LOGINDiusir oleh keluarga yang tak lagi mempercayainya, Aluna, perempuan bar-bar dan keras kepala, berlari di tengah hujan, hingga tertabrak mobil milik Raka Aryaputra, pria dingin, tajam, dan anti perempuan tapi kocak. Aluna tidak tahu, bahwa pria itu akan jadi babak baru dalam hidupnya. Raka hanya ingin lolos dari perjodohan dengan Keyla, perempuan licik dan manipulatif yang mengaku sebagai anak kandung keluarga Aluna. Tanpa tahu masa lalu mereka, Raka menawarkan solusi brutal, menikah kontrak dengan Aluna. Gila? Jelas. Tapi hidup Aluna lebih gila dari itu. Tapi ketika Aluna dikenalkan sebagai istrinya di depan keluarga, semua api menyala kembali. Fitnah, dendam, dan rahasia yang terkubur mulai bermunculan. Di tengah fitnah dan pengkhianatan, perlahan Raka mulai melihat kebenaran di balik semua luka Aluna. Dan untuk pertama kalinya, pria yang membekukan hatinya dari cinta itu, rela terbakar demi seorang perempuan. Karena saat cinta bertemu dengan kebenaran, siapa pun tak bisa menyangkal siapa sang putri yang sebenarnya.
View MorePintu kembali terbuka, Pak Wijaya masuk bersama Bu Lestari, orangtua Raka. Mereka tidak menyangka kalau Pak Wijaya sempat hadir saat ini.. Mereka berdua duduk di samping Pak Ardian dan Bu Tania. “Baik, karena semua sudah datang, saya akan mulai dengan Pak Aditya..” Tatapan Raka teruji pada pria pria paruh baya yang merupakan papa angkat Alvian, orang yang menemukan Alvian pertama kali. “Pak Aditya, apa anda yang menemukan Alvian saat itu..?” tanyanya dengan tatapan menyelidik. “Iya saya menemukan Alvian terdampar di tepi laut saat pagi, kondisinya sangat buruk.. Saya membawanya kerumah sakit, setelah dia sadar saya membawanya pulang. Tapi tidak lama saya harus keluar negeri jadi pemulihannya saya lanjutkan disana, karena Citra dan Kayla tinggal di sana..” Pak Aditya menjelaskan dengan tetap tenang. “Paa anda tau latar belakang Alvian?” Raka melanjutkan pertanyaan seperti sedang mengintrogasi. “Saya tidak tau, tapi karena saya punya anak perempuan, saya pikir akan Alvian akan jadi
Ruang mediasi itu steril dan impersonal, dengan meja panjang di tengah dankursi-kursi yang ditempatkan berjauhan. Ini bukan ruang rekonsiliasi, melainkan arena pertarungan psikologis. Saat Raka memimpin Aluna masuk, semua mata tertuju pada mereka. Di satu sisi meja, duduk Pak Ardian dan Bu Tania. Wajah mereka memancarkan campuran kesedihan mendalam dan harapan. Bu Tania berdiri, air mata menetes melihat Aluna, putrinya yang selama ini hilang. Namun, tatapan tajam Raka mengisyaratkan bahwa ini bukan saatnya untuk emosi pribadi. Di sisi lain, duduk Bu Citra dan Pak Aditya. Bu Citra tampak lelah, matanya bengkak, tetapi masih menyiratkan kebencian. Ia memelototi Aluna, seolah Aluna adalah penyebab semua penderitaan putrinya. Pak Aditya tampak lebih netral, ia hanya menunduk, malu dan pasrah. Raka mengajak Aluna duduk tepat di tengah, di sampingnya, menguasai meja. Aluna langsung bersandar sedikit padanya, mencari kehangatan. “Selamat pagi. Terima kasih sudah hadir,” Raka membuk
Sebelum menjawab pertanyaan Radit, Raka menoleh kearah Aluna, “Pak Ardian dan Bu Tania,” kata Raka, menyebut nama orang tua Aluna yang asli. “Mereka adalah orang tua Aluan dan Alvian. Mereka harus melihat Aluna dan Alvian menyelesaikan masalah mereka dan memastikan keduanya memang kembar dan minta mereka bawa foto kecil keduanya. Dan lo juga harus undang Bu Citra dan Pak Aditya, sebagai orang tua Kayla serta orang tua angkat Alvian.”Radit terkejut. “Bu Citra dan Pak Aditya? Raka, bukannya itu akan semakin memperkeruh suasana?”Raka menggeleng. “Gak. Ini penting. Bu Citra harus melihat kejahatan Kayla secara langsung, agar dia berhenti memohon kebebasan Kayla dan menerima kenyataan. Pak Aditya harus melihat sendiri, dan menjadi saksi tentang Alvian. Ini adalah pengadilan terakhir, Radit. Pengadilan keluarga, sebelum pengadilan negara.”“Tapi, Raka, mereka semua dalam posisi yang sangat emosional. Terutama Bu Citra,” Radit memperingatkan.“Gua tahu. Makanya, atur pengamanan ketat.
Raka dan Aluna telah sampai di kota saat matahari masih belum bersinar terang tapi udara dingin menyambut mereka. Momen di Villa beberapa hari itu terasa seperti mimpi indah yang baru saja berakhir bagi keduanya. Mereka tiba di Penthouse dan langsung bersiap, tidak ada lagi waktu bermalas-malasan apalagi rayuan di atas ranjang. Raka terlihat sangat profesional dalam balutan setelan jas abu-abu, tetapi tatapannya pada Aluna masih penuh hasrat. Aluna, kini mengenakan rok pensil elegan dan blus sutra, pakaian yang dipilihkan Raka tampak jauh lebih percaya diri dan kuat. “Siap, Nyonya Raka? Hari pertama lo untuk kembali menjadi sekretaris pribadi gua,” Raka berbisik, memeluk Aluna dari belakang di depan pintu lift. “Siap, Pak Raka. Tapi ingat janji lo. Profesional. Jangan ada yang mesum di kantor. Kecuali di jam makan siang,” balas Aluna, membalikkan badan, menyamarkan godaan dengan kecupan cepat di bibir Raka. “Hmm… Gua akan coba. Tapi kalau lo pakai pakaian seksi begini, gua gak
Aluna memukul lengan Raka. Ia tahu betul apa yang ada di pikiran suaminya. “Dasar mesum! Gua tahu apa maksud lo! Lo pasti minta jatah malam sebelum kita benar-benar tidur, sebelum besok kembali ke kota melanjutkan real-time… Iya, kan?”Raka tertawa, suaranya serak dan hangat di udara malam yang dingin. Ia meraih tangan Aluna dan menciumnya, penuh pemujaan. “Tentu saja. Malam ini adalah malam terakhir kita di vila. Gua harus mengisi energi gua agar bisa kuat menghadapi drama Alvian dan Kayla besok. Dan… agar gua bisa segera memberi lo bayi kembar, Sayang.”Aluna menyerah, hasrat yang sama terpancar dari matanya. Setelah semua kehangatan dan romantisme di rooftop tadi, mustahil baginya untuk menolak Raka, yang tampak begitu posesif dan penuh cinta.“Baiklah, Pak Raka. Tapi janji, besok pagi kita harus berangkat pagi-pagi sekali. Gua tidak mau terlambat ke kantor di hari pertama gua jadi sekretaris pribadi lo.”“Janji, Sayang. Kita akan berangkat tepat waktu,” Raka menyeringai. “Tap
Malam itu, dinginnya udara pegunungan terasa menusuk di kulit, tetapi di dalam hati Aluna, kehangatan yang diberikan Raka telah meleburkan semua rasa dingin di tubuhnya. Setelah keputusannya untuk menemui Alvian disetujui Raka, meskipun dengan syarat ketat, Aluna merasa lega. Raka benar-benar pahlawannya, selalu peduli dan melindunginya.Saat senja menjelang, Raka meminta Aluna bersiap. “Ini malam terakhir kita di sini, Sayang. Malam terakhir liburan kita. Aku punya satu kejutan lagi sebelum kita kembali ke realitas,” bisik Raka, matanya berkilat penuh misteri.Aluna hanya mengenakan piyama sutra tebal dan mantel wol, karena Raka tidak mengizinkannya memakai gaun pesta yang rumit. “Ke mana, Raka? Gua hanya pakai piyama,” tanya Aluna, sedikit cemas.Raka mencium keningnya, memegang tangannya erat. “Perfect. Lo nggak perlu pakai gaun agar terlihat cantik, Sayang. Lo paling cantik saat bangun tidur, bahkan.. Saat tanpa apa pun,” goda Raka, menyentuh lembut pipi Aluna.Aluna memerah,






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments