yang mengenali Dianti, seluruh Keluarga Adipati akan berada dalam bahaya!Kresna mengangguk ringan. "Ayah juga berpikir demikian. Lagi pula, tabib kediaman juga bilang ibumu perlu istirahat. Paling-paling bawa ibumu pulang setengah bulan sekali untuk diperiksa tabib kediaman."Abimana ikut mengangguk. Beban berat di hatinya akhirnya terangkat dan seluruh tubuhnya terasa jauh lebih ringan.Dia menatap Kresna, melihat ayahnya juga tampak sedikit lega, bahkan ada secercah kegembiraan yang muncul di wajahnya. Seketika, dia termangu.Abimana tiba-tiba teringat pada Andini. Ada emosi ya