LOGINSuara tembakan itu memecah keheningan di koridor rumah sakit, menggantikan suasana tegang menjadi kepanikan sesaat. Peluru itu mengenai bahu pria yang mencoba menembak Raka, yang segera tersungkur.
Seseorang tertembak.Raka dan Aluna saling berpandangan, dengan kompak saling bertanya, “Kamu baik-baik saja?!”“Lo nggak apa-apa, Sayang?” Raka memutar tubuh Aluna, memeriksa apakah ada goresan atau cedera.Aluna menggeleng cepat. “Aku aman, Raka. Tapi kamu..” Air mata kembali menetes di pipinya. Ia menarik Raka, mendekapnya erat dari kursi roda, menciumi dada Raka untuk memastikan keberadaannya.“Kalian baik-baik saja?!” Radit yang segera berlari menghampiri, pistolnya masih siaga.Tidak lama Alvian pun juga menghampiri, diapit oleh polisi. “Kalian tidak ada yang terluka, kan?!” tanyanya cemas.“Kami baik-baik saja..” Raka menghela napas panjang, membalas pelukan Aluna erat sebelum melepaskannya perlahan. “Tapi siapaBeberapa bulan berlalu dengan cepat, membawa Raka dan Aluna semakin dekat menuju hari kebahagiaan yang mereka nantikan. Aluna kini tinggal sepenuhnya di Mansion yang telah disiapkan Raka, dilengkapi dengan fasilitas dan pengamanan terbaik, serta perawat dan bidan khusus yang siaga 24 jam untuk kehamilan quadrupletnya. Selama masa kehamilan yang berat ini, Raka benar-benar membuktikan julukannya sebagai King pelindung. Ia memangkas jadwal kerjanya, sering mengambil rapat online dari rumah, memastikan ia selalu berada di dekat Aluna. Raka menepati janjinya pada Dokter Clara untuk menjaga keintiman secara aman. Di malam hari, keintiman mereka mencapai level yang baru dan mendalam. Raka akan menghabiskan waktu berjam-jam memijat kaki Aluna yang membengkak karena membawa beban empat janin. Ia akan membelai perut Aluna yang kini sangat besar dengan penuh cinta dan kekaguman, bibirnya berbisik penuh janji-janji mesra pada empat calon pewarisnya. Suatu malam, Raka berbaring miring, wajah
Satu bulan telah berlalu sejak masalah pengkhianatan dan penangkapan itu. Kekuatan cinta dan kebersamaan telah mengalahkan segala masalah yang mereka hadapi. Raka dan Aluna sepakat untuk merayakan kebebasan Alvian di Mansion Keluarga Aluna, sebuah janji simbolis bahwa Alvian telah kembali pulang ke keluarga, siap memulai babak baru. Saat mobil hitam Raka memasuki gerbang mansion yang megah, Aluna, yang duduk di kursi penumpang dengan sabuk pengaman yang disesuaikan untuk kehamilannya, tersenyum lebar. Kehamilannya sudah mulai terlihat, menjadi bukti nyata dari janji cinta mereka. Raka mencium pipinya, memancarkan kebahagiaan dan gairah yang terpendam. “Siap membuat Papa dan Mama lo pingsan karena kabar baik, sayang?” bisik Raka, matanya penuh gairah yang hanya bisa ia tunjukkan kepada istrinya. Aluna tertawa, tawanya merdu. “Mereka pasti akan senang melihatmu, Raka, meskipun mereka akan terkejut mendengar kehamilan ku yang kembar empat.” Di dalam mansion, suasana penuh kebaha
Setelah Alvian dan Pak Aditya dibawa pergi, Raka dengan perlahan mendorong kursi roda Aluna kembali ke kamar VVIP. Ia memastikan ruangan sekitar aman dengan menempatkan beberapa bodyguard yang sangat terpercaya di depan ruangan.“Pastikan tidak membiarkan siapapun masuk, bahkan perawat dan dokter sekalipun, tanpa izin langsung dari saya!”“Baik Pak Raka..”Begitu pintu kamar tertutup, Raka menguncinya, menjauhkan mereka dari dunia luar yang penuh bahaya dan kekacauan. Ia mengangkat Aluna dari kursi roda dengan hati-hati, memeluknya ke dada.“Kita aman, Sayang. Hanya kita berdua sekarang,” bisik Raka, menciumi rambut Aluna yang harum. Raka membawa Aluna ke ranjang, membaringkannya perlahan, lalu naik ke ranjang, memposisikan dirinya di samping Aluna, menyandarkan istrinya ke lengan kokohnya.“Gua takut sekali, Raka,” bisik Aluna, suaranya serak. Ia memeluk pinggang Raka, merasakan setiap lekuk tubuh suaminya, mencari kehangatan dan kep
Suara tembakan itu memecah keheningan di koridor rumah sakit, menggantikan suasana tegang menjadi kepanikan sesaat. Peluru itu mengenai bahu pria yang mencoba menembak Raka, yang segera tersungkur.Seseorang tertembak.Raka dan Aluna saling berpandangan, dengan kompak saling bertanya, “Kamu baik-baik saja?!”“Lo nggak apa-apa, Sayang?” Raka memutar tubuh Aluna, memeriksa apakah ada goresan atau cedera.Aluna menggeleng cepat. “Aku aman, Raka. Tapi kamu..” Air mata kembali menetes di pipinya. Ia menarik Raka, mendekapnya erat dari kursi roda, menciumi dada Raka untuk memastikan keberadaannya.“Kalian baik-baik saja?!” Radit yang segera berlari menghampiri, pistolnya masih siaga.Tidak lama Alvian pun juga menghampiri, diapit oleh polisi. “Kalian tidak ada yang terluka, kan?!” tanyanya cemas.“Kami baik-baik saja..” Raka menghela napas panjang, membalas pelukan Aluna erat sebelum melepaskannya perlahan. “Tapi siapa
“Baiklah,” Raka akhirnya mengalah. “Tapi ini di bawah pengawasan dan pengawalan gua dan Radit. Tidak ada pergerakan berlebihan, tidak ada kelelahan, dan hanya sepuluh menit. Setelah itu, lo kembali ke sini dan istirahat.”“Iya Raka, gua terima syarat lo.. Makasih sayang..” suara Aluan terdengar lega dan manja. Raka mencium bibir Akuna sesat lalu menghubungi Radit dan Kapten Polisi yang menangani kasus Kayla dan Alvian.Raka menggunakan pengaruh dan koneksinya, menekankan kondisi psikologis Alvian yang membutuhkan konfirmasi langsung dari kembarannya dan menyatakan bahwa kondisi Aluna aman. Ia juga meyakinkan Kapten Polisi bahwa Alvian akan segera bebas dan akan bergabung dengan Wijaya Global, menjamin bahwa Alvian tidak akan melarikan diri.Setelah negosiasi yang cukup sulit, Kapten Polisi setuju karena Radit juga akhirnya menghubungi dan menunjukkan jaminan atas kebebasan Alvian yang sedang dalam proses hukum. Mereka akhirnya setuju membawa Alvian ke rumah sakit dengan pengawala
Raka tiba di rumah sakit terdekat dengan mobil polisi, membopong Aluna erat-erat ke dadanya. Petugas medis segera menyambut mereka, dan Aluna langsung dibawa ke ruang pemeriksaan. Raka, dengan wajah panik dan tegang, berusaha mengikuti."Maaf, Pak, Anda tunggu di luar saja," kata seorang perawat."Saya suaminya! Saya harus di sana!" bentak Raka, suaranya dipenuhi otoritas dan kecemasan. Kekhawatiran akan kondisi Aluna, terutama keempat janin mereka, mengalahkan segalanya.Dokter yang akan memeriksa Aluna melihat ketegasan dan kepanikan di mata Raka dan menghela napas. "Baiklah, tapi Anda harus tenang dan tidak membuat gaduh di dalam. Kami perlu fokus.""Saya janji, Dok," jawab Raka cepat, mengikuti langkah brankar Aluna.Raka mendampingi Aluna, menggenggam erat tangan wanita itu. Di tengah kepanikan dan rasa sakit yang menusuk, genggaman Raka adalah satu-satunya jangkar yang menahan Aluna. Dokter mulai memeriksa, memastikan tidak ada cedera fisik yang serius, dan yang paling pen







