LOGIN“Kenapa reaksimu berlebihan seperti itu?”
Satu alis Jaden terangkat saat melihat reaksi Letha yang berlebihan.
“I-itu karena ….” Letha tak sanggup melanjutkan ucapannya, sebab takut jika Jaden tersinggung.
Jaden tersenyum miring. “Kau tak percaya karena saya memiliki wajah yang tampan?”
Dengan wajahnya yang lugu, Letha mengangguk. “Iya.”
“Artinya kau mengakui jika saya memang tampan!” Jaden begitu percaya diri, sebab wajahnya memang tampan.
Letha langsung menunduk malu, menyembunyikan rona merah di pipinya.
“Seorang Jaden Hazard memang tampan. Dan hanya kau yang mengetahui ketampananku, sebab seperti yang kau tahu jika orang-orang mengatakan jika aku memiliki wajah yang buruk!”
Perlahan Letha menegakkan kepala, lalu mendongak agar bisa melihat wajah Jaden dengan jelas.
“Jadi, Anda benar-benar Jaden Hazard?” tanya Letha memastikan.
“Ck! Kau memang gadis keras kepala.” Jaden berdecak sambil menyentil kening Letha.
“Ssstthhh ….” Letha meringis sambil mengusap dahinya. “Kenapa Anda menyentilku?”
“Karena kau tidak percaya kepada saya,” dengkus Jaden. “Apa saya harus memperlihatkan kartu identitasku padamu?”
“Jika Anda tidak keberatan, saya ingin memastikannya.”
Jaden kembali mendengus, tapi tetap mengeluarkan kartu identitasnya dari dompet. “Kau bisa melihatnya sendiri!”
Letha ragu, tapi perempuan itu tetap melihatnya, sebab penasaran.
“Jadi Anda benar-benar Jaden Hazard?” Letha menutup mulutnya dengan kedua bola mata yang hampir keluar. “Oh astaga ….”
“Jadi aku berhubungan dengan Jaden Hazard?” Letha masih tak menyangka. Sebab bukan hanya terkenal dengan wajah yang buruk, tapi juga memiliki perangai yang sama buruknya!
“Yeah, kau dengan berani menggodaku. Jadi saya harus membuat perhitungan denganmu!”
Letha langsung menunduk. Kali ini bukan rona merah yang ia sembunyikan, tapi ketakutan.
“Mohon maafkan saya. Sungguh, saya tidak bermaksud.” Dari suaranya yang terdengar bergetar, menandakan jika Letha benar-benar takut.
“Saya akan menerima maafmu, asal kau bersedia menjadi wanitaku.”
Perlahan Letha mendongak, menatap Jaden serius. “Andai saya menolak, apa bisa?”
“Tentu saja tidak!” jawab Jaden cepat.
“Lalu untuk apa Anda bertanya? Saya bahkan tidak diberi pilihan!” Letha tersenyum miris.
“Saya hanya basa-basi.” Jaden mengapit dagu Letha, lalu sedikit ditarik sebelum ia mengecup bibirnya. “Kau sendiri yang menggodaku malam itu, jadi tanggung sendiri akibatnya!”
Kembali Jaden mencium Letha, pelan, tapi menuntut.
“Bibirmu manis, saya menyukainya,” ucap Jaden menjeda ciumannya sambil mengusap bibir Letha yang basah karena ulahnya.
Hampir saja Letha terlena oleh perlakuan Jaden, andai ia tidak ingat jika tujuan Jaden hanya tubuhnya.
Perempuan itu tersenyum miris, lalu menunduk dalam.
“Kenapa senang sekali menunduk?” tanya Jaden sambil menarik dagu Letha agar kembali mengangkat kepala. “Angkat kepalamu. Wanitaku tidak boleh lemah.”
“Jangan biarkan orang lain menindasmu. Kau tak pantas diperlakukan seperti itu,” sambung Jaden penuh tekanan.
Tapi bagi Letha, itu hal yang mustahil. “Itu tidak bisa.”
“Tidak bisa karena kau belum mencobanya.”
Letha menggeleng. “Aku pernah mencoba, tapi mereka tidak percaya.”
“Kau tidak butuh mereka. Yang kau butuhkan hanya saya,” ujar Jaden dengan tegas. Tangan pria itu bergerak menarik pinggang Letha hingga tubuh mereka menjadi rapat, kemudian kembali mendaratkan ciuman yang kali ini mendapatkan sambutan baik dari Letha.
***
“Oh, astaga, seharusnya aku tidak melakukan itu.” Letha bergumam–menyesali kelakuannya yang terlena oleh perlakuan lembut, hingga membuatnya kembali berakhir tidur di ranjang yang sama dengan pria itu.Ia kemudian menoleh ke samping, melihat Jaden yang tertidur pulas sambil memeluknya.
Kali ini, Letha tak berusaha berpikir keras untuk mengingat apa yang terjadi tadi malam. Sebab dengan sadar ia melakukannya dengan Jaden.
“Aku tidak bisa terus seperti ini,” gumam Letha seraya menyingkirkan tangan Jaden yang membelit pinggangnya. “Aku harus segera pergi.” Perempuan itu berniat turun, tapi baru saja akan berusaha bangkit, tangan besar Jaden yang kokoh sudah lebih dulu menahan dan menarik pinggangnya.
“Mau pergi ke mana kau?” Suara Jaden terdengar berat dan serak. Sementara embusan napasnya langsung menerpa pundak Letha. Sehingga membuat bulu roma Letha langsung berdiri.
Perlahan Letha menoleh, dan mendapati Jaden yang masih memejamkan mata. “Tuan … tolong lepaskan saya.” “
Jaden langsung membuka mata, hingga sorot tajam itu menyoroti wajah Letha. “Apa kau bilang?”“Tolong, lepaskan saya.” Letha berbicara dengan pelan dan ragu.
Senyum miring langsung tersungging di wajah Jaden yang tampan. “Sekali lagi kau mengatakan itu … kuhabisi kau!”
Glek!
Letha menelan ludahnya susah payah.
"Makan yang banyak, aku tidak ingin anakku kekurangan gizi!" cetus Jaden sambil mengambilkan sayur dan beberapa potong daging, lalu ditaruh di piring Letha yang masih penuh.Sontak Letha membelalak, lalu menegakkan kepala, dan menatap Jaden dengan tajam. "Itu terlalu banyak!" cetusnya."Aku tidak peduli, kau harus menghabiskannya!" ujar Jaden bersikap acuh tak acuh. Setelah kejadian malam itu, Jaden mulai kembali memberikan perhatian--seolah tidak ingin Letha mencari perhatian pada pria lain di luaran sana. Meski dengan sikap yang sedikit tak acuh.Letha mendengus, lalu tak lagi mendebat dan memilih makan.Seperti rencana sejak pertama, Letha masih bersikap datar. Perempuan itu hanya ingin membuat Jaden sadar jika benar pria itu mencintainya, maka tidak seharusnya malah diabaikan. Sebab sekali pun Jaden sedang berada dalam keadaan sakit, Letha tidak mempermasalahkannya. "Aku sudah selesai," ucap Letha sambil menaruh sendok dan garpu di atas piring yang sudah kosong.Perempuan itu me
"Geledah kamar utama. Dan buang semua benda yang mencurigakan!" perintah Jaden kepada semua pelayan yang ia kumpulkan di ruang tengah.Mengetahui jika Letha memiliki benda terlarang lantas membuat Jaden semakin curiga jika Letha memiliki yang lain.Pria itu bahkan langsung cemburu dengan benda tersebut. Sehingga membuatnya hampir gila andai Letha benar-benar berhubungan dengan pria lain. Sekalipun sudah ia ceraikan nantinya."Baik, Tuan!" Para pelayan mulai menggeledah kamar Letha saat perempuan itu sedang berangkat ke kampus. Jaden sendiri langsung memanggil Max untuk menemuinya di ruang kerja."Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Max begitu menghadap kepada Jaden yang tampak memijat pelipisnya yang berdenyut. "Max, saya ingin sembuh!" ujar Jaden tampak frustasi. "Bisa-bisanya istri kecilku melampiaskan hasratnya pada benda mati seperti itu!" ocehnya membuat Max mengerutkan kening."Jadi, ini tujuan Anda menggeledah kamar Nyonya Letha, Tuan?" "Tentu saja!" jawab Jaden d
"Di mana istriku?" tanya Jaden kepada Nico yang senantiasa selalu menyambut kepulangan Jaden.Nico adalah kepala pengawal yang ditugaskan Jaden menjaga rumah. Lalu sekarang pria itu memiliki tugas tambahan. Yaitu menjaga keselamatan Letha. "Saya melihat tadi Nyonta Letha masuk ke kamar, dan tidak lagi keluar setelahnya." Penjelasan Nico lantas membuat Jaden menaikan satu alisnya. Pria itu kemudian menatap Nico dengan heran."Dia tidak keluar untuk menyambut kepulanganku?" tanya Jaden seolah tak percaya.Nico cukup terkejut dengan sikap Jaden, tapi kemudian pria itu mengangguk. "Iya, Tuan." "Apa dia sakit?" Jaden tampak mencari alasan dari sikap Letha yang abai padanya."Tidak, Tuan. Nyonya Letha tampak sehat hari ini." Jaden lantas mendengus kesal. "Baiklah, aku akan melihatnya sendiri!" cetusnya kemudian melangkah pergi--meninggalkan Nico yang hanya mengerutkan kening, lalu bergumam, "Sebenarnya apa yang terjadi dengan Tuan Jaden?"Pertanyaan itu hanya bisa Nico telah mentah-men
"Tidak, jika memang Tuan Jaden akan tetap menceraikanku, paling tidak anakku tetap harus bersamaku." Membayangkan jika Jaden akan mengambil anaknya, lalu mencampakannya, sungguh membuat Letha gila. Perempuan itu akan benar-benar hancur jika dipisahkan dengan anaknya. Terlebih saat mengingat jika Jaden akan menikahi Serly setelah mereka bercerai. Sehingga dengan keputusan yang bulat, Letha mulai menyusun rencana untuk kabur saat Jaden tak ada di rumah. "Kalau pergi, aku harus pergi ke mana?" gumam Letha dibuat bingung. Jaden adalah pria yang memiliki banyak koneksi. Kabur tidak akan mudah bagi Letha. Tapi bertahan dan membiarkan anaknya diambil oleh Jaden pun tidak akan mudah baginya.Kini, Letha berada dalam dilema. Perempuan itu merasa maju kena, mundur juga kena."Aku bahkan tidak memiliki teman untuk kujadikan tempat bercerai." Letha tersenyum miris.Sejak dulu, tidak ada yang mau berteman dengannya. Sebab Risha dan Rasya selalu membuatnya terlihat buruk ketika ada yang in
"Pasien hanya demam biasa. Tapi ini terjadi karena sebuah tekanan pada pikirannya."Penjelasan dari dokter yang baru memeriksa Letha lantas membuat Jaden merasa bersalah. Pria itu refleks menoleh ke arah Letha yang sedang tertidur pulas."Apa aku sudah keterlaluan ya?" gumam Jaden pelan.Ia kemudian mengangguk mengerti, lalu meminta dokter untuk keluar dari kamar. Sehingga kini, tinggallah ia yang melangkah--mendekati Letha, lalu duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan perempuan itu dengan pandangan sendu."Maaf. Tidak hanya gagal menjadi seorang pria, tapi aku juga gagal menjadi suami," gumam Jaden kemudian mengulurkan tangan, meraih tangan Letha, lalu menggenggamnya.Cukup lama Jaden menatap Letha. Hingga akhirnya sebuah lenguhan lirih terdengar. Membuat Jaden buru-buru melepaskan genggamannya dan bangkit. "Hubby," ucap Letha saat perempuan itu membuka mata dan mendapati Jaden berdiri di sampingnya."Syukurlah kau sudah bangun," sahut Jaden membuat Letha tertegun. Perempuan i
"Hubby," sapa Letha menyambut kepulangan Jaden dengan senyuman manis yang tidak bisa Jaden abaikan begitu saja.Perempuan itu sengaja menunggu kepulangan Jaden, meski sang suami pulang terlambat.Letha mondar-mandir di balkon, lalu segera berlari kecil saat mendengar deru mobil yang biasa Jaden gunakan saat memasuki gerbang. Sehingga begitu Jaden menginjakan kaki di teras, sudah ada Letha yang menunggunya. Sontak langkah Jaden terhenti. Untuk beberapa saat pria itu terpesona dengan senyuman manis Letha. Tapi tak berselang lama raut wajahnya kembali datar, lalu menatap Letha dengan jengah."Apa kau lakukan malam-malam seperti ini di luar?" tanya Jaden tanpa ekspresi.Letha sudah gugup. Tapi perempuan itu berusaha untuk tetap teguh."Aku sengaja menunggumu, Hubby," ujar Letha dengan sedikit tergagap.Tatapan Jaden yang mengintimidasi membuat Letha bahkan hampir hilang akal. "Seharusnya kau tidak perlu melakukan itu," ucap Jaden lalu melangkah, melewati Letha begitu saja. Refleks L







