Masuk“Anda ingin membawa saya ke mana?” Letha bingung saat Jaden memaksanya masuk ke mobil.
“Kau akan mengetahuinya setelah kita tiba!” Pria itu kemudian ikut masuk, lalu meminta Max menjalankan mobil.
Tiba di tempat tujuan, Jaden meminta Letha mengikutinya.
“Tuan ….” Letha dibuat terkesima saat memasuki sebuah rumah megah nan mewah.
“Hemm?” Jaden berhenti melangkah lalu berbalik.
“A-apa ini rumah Anda?”
“Tentu saja. Untuk apa saya membawamu ke rumah orang?”
Letha hanya meringis, lalu kembali mengikuti Jaden yang menaiki undakan anak tangga.
“Tuan,” panggil Letha kembali, membuat Jaden berhenti dan menoleh.
“Tidak hanya ketika sedang bercinta, tapi saat seperti ini saja kau banyak bicara.”
Bibir Letha langsung terkatup dan kembali mengikuti Jaden yang membawanya ke salah satu kamar.
“Masuklah!” tegur Jaden saat Letha tak mengikutinya masuk.
“Tapi untuk apa Anda meminta saya masuk?”
“Untuk mengulang kejadian malam itu,” jawab Jaden tenang, tapi berhasil membuat wajah Letha merah.
“Tuan, untuk malam itu ….” Letha agak ragu mengatakannya. “Saya sungguh minta maaf. Tapi sejujurnya, saya dijebak.”
“Apapun alasannya, tapi kau sudah mengusikku,” balas Jaden tak mempedulikan alasan yang Letha berikan. Baginya, Letha sudah masuk dalam hidupnya, dan tak semudah itu untuk lepas darinya. “Kau masuk tanpa izin ke kamarku dan menggodaku. Jadi tidak semudah itu saya memaafkanmu!”
“Kalau begitu, apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan maaf darimu?” Letha menatap sejenak, lalu kembali menunduk. Sebab sorot mata Jaden dengan seringai tipis di bibirnya membuat perempuan itu takut.
“Masuklah dulu, kau akan tahu!”
Letha ragu, tapi tetap masuk. “Apa ini kamar Anda?”
“Tidak, ini kamarmu!” jawab Jaden seraya duduk di tepi ranjang.
“Ka-kamarku?”
“Hemm.” Jaden mengangguk kemudian menggerakan dagunya sebagai isyarat untuk Letha duduk di sampingnya. “Wanitaku tidak boleh tidur di tempat kumuh!”
Langkah ragu Letha langsung terhenti. Ia menatap Jaden dengan mata yang membola. “Wanitamu?”
“Hemm, kau adalah wanitaku, Gadis kecil!”
Letha menggeleng dengan cepat. “Tidak, sejak kapan saya menjadi wanitamu, Tuan!”
“Sejak kau menginjakan kakimu di kamarku malam itu.” Tanpa aba-aba Jaden meraih tangan Letha, lalu menariknya hingga Letha terjerembab pada dadanya.
“Tuan!” pekik Letha berniat bangkit, tapi Jaden menahannya dan memaksa Letha untuk duduk di pangkuannya. “Tolong lepaskan saya ….”
“Itu hal yang mustahil,” balas Jaden sambil meraih tangan Letha lalu mengusapnya lembut. “Tanganmu kasar. Sepertinya kau sangat bekerja keras untuk mendapatkan uang jajan!”
Letha tertegun, entah sejauh mana Jaden mengetahui tentangnya. Tapi ucapan Jaden barusan membuat sorotnya menjadi sendu.
“Jika kau tinggal bersamaku, kau akan dimanjakan!” Jaden menambahkan ketika Letha bergeming. “Aku bisa memberikanmu apapun yang kau mau.”
Letha mulai terpengaruh. Matanya yang bergeming perlahan bergerak, menatap Jaden.
“Apapun?” tanya Letha seolah memastikan.
“Hemm.” Jaden mengangguk singkat lalu sedikit memajukan wajah dan berbisik tepat di telinga Letha. “Termasuk mendapatkan hakmu sebagai pewaris tunggal.”
Letha membelalak, menatap Jaden tak percaya. “Sejauh apa kau mengetahui tentangku?”
“Itu bukan hal yang penting,” balas Jaden. “Yang terpenting adalah kau bersedia menjadi wanitaku.”
Cup!
Tanpa aba-aba Jaden mendaratkan sebuah kecupan singkat. Tapi berhasil membuat tubuh Letha tegang.
“Tuan—”
Tak membiarkan Letha protes, Jaden kembali mencium Letha. Kali ini lebih rakus, hingga membuat Letha kewalahan.
“Tuan …,” ucap Letha dengan napas yang terengah.
“Kau menyukainya?” Jaden tersenyum saat Letha diam. “Diam artinya iya,” tambahnya.
Letha bergeming, tak menyangkal jika dirinya memang menyukainya. Tapi ia terlalu malu untuk mengakuinya.
“Kau memang polos!” Jaden gemas sendiri dan menjawil hidung Letha hingga merah.
“Tuan, sakit!” protes Letha tak diindahkan oleh Jaden. Meski begitu, Jaden tetap membiarkan saat Letha bangkit dan turun dari pangkuannya.
Perempuan itu melangkah menuju jendela, lalu menatap lurus ke depan. Sehingga Jaden pun ikut bangkit dan mendekat.
“Jadi, apa kau sudah memikirkannya?”
Letha menoleh, menatap Jaden dengan serius. Kali ini ia mengabaikan rasa takutnya saat melihat sorot tajam dari Jaden.
“Sebelum menjawab … saya juga ingin tahu siapa dirimu, Tuan.”
“Ah, ternyata kau perhitungan.” Jaden menyeringai.
“Saya hanya tidak ingin bersikap gegabah.”
Jaden mengangguk paham. “Baiklah, saya mengerti,” balasnya kemudian melanjutkan. “Saya adalah Jaden Hazard.”
“Jaden Hazard,” gumam Letha sambil menatap ke depan, tapi kemudian matanya melebar saat menyadari sesuatu. “Ja-jaden Hazard?”
"Makan yang banyak, aku tidak ingin anakku kekurangan gizi!" cetus Jaden sambil mengambilkan sayur dan beberapa potong daging, lalu ditaruh di piring Letha yang masih penuh.Sontak Letha membelalak, lalu menegakkan kepala, dan menatap Jaden dengan tajam. "Itu terlalu banyak!" cetusnya."Aku tidak peduli, kau harus menghabiskannya!" ujar Jaden bersikap acuh tak acuh. Setelah kejadian malam itu, Jaden mulai kembali memberikan perhatian--seolah tidak ingin Letha mencari perhatian pada pria lain di luaran sana. Meski dengan sikap yang sedikit tak acuh.Letha mendengus, lalu tak lagi mendebat dan memilih makan.Seperti rencana sejak pertama, Letha masih bersikap datar. Perempuan itu hanya ingin membuat Jaden sadar jika benar pria itu mencintainya, maka tidak seharusnya malah diabaikan. Sebab sekali pun Jaden sedang berada dalam keadaan sakit, Letha tidak mempermasalahkannya. "Aku sudah selesai," ucap Letha sambil menaruh sendok dan garpu di atas piring yang sudah kosong.Perempuan itu me
"Geledah kamar utama. Dan buang semua benda yang mencurigakan!" perintah Jaden kepada semua pelayan yang ia kumpulkan di ruang tengah.Mengetahui jika Letha memiliki benda terlarang lantas membuat Jaden semakin curiga jika Letha memiliki yang lain.Pria itu bahkan langsung cemburu dengan benda tersebut. Sehingga membuatnya hampir gila andai Letha benar-benar berhubungan dengan pria lain. Sekalipun sudah ia ceraikan nantinya."Baik, Tuan!" Para pelayan mulai menggeledah kamar Letha saat perempuan itu sedang berangkat ke kampus. Jaden sendiri langsung memanggil Max untuk menemuinya di ruang kerja."Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Max begitu menghadap kepada Jaden yang tampak memijat pelipisnya yang berdenyut. "Max, saya ingin sembuh!" ujar Jaden tampak frustasi. "Bisa-bisanya istri kecilku melampiaskan hasratnya pada benda mati seperti itu!" ocehnya membuat Max mengerutkan kening."Jadi, ini tujuan Anda menggeledah kamar Nyonya Letha, Tuan?" "Tentu saja!" jawab Jaden d
"Di mana istriku?" tanya Jaden kepada Nico yang senantiasa selalu menyambut kepulangan Jaden.Nico adalah kepala pengawal yang ditugaskan Jaden menjaga rumah. Lalu sekarang pria itu memiliki tugas tambahan. Yaitu menjaga keselamatan Letha. "Saya melihat tadi Nyonta Letha masuk ke kamar, dan tidak lagi keluar setelahnya." Penjelasan Nico lantas membuat Jaden menaikan satu alisnya. Pria itu kemudian menatap Nico dengan heran."Dia tidak keluar untuk menyambut kepulanganku?" tanya Jaden seolah tak percaya.Nico cukup terkejut dengan sikap Jaden, tapi kemudian pria itu mengangguk. "Iya, Tuan." "Apa dia sakit?" Jaden tampak mencari alasan dari sikap Letha yang abai padanya."Tidak, Tuan. Nyonya Letha tampak sehat hari ini." Jaden lantas mendengus kesal. "Baiklah, aku akan melihatnya sendiri!" cetusnya kemudian melangkah pergi--meninggalkan Nico yang hanya mengerutkan kening, lalu bergumam, "Sebenarnya apa yang terjadi dengan Tuan Jaden?"Pertanyaan itu hanya bisa Nico telah mentah-men
"Tidak, jika memang Tuan Jaden akan tetap menceraikanku, paling tidak anakku tetap harus bersamaku." Membayangkan jika Jaden akan mengambil anaknya, lalu mencampakannya, sungguh membuat Letha gila. Perempuan itu akan benar-benar hancur jika dipisahkan dengan anaknya. Terlebih saat mengingat jika Jaden akan menikahi Serly setelah mereka bercerai. Sehingga dengan keputusan yang bulat, Letha mulai menyusun rencana untuk kabur saat Jaden tak ada di rumah. "Kalau pergi, aku harus pergi ke mana?" gumam Letha dibuat bingung. Jaden adalah pria yang memiliki banyak koneksi. Kabur tidak akan mudah bagi Letha. Tapi bertahan dan membiarkan anaknya diambil oleh Jaden pun tidak akan mudah baginya.Kini, Letha berada dalam dilema. Perempuan itu merasa maju kena, mundur juga kena."Aku bahkan tidak memiliki teman untuk kujadikan tempat bercerai." Letha tersenyum miris.Sejak dulu, tidak ada yang mau berteman dengannya. Sebab Risha dan Rasya selalu membuatnya terlihat buruk ketika ada yang in
"Pasien hanya demam biasa. Tapi ini terjadi karena sebuah tekanan pada pikirannya."Penjelasan dari dokter yang baru memeriksa Letha lantas membuat Jaden merasa bersalah. Pria itu refleks menoleh ke arah Letha yang sedang tertidur pulas."Apa aku sudah keterlaluan ya?" gumam Jaden pelan.Ia kemudian mengangguk mengerti, lalu meminta dokter untuk keluar dari kamar. Sehingga kini, tinggallah ia yang melangkah--mendekati Letha, lalu duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan perempuan itu dengan pandangan sendu."Maaf. Tidak hanya gagal menjadi seorang pria, tapi aku juga gagal menjadi suami," gumam Jaden kemudian mengulurkan tangan, meraih tangan Letha, lalu menggenggamnya.Cukup lama Jaden menatap Letha. Hingga akhirnya sebuah lenguhan lirih terdengar. Membuat Jaden buru-buru melepaskan genggamannya dan bangkit. "Hubby," ucap Letha saat perempuan itu membuka mata dan mendapati Jaden berdiri di sampingnya."Syukurlah kau sudah bangun," sahut Jaden membuat Letha tertegun. Perempuan i
"Hubby," sapa Letha menyambut kepulangan Jaden dengan senyuman manis yang tidak bisa Jaden abaikan begitu saja.Perempuan itu sengaja menunggu kepulangan Jaden, meski sang suami pulang terlambat.Letha mondar-mandir di balkon, lalu segera berlari kecil saat mendengar deru mobil yang biasa Jaden gunakan saat memasuki gerbang. Sehingga begitu Jaden menginjakan kaki di teras, sudah ada Letha yang menunggunya. Sontak langkah Jaden terhenti. Untuk beberapa saat pria itu terpesona dengan senyuman manis Letha. Tapi tak berselang lama raut wajahnya kembali datar, lalu menatap Letha dengan jengah."Apa kau lakukan malam-malam seperti ini di luar?" tanya Jaden tanpa ekspresi.Letha sudah gugup. Tapi perempuan itu berusaha untuk tetap teguh."Aku sengaja menunggumu, Hubby," ujar Letha dengan sedikit tergagap.Tatapan Jaden yang mengintimidasi membuat Letha bahkan hampir hilang akal. "Seharusnya kau tidak perlu melakukan itu," ucap Jaden lalu melangkah, melewati Letha begitu saja. Refleks L







